Jumat, 13 Januari 2017

Pembinaan Budi Pekerti





 Pembinaan Kehidupan Beragama

Urusan agama masih menjadi kewenangan Pemerintah dan di daerah dikelola oleh Kantor Kementrian Agama. Meskipun demikian untuk meningkatkan kualitas dalam kehidupan keagamaan  para siswa pendidikan dasar Pemerintah Provinsi memberikan bantuan untuk guru diniyah di seluruh Jawa Barat dan masing-masing guru memperoleh Rp 1,2 juta. 

Pembinaan Budi Pekerti

Masyarakat Jawa Barat telah memiliki  persepsi bahwa nilai-nilai luhur agama telah menyatu sedemikian rupa dengan budaya daerah, sehingga berkonotasi Sunda adalah Islam dan demikian sebaliknya. Itu berarti tidak ada dikhotomi antara ajaran agama dan budaya karena Islam telah terinternalisasikan sedemikian rupa ke dalam kebudayaan sehingga manusia Jawa Barat dapat secara utuh menjalankan agama sekaligus kebudayaannya.
Meskipun demikian seorang kepala sekolah SMP Negeri yang diwawancarai mengungkapkan kegalauan mengenai perilaku siswa dewasa ini yang disinyalir kurang menghargai budaya daerah maupun budi pekerti. Pengajaran bahasa, sastra serta kesenian daerah diharapkan dapat memberikan kearifan lokal bagi siswa dan dapat mempengaruhi perilaku maupun karakter sebagaimana yang diharapkan. Bahasa daerah diyakininya memiliki kemampuan menghaluskan pekerti dan rasa sehingga melahirkan perilaku halus, hormat dan santun dalam pergaulan baik sesama teman maupun dengan orang tua. Hal senada disampaikan Hidayat Guru PKn SMK Bhakti Kencana, Limbangan Garut yang mengatakan Pendidikan Indonesia yang dikenal kental dengan nilai budaya, moral dan religiusitasnya ternyata tidak mampu membuktikan keunggulan karakter dibandingkan negara liberal yang ateis tapi patuh pada hukum (Tribun Jabar 13 April 2010).
Pemerintah Provinsi memberikan  pedoman pembinaan dan pengembangan budi pekerti, dengan mengadakan Semiloka Pengembangan Pembelajaran Budi Pekerti menyusun Pedoman Teknis Pembelajaran Budi Pekerti , Sosialisasi Tim Teknis Pengembangan Pembelajaran Budi Pekerti, Penilaian sekolah model Rintisan Pembelajaran Budi Pekerti.  Pedoman Teknis Pembelajaran Budi Pekerti SMP sebanyak 780 eksemplar dan SMA 780 eksemplar tentunya sangat tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan sekolah. 

 Pembinaan Budaya Daerah

Pengakuan pemerintah terhadap meningkatnya pemahaman dan implementasi budaya daerah di Provinsi Jawa Barat nampak  pada peluncuran uang logam baru pecahan Rp 1000,00 di Kota Bandung oleh Wakil Presiden RI. Uang logam baru tersebut memiliki gambar Angklung dan Gedung Sate pada salah satu sisinya.
Untuk melihat bagaimana budaya daerah tersebut diimplementasikan melalui pendidikan, digambarkan dalam uraian berikut.
Pada aspek pelestarian bahasa dan sastra daerah terdapat tiga bahasa daerah yang hidup dan berkembang di Jawa Barat yaitu Bahasa Sunda dengan jumlah penutur 75% dari penduduk Jawa Barat,umumnya digunakan di Wilayah Priangan, Jawa Barat bagian Tengah dan Bandung Raya; Bahasa Cirebon dengan jumlah penutur 10% penduduk Jawa Barat umumnya digunakan di Wilayah Cirebon dan Bahasa Melayu-Betawi dengan jumlah penutur 10% penduduk Jawa Barat dan berada di Wilayah Bogor, Depok, Bekasi dan sebagian Karawang.
Bahasa daerah yang diajarkan di sekolah-sekolah adalah bahasa bahasa Sunda dan Cirebon yang dalam prakteknya disesuaikan dengan mayoritas penduduk di wilayah di mana bahasa tersebut digunakan sebagai bahasa ibu. Bahasa Sunda diajarkan di wilayah Bodebek (Bogor Depok Bekasi) dan  Priangan , bahasa Cirebon diajarkan di wilayah Cirebon, sedangkan   bahasa Melayu-Betawi tidak diajarkan di wilayah Depok dan Bekasi.
Dalam pengajaran Bahasa Daerah diajarkan pula Sastra. Sastra Daerah menggunakan bahasa daerah sebagai media. Sastra daerah ada yang tradisional dan ada pula yang kontemporer.
Jenis kesenian tradisional yang ada di Jawa Barat 391 jenis dari 35 rumpun seni. Dari jumlah tersebut yang dapat dikategorikan sebagai seni sangat berkembang sebanyak 39 buah, berkembang 61 buah, tidak berkembang 248 buah dan yang mengalami kepunahan 43 buah.
Apresiasi masyarakat terhadap budaya daerah telah nampak bermunculan di masyarakat. Banyak anak-anak muda dengan upaya kreatif melestarikan budaya daerah melalui berbagai cara dan media. Lili Suparli terpanggil mendirikan Komunitas Lawung Budaya  beranggotakan 60 orang karena pemerintah dianggap belum mampu menjaga dan mengayomi serta menampilkan seni budaya daerah sebagai seni budaya nasional. KLB menampilkan kolaborasi tarian topeng Cirebon diiringi gamelan dan musik jazz Dwiki Darmawan di West Java Night di Bali Art Center Denpasar (Pikiran Rakyat, 11 April 2010).
Ada pula Supandi, yang mendirikan Lentera Studio  dengan bendera aBiGdev (Anak Bandung Inti Game Developer) yang membuat dua game online : Nusachallenge untuk mengenalkan budaya dan pakaian adat Indonesia dan Angklung Heroes Game, dengan mengemas kekhasan budaya daerah dari aspek music sound  dan tampilan visualnya (Galamedia, 31 April 2010).
Angklung Web Institute setiap tiga bulan sekali menyelenggarakan pagelaran angklung, bahkan pada bulan Juni 2010 mengikutertakan peserta dari luar negeri seperti Madrasah Aljunied Al Islamiyah Singapura, Sari-sari Kulintang Phillipine Group dari Filipina dan pertunjukan angklung dari Thailand. Saung Udjo sebagai sebuah sanggar angklung juga menyelenggarakan seminar bamboo internasional di samping pendidikan dan pertunjukan rutin di sanggar.
Koran Kompas edisi Jawa Barat dan Pikiran Rakyat banyak memuat rubrik dan opini mengenai budaya daerah, sesekali Pikiran Rakyat memuat puisi-puisi dalam bahasa Sunda dan Cirebon,  secara rutin Tribun Jabar memuat carpon (carita pondok), televisi TVRI Jabar dan semua televisi lokal menyiarkan berita dalam bahasa Sunda dan Cirebon sekali dalam sehari.
Beberapa instansi pemerintah “mewajibkan” penggunaan bahasa daerah di tempat kerja sekali dalam seminggu. Budaya daerah juga muncul setahun sekali dalam peringatan-peringatan lahirnya daerah. HUT Kota Bogor 528 diperingati dalam rapat paripurna DPRD dengan menggunakan bahasa Sunda. Tapi banyak pula kegiatan itu bersifat seremonial dan tanpa perencanaan yang baik, sehingga dalam waktu beberapa bulan saja kewajiban menggunakan bahasa daerah di tempat kerja pun hilang dengan sendirinya.
Di sisi lain  wawancara dengan  para guru  bahasa,  kesenian serta teater  dan seniman di Cirebon dan Indramayu  serta aktivis Lembaga dan Bahasa Sastra  Cirebon (LSBC) mengesankan bahwa  minat sekolah terhadap budaya daerah masih rendah, sehingga tidak ada upaya untuk mengembangkan kreativitas siswa seperti mendatangkan pelatih untuk berkesenian dan membeli peralatan. Birokrat pendidikan juga dianggap tidak memiliki kebijakan yang jelas, buku panduan belum cukup memadai, guru khusus yang mengajarkan bahasa dan kesenian daerah belum ada, jika pun ada masih serabutan mengajarkan mata pelajaran lain. “Kesenian daerah apa maning, bukue bae durung ana. Bocah bli bisa bebasan, plonga plongo pao (p3)”. ( Apalagi bahasa daerah, buku saja belum ada. Siswa tidak bisa berbahasa, hanya bengong saja).

Tidak ada komentar: