Senin, 09 Januari 2017

Kualitas Tata Kelola Pendidikan






a.      Meningkatnya Kualitas Tata Kelola Pendidikan yang Efektif dan Berbasis Kompetensi serta Berorientasi pada Kualitas Lulusan di Jawa Barat.

 MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)

Pemahaman terhadap penyelenggara pendidikan tentang MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dibina dan dikembangkan melalui sosialisasi kepada stakeholders, bimbingan teknis bagi kepala sekolah dan komite sekolah, pembinaan sekolah model, peningkatan pengetahuan dan kemampuan kepala sekolah dan komite sekolah serta pembuatan petunjuk pelaksanaan. Selain itu juga dilakukan peningkatan kualitas pendidikan melalui Program Kegiatan Fasilitasi Pembangunan Bidang Pendidikan.

Pengadaan Rapor

Pengadaan buku raport pada tahun pelajaran 2009/2010 mencapai lebih dari Rp12,2 miliar untuk menyediakan buku raport TK sebanyak 255.000 eksemplar, SD sebanyak 1.025.000 eksemplar, SMP sebanyak 700.000 eksemplar, SMA 280.000 eksemplar dan SMK 200.000 eksemplar.
Problema yang muncul dari pengadaan buku raport ini adalah seringkali raport tidak tersedia tepat waktu karena alasan pengadaan yang harus melalui prosedur lelang sementara alokasi anggaran baru diterima setelah mendekati akhir tahun. Banyak sekolah akhirnya menggunakan LHBS (lembaran hasil belajar siswa).

Pengadaan Buku

Di samping buku rapor Pemerintah Provinsi juga mengadakan buku SD dan SMP serta alat peraga SMP yang dibiayai APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).  Buku yang diadakan oleh Pemerintah Provinsi adalah Paket Buku Teksemplar Pelajaran yang di-Uji-Nasionalkan (10 pelajaran) untuk Satuan Pendidikan Dasar Kelas VI dan IX serta Pendidikan Menengah Kelas XII

Kualifikasi  Guru

Tata kelola pendidikan yang berbasis kompetensi ditandai dengan seberapa banyak Guru pada jenjang pendidikan dasar yang memiliki kualifikasi S1. Pada SD terdapat lebih dari 29.000 dan SMP lebih dari pada 40.000. Jumlah tersebut masih akan terus bertambah, bahkan di antara mereka sudah memiliki tingkat pendidikan lebih dari S1. Lebih 200 orang guru SD sudah berpendidikan S2 dan lebih dari 4000 guru SMP sudah berpendidikan pascasarjana. Pemerintah Provinsi meningkatkan kompetensi guru dengan mengadakan Kegiatan Pelatihan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan; Kegiatan Bimbingan Teknis Profesi  Sertifikasi Guru;  Kegiatan Pemilihan Pendidikan, Tenaga Kependidikan, Komite Sekolah dan Siswa Berprestasi;  dan   Peningkatan Kualifikasi Tenaga Guru

Tabel 4.13    Jumlah dan Tingkat Pendidikan Guru SD dan SMP se- JawaBarat


SD


SMP

No.
Pendidikan
Jumlah
No.
Pendidikan
Jumlah
1.
Kurang dari SLTA

2.622
1.


Kurang dari SLTA

5.454
2.
SLTA Non Keguruan
11.943
2.
PGSLP/ D1
3.969
3.
SLTA Keguruan
19.695
3.
D2
8.279
4.
D1
2.105
4.
D1 Keguruan
7.865
5.
D2
91.531
5.
D1 Non Keguruan
1.806
6.
D3

4.404
6.
Sarjana Muda Keguruan
1.922
7.
S1

29.143

7.
Sarjana Muda Non Keguruan
820
8.
S2
201
8.
S1 Keguruan
40.687



9.
S1 non Keguruan
4.505



10.
Pascasarjana
4.812

Jumlah
161.544

Jumlah
80.149
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat

 Sertitifikasi Guru

Kesejahteraan guru merupakan hasil dari pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohaninya. Untuk memenuhinya para guru bertumpu pada gaji, sehingga upaya memperbaiki penghasilannya dengan memberikan tunjangan guru menjadi signifikan.
Pada bulan Desember 2010 pemerintah mencairkan Rp 700 miliar untuk tunjangan guru bagi 21.000 guru , tunjangan fungsional non-PNS bagi 60.000 guru se-Jawa Barat dan tunjangan bagi guru daerah khusus bagi 1.200 guru di Garut dan Sukabumi. Besaran uang tunjangan guru untuk golongan IV A berkisar Rp 2,3 – 2,5 juta. Dasar dari tunjangan profesi adalah sertifikasi.
Pada tahun 2006-2007 sekitar 9.000 guru di Jawa Barat telah memiliki sertifikat pendidik dan berhak atas tunjangan profesi sebesar satu kali gaji. Kendati demikian, proses pembayaran tunjangan profesi bagi guru bersertifikat masih tersendat sebab belum semua guru memperoleh haknya.
 Pada tahun 2008 sebanyak 9.566 guru di Jawa Barat dinyatakan lulus langsung dalam proses penilaian sertifikasi 2008. Sementara itu, 8.798 peserta lainnya diharuskan mengikuti Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG). Hal tersebut diungkapkan Humas Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)  Duta (http://www.klik-galamedia.com , diunduh 3 Februari 2011)
Pada tahun 2010 sebanyak 11.972 guru dinyatakan lulus sertifikasi melalui jalur  portofolio dan jalur dokumen. Sedangkan untuk tahun 2011 Provinsi Jawa Barat memperoleh  40721 jatah sertifikasi.
Kesejahteraan guru nampaknya memiliki kaitan kuat dengan peningkatan kualitas pendidikan. Setidaknya itu dapat dilihat pada  sekolah-sekolah RSBI. Sebanyak 21 sekolah yang ada di Jawa Barat faktor Guru menunjukkan kontribusi positif terhadap implementasi manajemen sekolah bermutu di samping faktor dukungan masyarakat dan kurikulum (Disertasi Sumantri, Agus,  2010), sementara faktor-faktor  yang masih  masih lemah  adalah visi dan misi sekolah, lingkungan sekolah, kepemimpinan sekolah, rancangan dan program sekolah dan  siswa/peserta didik.
Meskipun faktor Guru menunjukkan kontribusi positif terhadap implementasi manajemen sekolah bermutu , sayangnya Provinsi Jawa Barat masih kekurangan jumlah guru. Kabupaten Tasikmalaya diprediksi masih akan mengalami kekurangan guru sebesar 3500 orang pada tahun 2010 karena terjadinya pensiun guru besar-besaran. Angka itu mencakup 39,6% dari total guru yang ada sebanyak 9.494 orang. Data di kantor Badan Kepegawaian Pendidikan dan Latihan Daerah (BKLD) menyebutkan kekurangan guru pada tahun 2011 akan mencapai 4700 orang. Saat ini saja kekurangan guru diperkirakan 1200 orang. Pemkab Tasikmalaya mengusulkan pengangkaran 2992 guru ke pemerintah pusat untuk tahun 2010 ini, sedang total pengajuan adalah 3563 orang.  Kekurangan guru terjadi sebagian di daerah terpencil karena keengganan guru bertugas di sana, Bupati mengatakan pada tahun 2009 Pemkab mengajukan pengangkatan guru 1200 orang tetapi yang direalisasikan hanya 200 orang saja (Tribun Jawa Barat 22 Juni 2010).
Di Kabupaten Bandung saja terdapat sekitar 12500 orang guru honorer yang mengajar di SD hingga SMP, 7000 orang di antaranya mengajar di sekolah swasta. Tahun ini diharapkan ada formasi alokasi pengajar SD berlatar belakang pendidikan Diploma hingga sarjana untuk itu Ketua PGHI (Persatuan Guru Honor Indonesia) Kabupaten Bandung, Mulyadi menyatakan pihaknya telah melakukan pemberkasan persyaratan CPNS terhadap sebanyak 9625 guru honorer.
Upaya menyejahterakan Guru memang telah dilakukan Pemerintah Provinsi dalam bentuk Bantuan keuangan Pemprov untuk Guru di daerah terpencil. Masalahnya terletak pada berbelit-belitnya birokrasi karena untuk mencairkannya perlu rekomendasi, proposal dan Surat Keputusan Bupati.
Di Kota Bandung masih terjadi penurunan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) dan belum diterimanya rapel kenaikan tunjangan beras Rp 800,00/kg sejak Januari 2009 hingga Mei 2010. Hermawan dari FAGI menghitung  jumlahnya mencapai kurang lebih Rp 544.000,00 per orang untuk 17 bulan . Sedangkan Solikun Guru  SMP Negri  42 Ciwastra  mengatakan kenaikan gaji 5% sejak Januari hingga Mei belum dibayarkan. Karena itu Fortusis mengumpulkan orang tua siswa di kota Bandung pada tanggal 19 Mei 2010 di Gedung Indonesia Menggugat sebagai bentuk aksi solidaritas terhadap guru akibat dipangkasnya TPP guru kota Bandung tersebut.
Di Kabupaten Bandung 5000 orang anggota PGHI bertemu Kadisdibud Pemkab Bandung Juhana menuntut kesejahteraan. Meski alokasi dana BOS untuk SD dan SMP pertahun mencapai 21 milyar belum bisa memberikana kesejahteraan bagi guru honorer. Juhana mengatakan  pemanfaatan BOS berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan guru sangat tergantung pada kemampuan kepala sekolah dalam mengoptimalkan dana tersebut.
Kondisi Guru di bawah Departemen Agama ternyata tidak lebih baik,  Wahyuningsih guru MTsN Cibinong kabupaten Bogor belum memperoleh tunjangan bagi guru yang belum memperoleh sertifikasi Rp 250.000,00 per bulan sejak Januari hingga Desember 2009, sedangkan di guru-guru di bawah Depdiknas sudah menerima.
Arip, orangtua siswa, menyatakan bahwa ada pengaruh positif sertifikasi pada pendapatan guru yang berujung pada perbaikan kesejahteraannya. Dia berharap kesejahteraan guru yang membaik berdampak pula pada kualitas mengajarnya.

 Perpustakaan 

Pemerintah Provinsi melakukan kegiatan yang berupa Kegiatan Pembinaan dan Pemberdayaan Perpustakaan Sekolah dan workshop bagi 130 kepala sekolah dan pelatihan tenaga perpustakaan bagi 208 orang.
Pemerintah Provinsi mengelola sebuah perpustakaan tingkat Provinsi. Di samping itu ada 48 buah perpustakaan milik daerah yang memiliki tenaga pustakawan di seluruh kota / kabupaten di Jawa Barat. Namun peran perpustakaan khususnya perpustakaan sekolah belum dapat diandalkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar. Kecuali di beberapa sekolah, pada umumnya di sekolah-sekolah perpustakaan hanya seperti tempat penyimpanan buku yang tidak menarik untuk dikunjungi dan pengelolaannya pun hanya dijadikan tugas sampingan. Dengan kondisi seperti itu tentu saja partisipasi masyarakat sangat diperlukan.
Sasmita dari Rumah Baca Buku Sunda jeung Sajabana berjasa dalam memasyarakatkan minat baca, ia mengoleksi 5000 buku Sunda dan lain-lain yang dikelolanya sendiri di rumah. Di luar Bandung akses siswa terhadap perpustakaan sangat minim. Buku-buku yang dikoleksi pun sangat terbatas. Di Perpustakaan Q-LAN di Kecamatan Gunung Jati Cirebon misalnya hanya ada koleksi buku 200 buah saja.
Peningkatan kemampuan dan budaya baca dan peningkatan kualitas pelayanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dengan demikian berhadapan dengan kenyataan  indeks minat baca masyarakat yang sangat rendah yakni 0,0001  yang berarti 1000 orang membaca satu buku, sedangkan minat baca surat kabar hanya 5,3 juta atau 15,4 %  penduduk Jawa Barat, sedangkan indeks minat baca orang Singapura adalah 0,550 yang berarti 1000 orang membaca 550 buku.
Faturohman, Taufik dari Penerbit Geger Sunten mengatakan  lima tahun terakhir buku fiksi bahasa Sunda  yang diterbitkan semakin berkurang  dari 20 buku menjadi lima buku per tahun itupun dicetak hanya 2000 lembar dengan upah hanya Rp 1 juta- 2 juta dalam tiga tahun. Hidayat, Rahmat dari Penerbit Kiblat mencetak yang semula mencetak 3000 eksemplar kini hanya mencetak 1000 eksemplar saja karena penjualannya sangat lambat, rata-rata hanya dapat menjual 500 eksemplar per tahun. Para penerbit mengatakan bahwa keterlibatan Dinas Pendidikan Provinsi  Jawa Barat sangat kurang (Kompas 7 Januari 2008 dan 17 Maret 2009). 

 Kompetensi

Kurikulum pengajaran di sekolah telah menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai diterapkan di sekolah-sekolah tahun 2006. Dengan kurikulum ini siswa diarahkan untuk lebih aktif  dalam proses pembelajaran di kelas. (“Dina kurikulum ayeuna siswa diperedih langkung aktif dina proses pembelajaran di kelas. Jalaran kitu, buku pengajaran kedah tiasa ngahudang para siswa langkung motekar diajar sorangan”).  Pemerintah Provinsi pun melakukan Kegiatan Revitalisasi dan Pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum, MKKS, dan MGMP.
Buku yang digunakan di beberapa sekolah antara lain adalah “Nyangkem Basa Pangajaran Basa Sunda Pikeun  SMP Kelas VIII” dan “Lancar Basa Sunda Pangajaran Basa Sunda Pikeun Murid SMP/MTS (Materi sareng LKS)” . Buku tersebut sudah disesuaikan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) 2006 Pengajaran Bahasa dan Sastra Sunda. Isinya berpusat pada empat aspek ketrampilan bahasa : “ngaregepkeun, nyarita, maca jeung nulis” (memperhatikan, bercerita, membaca dan menulis).
Nilai minimal untuk Bahasa Daerah pada SMP ditetapkan dalam standar ketuntasan belajar minimal (SKBM) yang ditetapkan sekolah yaitu 6,50 sama dengan nilai untuk mata pelajaran Bahasa Inggris . Itu berarti jika siswa memperoleh nilai di bawah 6,50 maka dikategorikan belum tuntas belajar (nilai di bawah SKBM). Sedangkan SKBM untuk Bahasa Daerah pada jenjang SD adalah 6,3. Bahasa Daerah pada umumnya dimasukkan ke dalam Muatan Lokal bersama pelajaran lainnya seperti Bahasa Inggris dan Pendidikan Lingkungan Hidup.
Buku pelajaran dan LKS (lembar kerja siswa) serta alat-alat kesenian seperti gamelan masih merupakan kendala dalam pengajaran. Buku-buku masih relatif mahal dan alat-alat kesenian tidak dapat dimiliki oleh semua sekolah. Dengan demikian guru harus melakukan upaya untuk mengatasi hal tersebut misalnya dengan meminta siswa membawa alat musik tradisional seperti seruling yang terbuat dari bambu atau alat-alat musik lainnya.

Tidak ada komentar: