a. Meningkatnya Kualitas Tata Kelola
Pendidikan yang Efektif dan Berbasis Kompetensi serta Berorientasi pada
Kualitas Lulusan di Jawa Barat.
MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah)
Pemahaman
terhadap penyelenggara pendidikan tentang MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)
dibina dan dikembangkan melalui sosialisasi kepada stakeholders, bimbingan teknis bagi kepala sekolah dan komite
sekolah, pembinaan sekolah model, peningkatan pengetahuan dan kemampuan kepala
sekolah dan komite sekolah serta pembuatan petunjuk pelaksanaan. Selain itu juga
dilakukan peningkatan kualitas pendidikan melalui Program Kegiatan Fasilitasi
Pembangunan Bidang Pendidikan.
Pengadaan
Rapor
Pengadaan
buku raport pada tahun pelajaran 2009/2010 mencapai lebih dari Rp12,2 miliar
untuk menyediakan buku raport TK sebanyak 255.000 eksemplar, SD sebanyak
1.025.000 eksemplar, SMP sebanyak 700.000 eksemplar, SMA 280.000 eksemplar dan
SMK 200.000 eksemplar.
Problema
yang muncul dari pengadaan buku raport ini adalah seringkali raport tidak
tersedia tepat waktu karena alasan pengadaan yang harus melalui prosedur lelang
sementara alokasi anggaran baru diterima setelah mendekati akhir tahun. Banyak
sekolah akhirnya menggunakan LHBS (lembaran hasil belajar siswa).
Pengadaan Buku
Di
samping buku rapor Pemerintah Provinsi juga mengadakan buku SD dan SMP serta
alat peraga SMP yang dibiayai APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Buku
yang diadakan oleh Pemerintah Provinsi adalah Paket Buku Teksemplar Pelajaran
yang di-Uji-Nasionalkan (10 pelajaran) untuk Satuan Pendidikan Dasar Kelas VI
dan IX serta Pendidikan Menengah Kelas XII
Kualifikasi Guru
Tata
kelola pendidikan yang berbasis kompetensi ditandai dengan seberapa banyak Guru
pada jenjang pendidikan dasar yang memiliki kualifikasi S1. Pada SD terdapat
lebih dari 29.000 dan SMP lebih dari pada 40.000. Jumlah tersebut masih akan
terus bertambah, bahkan di antara mereka sudah memiliki tingkat pendidikan
lebih dari S1. Lebih 200 orang guru SD sudah berpendidikan S2 dan lebih dari
4000 guru SMP sudah berpendidikan pascasarjana. Pemerintah Provinsi meningkatkan
kompetensi guru dengan mengadakan Kegiatan Pelatihan Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan; Kegiatan Bimbingan Teknis Profesi
Sertifikasi Guru; Kegiatan
Pemilihan Pendidikan, Tenaga Kependidikan, Komite Sekolah dan Siswa
Berprestasi; dan Peningkatan
Kualifikasi Tenaga Guru
Tabel 4.13 Jumlah dan
Tingkat Pendidikan Guru SD dan SMP se- JawaBarat
|
SD
|
|
|
SMP
|
|
No.
|
Pendidikan
|
Jumlah
|
No.
|
Pendidikan
|
Jumlah
|
1.
|
Kurang dari SLTA
|
2.622
|
1.
|
Kurang dari SLTA
|
5.454
|
2.
|
SLTA Non Keguruan
|
11.943
|
2.
|
PGSLP/
D1
|
3.969
|
3.
|
SLTA
Keguruan
|
19.695
|
3.
|
D2
|
8.279
|
4.
|
D1
|
2.105
|
4.
|
D1
Keguruan
|
7.865
|
5.
|
D2
|
91.531
|
5.
|
D1
Non Keguruan
|
1.806
|
6.
|
D3
|
4.404
|
6.
|
Sarjana
Muda Keguruan
|
1.922
|
7.
|
S1
|
29.143
|
7.
|
Sarjana
Muda Non Keguruan
|
820
|
8.
|
S2
|
201
|
8.
|
S1 Keguruan
|
40.687
|
|
|
|
9.
|
S1 non Keguruan
|
4.505
|
|
|
|
10.
|
Pascasarjana
|
4.812
|
|
Jumlah
|
161.544
|
|
Jumlah
|
80.149
|
Sumber
:
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
Sertitifikasi
Guru
Kesejahteraan
guru merupakan hasil dari pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohaninya. Untuk
memenuhinya para guru bertumpu pada gaji, sehingga upaya memperbaiki
penghasilannya dengan memberikan tunjangan guru menjadi signifikan.
Pada
bulan Desember 2010 pemerintah mencairkan Rp 700 miliar untuk tunjangan guru
bagi 21.000 guru , tunjangan fungsional non-PNS bagi 60.000 guru se-Jawa Barat
dan tunjangan bagi guru daerah khusus bagi 1.200 guru di Garut dan Sukabumi.
Besaran uang tunjangan guru untuk golongan IV A berkisar Rp 2,3 – 2,5 juta.
Dasar dari tunjangan profesi adalah sertifikasi.
Pada
tahun 2006-2007 sekitar 9.000 guru di Jawa Barat telah memiliki sertifikat
pendidik dan berhak atas tunjangan profesi sebesar satu kali gaji. Kendati
demikian, proses pembayaran tunjangan profesi bagi guru bersertifikat masih
tersendat sebab belum semua guru memperoleh haknya.
Pada tahun 2008 sebanyak 9.566 guru di Jawa
Barat dinyatakan lulus langsung dalam proses penilaian sertifikasi 2008.
Sementara itu, 8.798 peserta lainnya diharuskan mengikuti Pendidikan Latihan
Profesi Guru (PLPG). Hal tersebut diungkapkan Humas Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI) Duta (http://www.klik-galamedia.com ,
diunduh 3 Februari 2011)
Pada tahun 2010
sebanyak 11.972 guru dinyatakan lulus sertifikasi melalui jalur portofolio dan jalur dokumen. Sedangkan untuk
tahun 2011 Provinsi Jawa Barat memperoleh
40721 jatah sertifikasi.
Kesejahteraan
guru nampaknya memiliki kaitan kuat dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Setidaknya itu dapat dilihat pada
sekolah-sekolah RSBI. Sebanyak 21 sekolah yang ada di Jawa Barat faktor
Guru menunjukkan kontribusi positif terhadap implementasi manajemen sekolah
bermutu di samping faktor dukungan masyarakat dan kurikulum (Disertasi
Sumantri, Agus, 2010), sementara
faktor-faktor yang masih masih lemah
adalah visi dan misi sekolah, lingkungan sekolah, kepemimpinan sekolah,
rancangan dan program sekolah dan
siswa/peserta didik.
Meskipun faktor
Guru menunjukkan kontribusi positif terhadap implementasi manajemen sekolah
bermutu , sayangnya Provinsi Jawa Barat masih kekurangan jumlah guru. Kabupaten
Tasikmalaya diprediksi masih akan mengalami kekurangan guru sebesar 3500 orang
pada tahun 2010 karena terjadinya pensiun guru besar-besaran. Angka itu
mencakup 39,6% dari total guru yang ada sebanyak 9.494 orang. Data di kantor
Badan Kepegawaian Pendidikan dan Latihan Daerah (BKLD) menyebutkan kekurangan
guru pada tahun 2011 akan mencapai 4700 orang. Saat ini saja kekurangan guru
diperkirakan 1200 orang. Pemkab Tasikmalaya mengusulkan pengangkaran 2992 guru
ke pemerintah pusat untuk tahun 2010 ini, sedang total pengajuan adalah 3563
orang. Kekurangan guru terjadi sebagian
di daerah terpencil karena keengganan guru bertugas di sana, Bupati mengatakan
pada tahun 2009 Pemkab mengajukan pengangkatan guru 1200 orang tetapi yang
direalisasikan hanya 200 orang saja (Tribun Jawa Barat 22 Juni 2010).
Di
Kabupaten Bandung saja terdapat sekitar 12500 orang guru honorer yang mengajar
di SD hingga SMP, 7000 orang di antaranya mengajar di sekolah swasta. Tahun ini
diharapkan ada formasi alokasi pengajar SD berlatar belakang pendidikan Diploma
hingga sarjana untuk itu Ketua PGHI (Persatuan Guru Honor Indonesia) Kabupaten
Bandung, Mulyadi menyatakan pihaknya telah melakukan pemberkasan persyaratan
CPNS terhadap sebanyak 9625 guru honorer.
Upaya
menyejahterakan Guru memang telah dilakukan Pemerintah Provinsi dalam bentuk
Bantuan keuangan Pemprov untuk Guru di daerah terpencil. Masalahnya terletak
pada berbelit-belitnya birokrasi karena untuk mencairkannya perlu rekomendasi,
proposal dan Surat Keputusan Bupati.
Di Kota
Bandung masih terjadi penurunan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) dan belum
diterimanya rapel kenaikan tunjangan beras Rp 800,00/kg sejak Januari 2009
hingga Mei 2010. Hermawan dari FAGI menghitung
jumlahnya mencapai kurang lebih Rp 544.000,00 per orang untuk 17 bulan .
Sedangkan Solikun Guru SMP Negri 42 Ciwastra
mengatakan kenaikan gaji 5% sejak Januari hingga Mei belum dibayarkan.
Karena itu Fortusis mengumpulkan orang tua siswa di kota Bandung pada tanggal
19 Mei 2010 di Gedung Indonesia Menggugat sebagai bentuk aksi solidaritas
terhadap guru akibat dipangkasnya TPP guru kota Bandung tersebut.
Di
Kabupaten Bandung 5000 orang anggota PGHI bertemu Kadisdibud Pemkab Bandung
Juhana menuntut kesejahteraan. Meski alokasi dana BOS untuk SD dan SMP pertahun
mencapai 21 milyar belum bisa memberikana kesejahteraan bagi guru honorer.
Juhana mengatakan pemanfaatan BOS berkorelasi
dengan tingkat kesejahteraan guru sangat tergantung pada kemampuan kepala
sekolah dalam mengoptimalkan dana tersebut.
Kondisi
Guru di bawah Departemen Agama ternyata tidak lebih baik, Wahyuningsih guru MTsN Cibinong kabupaten
Bogor belum memperoleh tunjangan bagi guru yang belum memperoleh sertifikasi Rp
250.000,00 per bulan sejak Januari hingga Desember 2009, sedangkan di guru-guru
di bawah Depdiknas sudah menerima.
Arip,
orangtua siswa, menyatakan bahwa ada pengaruh positif sertifikasi pada pendapatan
guru yang berujung pada perbaikan kesejahteraannya. Dia berharap kesejahteraan
guru yang membaik berdampak pula pada kualitas mengajarnya.
Perpustakaan
Pemerintah
Provinsi melakukan kegiatan yang berupa Kegiatan Pembinaan dan Pemberdayaan
Perpustakaan Sekolah dan workshop
bagi 130 kepala sekolah dan pelatihan tenaga perpustakaan bagi 208 orang.
Pemerintah
Provinsi mengelola sebuah perpustakaan tingkat Provinsi. Di samping itu ada 48
buah perpustakaan milik daerah yang memiliki tenaga pustakawan di seluruh kota
/ kabupaten di Jawa Barat. Namun peran
perpustakaan khususnya perpustakaan sekolah belum dapat diandalkan untuk
meningkatkan mutu pendidikan dasar. Kecuali di beberapa sekolah, pada umumnya
di sekolah-sekolah perpustakaan hanya seperti tempat penyimpanan buku yang
tidak menarik untuk dikunjungi dan pengelolaannya pun hanya dijadikan tugas
sampingan. Dengan kondisi seperti itu tentu saja partisipasi masyarakat sangat
diperlukan.
Sasmita
dari Rumah Baca Buku Sunda jeung Sajabana berjasa dalam memasyarakatkan minat
baca, ia mengoleksi 5000 buku Sunda dan lain-lain yang dikelolanya sendiri di
rumah. Di luar Bandung akses siswa terhadap perpustakaan sangat minim.
Buku-buku yang dikoleksi pun sangat terbatas. Di Perpustakaan Q-LAN di
Kecamatan Gunung Jati Cirebon misalnya hanya ada koleksi buku 200 buah saja.
Peningkatan kemampuan dan budaya baca dan peningkatan
kualitas pelayanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dengan
demikian berhadapan dengan kenyataan indeks minat baca masyarakat yang
sangat rendah yakni 0,0001 yang berarti
1000 orang membaca satu buku, sedangkan minat baca surat kabar hanya 5,3 juta
atau 15,4 % penduduk Jawa Barat,
sedangkan indeks minat baca orang Singapura adalah 0,550 yang berarti 1000
orang membaca 550 buku.
Faturohman,
Taufik dari Penerbit Geger Sunten mengatakan
lima tahun terakhir buku fiksi bahasa Sunda yang diterbitkan semakin berkurang dari 20 buku menjadi lima buku per tahun
itupun dicetak hanya 2000 lembar dengan upah hanya Rp 1 juta- 2 juta dalam tiga
tahun. Hidayat, Rahmat dari Penerbit Kiblat mencetak yang semula mencetak 3000
eksemplar kini hanya mencetak 1000 eksemplar saja karena penjualannya sangat
lambat, rata-rata hanya dapat menjual 500 eksemplar per tahun. Para penerbit
mengatakan bahwa keterlibatan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sangat kurang (Kompas 7 Januari
2008 dan 17 Maret 2009).
Kompetensi
Kurikulum
pengajaran di sekolah telah menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai diterapkan di
sekolah-sekolah tahun 2006. Dengan kurikulum ini siswa diarahkan untuk lebih
aktif dalam proses pembelajaran di
kelas. (“Dina kurikulum ayeuna siswa
diperedih langkung aktif dina proses pembelajaran di kelas. Jalaran kitu, buku
pengajaran kedah tiasa ngahudang para siswa langkung motekar diajar sorangan”). Pemerintah
Provinsi pun melakukan Kegiatan Revitalisasi dan Pemberdayaan Tim Pengembang
Kurikulum, MKKS, dan MGMP.
Buku yang
digunakan di beberapa sekolah antara lain adalah “Nyangkem Basa Pangajaran Basa Sunda Pikeun SMP Kelas VIII” dan “Lancar Basa Sunda Pangajaran Basa Sunda Pikeun Murid SMP/MTS (Materi
sareng LKS)” . Buku tersebut sudah disesuaikan dengan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar (SKKD) 2006 Pengajaran Bahasa dan Sastra Sunda. Isinya
berpusat pada empat aspek ketrampilan bahasa : “ngaregepkeun, nyarita, maca jeung nulis” (memperhatikan,
bercerita, membaca dan menulis).
Nilai
minimal untuk Bahasa Daerah pada SMP ditetapkan dalam standar ketuntasan
belajar minimal (SKBM) yang ditetapkan sekolah yaitu 6,50 sama dengan nilai
untuk mata pelajaran Bahasa Inggris . Itu berarti jika siswa memperoleh nilai
di bawah 6,50 maka dikategorikan belum tuntas belajar (nilai di bawah SKBM).
Sedangkan SKBM untuk Bahasa Daerah pada jenjang SD adalah 6,3. Bahasa Daerah
pada umumnya dimasukkan ke dalam Muatan Lokal bersama pelajaran lainnya seperti
Bahasa Inggris dan Pendidikan Lingkungan Hidup.
Buku pelajaran
dan LKS (lembar kerja siswa) serta alat-alat kesenian seperti gamelan masih
merupakan kendala dalam pengajaran. Buku-buku masih relatif mahal dan alat-alat
kesenian tidak dapat dimiliki oleh semua sekolah. Dengan demikian guru harus
melakukan upaya untuk mengatasi hal tersebut misalnya dengan meminta siswa
membawa alat musik tradisional seperti seruling yang terbuat dari bambu atau
alat-alat musik lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar