Rabu, 12 April 2017

Beberapa Kesimpulan Mengenai Implementasi Kebijakan Alokasi Anggaran Pendidikan

Beberapa Kesimpulan Mengenai Implementasi Kebijakan Alokasi Anggaran Pendidikan di Provinsi Jawa Barat


1. Kondisi keuangan daerah Provinsi Jawa Barat dapat dikatakan cukup baik jika diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sering dijadikan parameter otonomi daerah. PAD Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 mencapai Rp 5,564 triliun dan jika dilihat dari struktur APBD memberikan kontribusi terhadap total pendapatan daerah sebesar 70,75%. PAD tersebut berasal dari jenis pendapatan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang sah.
Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2009 yang belum diaudit BPK RI adalah sebesar Rp 7,723 triliun dan dana  bagi belanja pendidikan sebesar Rp 1,628  triliun, kurang lebih 20% dari APBD nya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Provinsi Jawa Barat sudah menjalankan otonomi daerahnya di bidang pendidikan dengan baik.
Kendatipun demikian alokasi anggaran pendidikan di Provinsi Jawa Barat sebenarnya masih lebih banyak ditopang oleh dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) yang mencapai Rp 4,5 triliun, hampir 300%  alokasi anggaran pendidikan Provinsi.
2. Kebijakan alokasi anggaran pendidikan di Provinsi Jawa Barat diarahkan untuk   menuntaskan Jawa Barat bebas buta aksara; mewujudkan Jawa Barat bebas biaya pendidikan dasar dalam rangka penuntasan wajar dikdas Sembilan tahun; mewujudkan Jawa Barat bebas putus jenjang sekolah dalam rangka pelaksanaan wajar dua belas tahun di seluruh Kabupaten/Kota; meningkatkan pengelolaan penjaminan mutu pendidikan dasar; meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan dasar; meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan Guru serta tenaga kependidikan; meningkatkan revitalisasi nilai-nilai kebudayaan dan kearifan lokal yang relevan bagi peningkatan kemajuan Jawa Barat.
Prioritas alokasi anggaran pendidikan di Provinsi Jawa Barat berada pada common goals yang pertama yaitu “peningkatan kualitas dan produktivitas SDM yang sasarannya antara lain meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pendidikan masyarakat”  dan diarahkan untuk   meningkatkan angka melek huruf , rata-rata lama sekolah dan merealisasikan “Jabar Bebas Putus Jenjang Pendidikan”.
3. Dari anggaran pendidikan Rp 1,6 triliun, belanja yang dikelola Dinas Pendidikan hanya sekitar Rp 507 miliar saja dan yang dialokasikan untuk program pendidikan dasar adalah Rp. 111,99 miliar (kurang dari 10% dari total alokasi anggaran pendidikan).
Anggaran pendidikan di Provinsi Jawa Barat diimplementasikan melalui program dan non program. Dalam program maka program dielaborasi ke dalam program bantuan maupun kegiatan baik yang berada di Dinas Pendidikan maupun di OPD lainnya. Sedangkan yang non program berada dalam wilayah diskresi Gubernur untuk mengeluarkan anggaran yang belum ditentukan programnya.
4. Hasil dari implementasi kebijakan alokasi anggaran adalah :
a. Terlaksananya  program untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan dasar, peningkatan tata kelola pendidikan yang efektif dan penguasaaan /pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bentuk  kegiatan-kegiatan yang dikategorikan ke dalam verifikasi, monitoring, evaluasi; koordinasi; workshop/semiloka; rapat-rapat koordinasi; peningkatan mutu layanan pendidikan dan bantuan.
b. Tercapainya keluaran  fisik dan non fisik serta bantuan keuangan seperti peningkatan sarana dan prasarana, Bantuan Operasional Sekolah Provinsi, bantuan pengadaan buku rapor, bantuan buku, bantuan pakaian untuk siswa, dan bantuan untuk guru.
c. Terlaksanakannya akuntabilitas karena dalam menjalankan pengendalian digunakan instrument yang dinamakan LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintahan). LAKIP yang dibuat menggambarkan input, proses, ouput, dan outcomes dari setiap kegiatan di bidang pendidikan.
5. Dampak dari implementasi Kebijakan Alokasi Anggaran Pendidikan adalah  meningkatnya mutu pendidikan dasar di Provinsi Jawa Barat sebagaimana terlihat pada Indeks Pembangunan Manusia di Bidang Pendidikan untuk tahun 2009 yang meningkat dari 80,35 pada tahun 2008 menjadi 80,58 pada tahun 2009 atau meningkat 0,23 poin meskipun belum mencapai target yang tertuang dalam RKPD yaitu sebesar 82,02 poin .  Rata-rata Lama Sekolah  mencapai 7,58 tahun berada di atas rata-rata nasional yaitu 5,7 tahun. Angka Melek Huruf (AMH) sebesar 95,60%, sehingga Angka Buta Huruf turun dari 5,33% menjadi 4,4%.

Senin, 10 April 2017

Pengembangan Alternatif Model Kebijakan Alokasi Anggaran Pendidikan






Existing Model
Dari pengamatan lapangan pada implementasi kebijakan alokasi anggaran pendidikan dasar, nampak bahwa kebijakan penganggaran disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap OPD dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Tujuan penggunaan anggaran berbasis kinerja adalah untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran ke dalam program/kegiatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model kebijakan alokasi anggaran pendidikan di Provinsi Jawa Barat adalah Model Paradigma Rasional atau Rational Paradigma (Thomas,1971:123), dengan karakteristik penganggaran program (Budgeting by Program or Performance).

Alternatif Model
Strategi yang digunakan untuk model alternative adalah bahwa kebijakan alokasi anggaran pendidikan harus dapat : (1) Mendorong tingkat  pendidikan masyarakat  (melalui implementasi kebijakan di bidang ketenagaan, pembiayaan, sarana dana prasarana, partisipasi masyarakat) ; dan (2) Menjadikan masyarakat Jawa Barat yang berbudiperkerti luhur serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (melalui implementasi kebijakan di bidang kurikulum).
Sasaran yang ingin dicapai dengan strategi tersebut  adalah : (1) Meningkatnya akses dan mutu pendidikan terutama untuk penuntasan wajib belajar Sembilan tahun dan pencanangan wajib belajar 12 tahun bagi anak usia sekolah; (2) Meningkatnya kesadaran akan perbedaan, toleransi dan kerjasama antar umat beragama; (3) Meningkatnya implementasi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal; (4) Meningkatnya sikap saling menghargai dan menghormati berbagai komunitas budaya.
Alternatif model mengadopsi kerangka manajemen stratejik, pertama, melakukan environmental scanning (analisis lingkungan) yang terdiri dari analisis lingkungan eksternal (ALE) dan analisis lingkungan internal (ALI). Kedua, strategy formulation (perumusan strategi) yaitu kegiatan perumusan misi, menentukan tujuan, membuat prioritas, membuat strategi, dan  membuat kebijakan. Ketiga, strategy implementation (menjalankan strategi yang telah dibuat) yaitu menyusun program, menganggarkan, serta membuat prosedur. Keempat, evaluaton and control (evaluasi dan pengawasan) yaitu kegiatan monitoring terhadap kinerja organisasi kemudian melakukan koreksi yang diperlukan.


   













 










Senin, 03 April 2017

Konstelasi Model Implementasi Kebijakan Alokasi Anggaran Pendidikan



Konstelasi Model Implementasi Kebijakan Alokasi Anggaran Pendidikan di Jawa Barat


1.      Prioritas yang Perlu Dibenahi

Agar alternatif model yang dibuat dapat menjadi model yang efektif maka sedapat mungkin terhindar dari kelemahan dan dapat memanfaatkan potensi yang dimili untuk menjawab tantangan dan menghadapi ancaman. Berdasarkan alasan itu maka dibuatlah prioritas berikut ini yang harus untuk dibenahi dan diutamakan dalam pengalokasian anggaran pendidikan berbasis kearifan lokal di Provinsi Jawa Barat.
Prioritas diberikan pada :
a.                   Peningkatan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pendidikan
b.                  Pemenuhi kekurangan guru baik segi kuantitas maupun kualitasnya pada setiap daerah, khususnya daerah-daerah terpencil .
c.                   Peningkatan profesionalisme guru maupun tenaga kependidikan maupun profesionalisme pengelolaan pendidikan.
d.                  Pemanfaatan media teknologi modern pada fungsi pendidikan
e.                   Pemberian bantuan biaya pendidikan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah atau miskin terutama yang berada di desa-desa tertinggal. Secara lebih spesifik adalah anak-anak petani, nelayan, dan buruh.
f.                   Peningkatan relevansi pendidikan dengan tiga  hal : pertama, falsafah yang melandasi masyarakat Jawa Barat yaitu falsafah silih asuh, silih asih, dan silih asah. Kedua, potensi religiusitas masyarakat berkontribusi pada usaha keras dalam mencerdaskan dirinya dan berkompetensi untuk mendapatkan ilmu pengetahauan. Ketiga, tersedianya dunia industri dan dunia usaha yang bisa mendukung kegiatan pembangunan pendidikan di Jawa Barat.

2.            Pengembangan Visi dan Misi Implementasi Kebijakan pada Tingkatan Pemerintah Provinsi 

Visi yang ditawarkan dalam model ini adalah : “Pendidikan  dasar berbasis kearifan lokal,  dikelola secara profesional dan  bermutu global”.
Misi  yang harus dijalankan Pemerintah Provinsi untuk mencapai visi tersebut adalah :
a.       Mengatasi kekurangan sumberdaya : keterbatasan sarana, prasana dan guru serta tenaga kependidikan khususnya di daerah terpencil
b.      Memberikan bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat yang berpendapatan per kapita rendah terutama masyarakat miskin yang berada di desa-desa tertinggal.
c.       Meningkatkan dan membudayakan  profesionalisme baik di kalangan guru maupun para tenaga kependidikan lainnya.
d.      Menyediakan dan memanfaatkan media teknologi modern untuk fungsi pendidikan.
e.       Meningkatkan relevansi pendidikan dengan pemenuhan kebutuhan bagi keberlangsungan kehidupan, dengan mengaitkannya pada falsafah hidup dan potensi masyarat Jawa Barat serta dunia industri.

3.            Asumsi-asumsi untuk Model

Asumsi, anggapan dasar atau postulat  menurut Surakhmad (1985 :107) adalah suatu titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh peneliti.
Asumsi-asumsi yang digunakan untuk model alternatif adalah sebagai berikut :
a.                   Pendidikan dasar berbasis kearifan lokal, yang dikelola secara profesional dan bermutu global memerlukan kepemimpinan transformasional.
b.                  Kebijakan alokasi anggaran pendidikan dasar memberikan prioritas pada (1) peningkatan sarana, prasana dan tenaga kependidikan khususnya di daerah terpencil,  (2) pemberian  bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat yang berpendapatan perkapita rendah terutama masyarakat miskin, (3) peningkatan profesionalisme baik di kalangan guru maupun para tenaga kependidikan lainnya, (4) penyediaan dan pemanfaatan media teknologi modern untuk fungsi pendidikan, dan (5)  peningkatan relevansi pendidikan dengan pemenuhan kebutuhan bagi keberlangsungan kehidupan,  yang berbasis pada  falsafah hidup dan potensi masyarat Jawa Barat serta dunia industri.
c.                   Alokasi anggaran pendidikan dasar memerlukan strategi implementasi kebijakan dalam bidang kurikulum, ketenagaan, pembiayaan, sarana dan prasarana, serta peningkatan partisipasi masyarakat
d.                  Implementasi kebijakan alokasi anggaran pendidikan dasar akan meningkatkan Angka Melek Huruf,  dan meningkatkan Rata-rata Lama Sekolah
e.                   Meningkatnya Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah akan meningkatkan mutu pendidikan di Provinsi Jawa Barat.
f.                   Mutu pendidikan dasar merupakan konsep yang mengaitkan Indeks Pendidikan masyarakat Jawa Barat dengan budi perkerti luhur serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Senin, 27 Maret 2017

Faktor Internal dan Eksternal Pendidikan



A.  Faktor Internal dan Eksternal Pendidikan di Provinsi Jawa Barat


Model Manajemen Strategis (Hunger & Wheelen, 2003: 109) mengandaikan adanya  environmental scanning (analisis lingkungan) yang terdiri dari analisis lingkungan eksternal (ALE) dan analisis lingkungan internal (ALI). Dalam menentukan faktor internal dan eksternal pendidikan ini temuan di lapangan dipadukan dengan Rencana  Pembangunan Pendidikan Regional Makro  Pendidikan Jawa Barat Bab 3 yang menyangkut Kekuatan, Kendala, Tantangan dan Peluang Pembangunan Pendidikan. Beberapa pandangan yang relevan dipertahankan dan beberapa yang tidak relevan dihilangkan, sebagian lainnya diubah karena sudah terjadi perubahan  seperti sentralisasi pendidikan yang semakin berkurang dan Undang-undang  Sistem Pendidikan Nasional Nomor  2 Tahun 1989 yang telah diganti dengan Undang-undang  Sistem Pendidikan Nasional  Nomor  20 Tahun 2003, meskipun telah ada wacana untuk melakukan revisi terhadap UU No. 20 Tahun 2003 tersebut.

1.      Faktor Internal : Potensi (Kekuatan) dan Peluang

a.      Kekuatan

1)      Masyarakat Jawa Barat memiliki falsafah yang melandasi masyarakat Jawa Barat yaitu falsafah silih asuh, silih asih, dan silih asah. Suatu filosofi yang mengajarkan manusia untuk saling mengasuh yang dilandasai sikap saling mengasihi dan saling berbagi pengetahuan (pengalaman), suatu konsep kehidupan demokratis yang berakar pada kesadaran dan keluhuran akal budi.
2)      Potensi religiusitas masyarakat berkontribusi pada usaha keras dalam mencerdaskan dirinya dan berkompetensi untuk mencapatkan ilmu pengetahuan. Berdasarkan nilai-nilai agama Islam masyarakat memiliki etos dan semangat tinggi untuk memberantas kebodohan dan setinggi mungkin memasuki jenjang pendidikan.
3)      Adanya arahan pembangunan pendidikan yang jelas baik tingkat nasional maupun tingkat provinsi (RPJPD).
4)      Adanya  pijakan hukum dalam bentuk peraturan daerah yang menaungi pelaksanaan pendidikan di Jawa Barat.

b.       Peluang

1)      Industrialisasi yang terus berlangsung di Indonesia pada era  perdagangan bebas, menuntut peningkatan kualitas pendidikan pada setiap jenjang dan jenis, baik sekolah negeri maupun swasta. Peningkatan kualitas ini meliputi pengetahuan keahlian dan kepribadian peserta didik serta tenaga kepentidikan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat juga menuntut efektivitas dan efisiensi pelaksanaan sistem serta aktivitas pendidikan, penelitian dan penerapan pengetahuan dan teknologi.
2)      Adanya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan peluang untuk menyusun strategi baru yang lebih akurat (berwawasan masa depan).
3)      Diberlakukannya otonomi daerah merupakan peluang untuk menata sistem pendidikan yang lebih akomodatif terhadap tuntutan kebutuhan pembangunan di daerah yang berwawasan lingkungan dan budaya setempat.
4)      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi menjadi peluang munculnya model pembelajaran jarak jauh yang berwawasan global.
5)      Tingginya minat dan partisipasi  masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
6)      Banyaknya lembaga pendidikan yang bermutu serta memiliki standar yang baik.
7)      Tersedianya dunia industri dan dunia usaha yang bisa mendukung kegiatan pembangunan pendidikan di Jawa Barat.
8)      Tersedianya sumber daya  (man, money, material) yang mencukupi.

2.            Faktor Eksternal : Kendala dan Tantangan

a.      Kendala

1)   Keterbatasan sarana, ketenagaan dalam penyelenggaraan pendidikan. Di samping itu rendahnya pendapatan perkapita masyarakat, terutama masyarakat miskin yang berada di desa-desa tertinggal. Akibatnya kelompok tersebut secara umum berpendidikan rendah.
2)   Anggapan ketidakpastian perolehan pekerjaan bagi lulusan SLTP dan SLTA dan relatif tingginya tingkat pengangguran terdidik di masyarakat dapat mengurangi semangat dan partisipasi masyarakat dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
3)   Relevansi pendidikan dengan kebutuhan ketenagakerjaan masih rendah sehingga lulusan pendidikan belum siap kerja (baru siap latih) dan menimbulkan masalah pengangguran.
4)   Keadaan geografis dan penyebaran penduduk yang tidak merata, kekurangan jumlah guru pada setiap daerah, khususnya daerah-daerah terpencil, di samping mutu yang rendah serta sarana pendidikan yang terbatas.
5)   Dampak negatif teknologi komunikasi merupakan masalah pendidikan keluarga sehingga perlu keseriusan untuk diantisipasi bagi penyelamatan generasi mendatang.
6)   Masuknya dunia usaha swasta dalam penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada mencari keuntungan semata dapat menjadi kendala bagi peningkatan kualitas lulusan.
7)   Krisis moneter berkepanjangan yang dialami Indonesia menyebabkan meningkatnya angka putus sekolah dan angka pengangguran.

b.      Tantangan

1)      Posisi Jawa Barat yang berdampingan dengan Ibu Kota dan strategis dalam upaya pengembangan kawasan industri menuntut pengembangan berbagai keahlian dan kejuruan yang mampu bersaing secara global disertai minat yang tinggi untuk melanjutkan pendidikan pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
2)      Kecenderungan umum masyarakat menunjukkan adanya perubahan cara berpikir yang memandang pendidikan sebagai langkah menyiapkan peserta didik secara utuh baik dari aspek pengetahuan, sikap, minat dan ketrampilan secara fungsional bagi kehidupan pribadi, warga Negara dan warga masyarakat. Pendidikan juga harus mampu mengembangkan kebudayaan masyarakat Jawa Barat sebagai perwujudan sasaran manusia Indonesia seutuhnya.
3)      Bahwa sistem pendidikan yang diatur oleh Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 belum mampu memenuhi tuntutan amanah UUD 1945 dan aspirasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan.
4)      Kecenderungan umum pemanfaatan media teknologi modern masih rendah, terbatas pada fungsi hiburan atau belum mengarah pada fungsi pendidikan.
5)      Sikap profesional kependidikan yang belum membudaya secara mapan dan merata, baik di kalangan guru maupun para tenaga kependidikan lainnya.

B.     Rasionalitas dan Urgensi Pengembangan Alternatif Model Strategi 

Setelah melihat gambaran kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan atau ancaman yang mungkin ditemui  maka nampaklah rasionalitas dan urgensi pengembangan alternatif model implementasi alokasi anggaran pendidikan, yaitu  bagaimana alternatif model di satu sisi memelihara kekuatan yang dimiliki dan bahkan mengembangkannya dan  menghilangkan atau minimal mengurangi kelemahan; di sisi lain mampu memanfaatkan peluang dan menjawab tantangan dan menghilangkan ancaman.