Senin, 27 Mei 2013

Filafat Pendidikan Drijarkara



MANAJEMEN PENDIDIKAN NILAI DI PERSEKOLAHAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Krisis financial global yang melanda Amerika Serikat telah menjalar ke seluruh dunia ditandai dengan berjatuhannya bursa global (Kompas, November 2008) : Dow Jones, Nasdaq, NYSE Comp, dan S&P (New York); IPC (Mexico City); Bovespa (Sao Paulo); Merval (Buenos Aires); ISEQ (Dublin); FTSE 100 (London); CAC40 (Paris); BEL-20 (Brussels); AEX (Amsterdam); Xetra DAX (Frankfurt); ATX (Vienna); Swiss Mkt (Zurich); ASE (Athena); IMKB-100 (Istambul); RTS (Rusia); TASI (Arab Saudi); Sensitive (Mumbai); Kospi (Seoul); Nikkei 225 (Tokyo); Composite dan B Share (Shanghai); Hang Seng (Hongkong); Weighted (Taiwan); PSE (Manila); SET (Bangkok); KLCI (Kuala Lumpur); Straits Times (Singapura); dan IHSG (Jakarta). Krisis financial di bursa global tersebut telah menimbulkan kesulitan bagi administrasi pemerintahan nasional di hampir semua Negara di dunia.
Implikasi krisis tersebut bagi dunia pendidikan akan memiliki dampak jangka panjang yang belum bisa diketahui ujungnya. Industri dan perdagangan terkena imbasnya, beberapa usaha ditutup dan karyawannya diberhentikan. Negara mengeluarkan anggaran besar untuk menyelamatkan sector ekonomi yang terpuruk. Dalam kondisi demikian anggaran pendidikan biasanya menjadi korban. Di Jerman misalnya, biaya pendidikan tinggi yang sebelumnya ditanggung Negara mulai saat ini dibebankan kepada mahasiswa sebesar Rp 7,5 juta per semester (Kompas, November 2008).
Di luar masalah yang terukur seperti biaya dan anggaran pendidikan, ada masalah krusial yang perlu mendapat perhatian serius yaitu masalah yang berkenaan dengan nilai. Sebagaimana disinyalir oleh banyak tokoh dan pakar kependidikan maupun non kependidikan, krisis globalisasi hanya mungkin dihadapi apabila suatu bangsa memiliki jatidiri kebangsaan. Bangsa kita ditengarai sedang mengalami krisis berkenaan dengan nilai-nilai filosofis dan ideologisnya sehingga menyebabkan kegamangan dalam menghadapi krisis global dewasa ini. Dengan demikian menjadi penting bagi kita untuk memperkuat pendidikan nilai di persekolahan yang dikelola dengan prinsip-prinsip manajemen yang baik.

B. Pemecahan Masalah
Dalam makalah ini penulis mencoba menguraikan pendidikan nilai di persekolahan yang mengacu pada filsafat pendidikan Drijarkara sebagai jawaban terhadap krisis globalisasi dewasa ini. Agar pendidikan nilai itu berjalan efektif diperlukan administrasi pendidikan yang baik yang dilaksanakan dengan manajemen system yang menekankan keseluruhan dimensi filsafat sistem . Adapun lima dimensi filsafat system : identifikasi nilai yang cocok, membuat keputusan yang optimal, mengusahakan fleksibilitas organisasi, mengembangkan sikap integrative dan memelihara kelangsungan hidup system (Shrode & Voich, 1974).

BAB II
MANAJEMEN PENDIDIKAN NILAI DI PERSEKOLAHAN BERDASARKAN
FILSAFAT PENDIDIKAN DRIYARKARA

A. Manajemen Pendidikan Nilai di Persekolahan

1. Pendidikan Nilai di Persekolahan

a. Pendidikan
Pendidikan sebagai suatu jenis aktifitas manusia tidak dapat dilepaskan dari tujuan yang hendak dicapai. Plato dan Aristoteles menekankan pentingnya proses ‘memanusiakan manusa’. Langeveld menekankan tujuan kedewasaan dan kemandirian. Tolman menekankan totalitas kepribadian. Encyclopedia Americana menekankan pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Sedangkan Kohnstamm dan Gunning menekankan hati nurani.
b. Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga bagi kemanusiaan dan kehidupan. Nilai (Phenix, 1964:28) dikategorikan dalam enam bidang : simbolik (bahasa, matematika, simbolik), empiric (ilmu alam, ilmu hayat, psikologi, ilmu social), estetik (music, seni lukis, seni gerak dan sastra), synoetik (filsafat, psikologi, sastra, agama), etik (moral, etika), synoptik ( sejarah, religi, filsafat).

c. Pendidikan Nilai
Jika esensi manusia ada dalam dunia makna, maka tujuan yang tepat dari pendidikan adalah mempromosikan pertumbuhan nilai. Untuk mencapai tujuan ini, pendidik perlu memahami bermacam-macam nilai/makna yang efektif dalam perkembangan peradaban dan menyusun kurikulum penjelasan yang berbasis nilai. Makna-makna tersebut menunjukkan hubungan yang erat antara (1) pendidikan, (2) sifat manusia, dan (3) disiplin ilmu. Sehingga pandangan tentang manusia sebagai a rational animal perlu dimodifikasi menjadi animal that can have meaning. Makna-makna itulah yang harus termuat dalam pendidikan yang hendak menguatkan jatidiri bangsa melalui penanaman jiwa kebangsaan.

d. Pendidikan Nilai di Persekolahan
Pendidikan nilai menurut Draper merupakan ‘education that everyone have for satisfactory and efficient living, regardless of what one plans make life work’ diarahkan pada pendidikan kepribadian dan pemanusiaan manusia. Karenanya menurut Sumaatmadja (2002:108) pendidikan nilai menguatkan pembentukan jatidiri manusia sebagai individu, makhluk social, bagian dari alam dan makhluk ciptaan al-Khalik yang senantiasa harus beriman dan bertakwa kepadaNya.

2. Manajemen Pendidikan

a. Manajemen
Silalahi mengartikan manajemen sebagai aktivitas pendayagunaan sumber daya manusia dan material dalam suatu kerjasama organisasional melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Bittle (1978) menjelaskan konsep dasar praktek manajemen sebagai berikut:
• Management is getting things done through other people
• Management is partly an art and partly a science
• Management is an academic and professional discipline
• Management is a collective noun used to refer to the entire management group of an organization
• Management is the performance of the critical functions essential to the success of an organization
Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa pengertian manajemen mengandung berbagai aspek dan karakteristik : sebagai proses, sebagai suatu fungsi, sebagai kolektifitas orang-orang, sebagai suatu system, sebagai ilmu, sebagai seni, dan sebagai suatu profesi.

b. Manajemen ilmiah
Manajemen ilmiah dikemukakan oleh Frederick W. Taylor sebagai upaya terbaik dalam menjalankan suatu operasi, yang merupakan tanggungjawab pemimpin dengan menggunakan teknik ilmiah. Manajemen ilmiah mencari pengurangan kerugian, standarisasi proses, perbaikan teknik dan mencari cara kerja yang paling cocok bagi karyawan. Di dalam industry itu berarti peningkatan produktifitas dan di dunia pemerintahan ditandai dengan pengurangan pajak dan peningkatan pelayanan.

c. Perkembangan manajemen
Perkembangan ilmu manajemen tidak dapat dilepaskan dari PD II ketika Inggris dan AS melakukan operational research. Pada tahun 1953 berdiri Institute of Management Sciences yang mengkaji perencanaan public, system informasi, manajemen operasi, pemasaran, keuangan dan research and development (litbang). Pada tahun 1970 manajemen mulai berkembang di sector public dan swasta. Kemajuan di bidang computer mendukung dan menyebabkan penggunaan sejumlah besar data empiris untuk diaplikasikan di berbagai bidang seperti perilaku konsumen, disain dan perencanaan organisasi.

d. Administrasi, manajemen dan organisasi (Seligman, 1957)
• Administrasi menentukan kebijakan suatu organisasi atau perusahaan, mengkoordinasikan keuangan, produksi dan distribusi, menetapkan langkah-langkah umum untuk dilaksanakan.
• Manajemen melakukan pelaksanaan kebijakan dalam batas yang sudah ditentukan administrasi dengan merencanakan metode dan memperbaiki proses.
• Organisasi merupakan alat manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan organisasi.

e. Pandangan Great Britain Institutional Service (GBIS)
Berkaitan dengan administrasi modern, GBIS menyatakan bahwa manajemen telah menjadi suatu profesi, menyentuh semua ilmu dari kimia, mekanika, sampai psikologi dan kedokteran. Manajemen telah memperkerjakan banyak pengacara, dokter, akuntan dan seniman. Banyak dari mereka memainkan perannya dalam administrasi public dan banyak yang lain pada pekerjaan yang sangat terspesialisasi.

f. Manajemen Pendidikan Nilai
Dalam manajemen pendidikan semua factor input (man, material, money, machine) didayagunakan melalui proses transformasi (planning, organizing, actuating dan controlling) untuk menghasilkan output dan outcome yang berkualitas dan memuaskan baik itu peserta didik, orang tua, masyarakat, lingkungan dan Negara. Output merupakan hasil dari kurikulum, sedangkan outcome berasal dari hidden curriculum. Prosesnya dapat pada gambar berikut :



B. Filsafat Pendidikan Driyarkara

1. Filsafat Pendidikan

a. Filsafat
• Problema filsafat adalah problema kehidupan, yakni problema yang terjadi pada seseorang pada suatu waktu.
• Filsafat dengan kerjasama dengan ilmu memainkan peran yang sangat penting untuk membimbing kita pada keinginan-keinginan dan aspirasi kita.
• Filsafat dimiliki semua orang meskipun mungkin tidak disadarinya; berasal dari bahasa Yunani : philos (cinta) dan Sophia (kebijaksanaan) berarti cinta pada kebijaksanaan.
• Metoda dasar dalam penyelidikan filsafat adalah dialektika, yaitu perkembangan pikiran dengan jalan mempertemukan ide-ide. Berpikir dialektik berarti berusaha untuk mengembangkan suatu cara argumentasi di mana implikasi bermacam-macam posisi dapat diketahui dan dihadapkan satu dengan lainnya.
• Cabang-cabang tradisional filsafat menurut Titus et.al (1984:25) : logika (pengkajian sistematis tentang peraturan-peraturan untuk menggunakan sebab-sebab secara benar untuk membedakan argument yang baik dari argument yang tidak baik); metafisika (membicarakan watak-watak sesungguhnya/ultimate dari benda-benda atau realitas yang berada di belakang pengalaman langsung): epistemology (filsafat yang mempelajari sumber-sumber, watak dan kebenaran /validitas kebenaran); dan etika (membicarakan moralitas : etika deskriptif, etika normative dan metaetika).
• Faidah-faidah filsafat: menjajagi kemungkinan adanya pemecahan terhadap problema filsafat; ide-ide filsafat membentuk pengalaman-pengalaman kita; memperluas bidang-bidang kesadaran kita agar dapat menjadi lebih hidup, lebih dapat membedakan, lebih kritis dan lebih pandai.

b. Filsafat Pendidikan
Sosok pendidikan yang dapat kita kenali dalam kehidupan manusia dapat dibedakan dalam dua macam (Mudyahardjo, 2002:5) : (1) praktek pendidikan dan (2) ilmu pendidikan sebaga salah satu bentuk teori pendidikan.
Karenanya filsafat pendidikan pun dapat dibedakan menjadi dua macam: (1) filsafat praktek pendidikan dan (2) filsafat ilmu pendidikan.

(1) Filsafat praktek pendidikan adalah analisis kritis dan kemprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Filsafat praktek pendidikan dibedakan menjadi dua :
1. filsafat proses pendidikan (biasa disebut filsafat pendidikan):
yang merupakan analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya kegiatan pendidikan dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Masalah pokok yang dibahas ada tiga : (1) apakah sebenarnya pendidikan itu, (2) apakah tujuan pendidikan irusebenarnya dan (3) dengan cara apakah tujuan pendidikan dapat dicapai (Henderson : 1959:237)
2. filsafat social pendidikan merupakan pembahasan hubungan antara penataan masyarakat manusia dengan pendidikan ( Moore). Dengan demikian merupakan analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dalam mewujudkan tatanan masyarakat idaman. Tiga masalah poko yang dibahas adalah : (1) hakikat kesamaan manusia dan pendidikan (2) hakikat kemerdekaan dan pendidikan dan (3) hakikat demokrasi dan pendidikan.

(2) Filsafat ilmu pendidikan (Smith) masih dalam tahap permulaan yang diawali dengan analisis kritis terhadap konsep-konsep psikologi pendidikan seperti teori belajar S-R, pengukuran pendidikan, prosedur-prosedur sistematis tentang penyusunan kurikulum dan sebagainya.
Masalah-masalah filsafat ilmu mencakup : (1) struktur ilmu,yang meliputi metode dan bentuk pengetahuan ilmiah dan (2) kegunaan ilmu bagi kepentingan praktis dan pengetahuan praktis tentang kenyataan.
Obyek filsafat ilmu pendidikan ada empat : (1) ontology yaitu hakikat substansi dan pola organisasi ilmu pendidikan, (2) epistemology yaitu hakikat obyek formal dan material ilmu pendidikan , (3) metodolog yaitu hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan, dan (4) aksiologi yaitu hakikat nilai kegunaan teoretis dan praktis ilmu pendidikan.

2. Filsafat Pendidikan Drijarkara

a. Mengenal Drijarkara
Nicolaus Drijarkara dilahirkan di Purworejo, 13 Juni 1913 dan meninggal dunia 11 Pebruari 1967, adalah seorang Pater yang pada tahun 1952 memperoleh gelar Doktor dalam bidang ilmu filsafat di Roma dengan cum laude. Disertasinya mengenai ahli filsafat Perancis Nicolas Malebranche (1638-1715). Tahun 1963-1964 menjadi guru besar tamu si St.Louis University, Amerika Serikat . Kedudukan terakhir sebagai guru besar filsafat Fakultas Psikologi Universitas Indonesia; Rektor IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta; gurubesar Universitas Hasanuddin, Makasar dan anggota MPRS RI. Ahli filsafat Indonesia terkenal, cendikiawan yang bersahaja hidup dan sikap pergaulannya. Pejuang hak-hak asasi manusia, gigih mendalami member arti dan menyearluaskan Pancasila. Di masa permulaan aksi-aksi demonstrasi para pelajar dan mahasiswa, dia membela kegiatan mereka sebagai suatu hak asasi manusia dan berlandaskan UUD 1945 sebagai suatu penjelmaan kritik masyarakat terhadap penguasa. Pengetahuannya tentang sastra suluk klasik Jawa luas dengan pengertiannya yang mendalam. Seorang pemikir zaman baru bangsa Indonesia (Ensiklopedi Umum 1973:352).

b. Filsafat Pendidikan Driyarkara
Menurut Drijarkara pendidikan harus dimulai dari niat untuk membuat manusia muda menjadi manusia (pemanusiaan manusia). Niat itu harus didasari rasa cinta. Cinta pada manusia muda ditujukan agar manusia muda tersebut menjadi setara sehingga terjadi pertemuan antara dua pribadi yang sama derajatnya.
Upaya pendidikan adalah “homonisasi dan humanisasi”. Homonisasi berarti membuat manusia menjadi manusia minimalis, artinya suatu ukuran relative yang menyebabkan manusia berperilaku sebagai manusia. Humanisasi membuat manusia berkembang melebihi taraf manusia minimalis, membuat manusia lebih meningkat derajatnya (memanusiakan manusia). Humanisasi membuat manusia berbudaya, mengembangkan teknologi, menciptakan seni dan berperadaban.
Proses homonisasi dan humanisasi dimulai dari dua manusia lawan jenis yang berinteraksi komplementer (co-principe) dalam keluarga. Ketika keluarga itu memiliki seorang anak, terjadi proses untuk mengembangkan anak menjadi manusia yang setara, dengan mengajak anak tersebut berpartisipasi dalam keluarga. Ketika anak menjadi individu yang bisa berposisi dalam kapasitas saling menghormati dengan orang tuanya, mandiri dalam membuat keputusan, menentukan hidupnya sendiri, maka itu akibat adalah dari upaya mendidik.
• Ontologis : pendidikan adalah homonisasi dan humanisasi
• Epistemologis : idealisme (kesetaraan); humanisme (self determination); etika (persemaan derajat); estetika (seni, budaya); realisme, pragmatism (teknologi, peradaban); metodologi (pengembangan dan partisipasi, dialogis); fenomenologis (proses pendidikan informal dalam keluarga)
• Axiologis : anak berkembang, partisipasi, saling menghormati, mandiri dalam membuat keputusan, menentukan hidupnya sendiri
• Metafisika : niat mendidik harus didasari rasa cinta

C. Implikasi Filsafat Pendidikan Driyarkara pada Manajemen Persekolahan

1. Filosofis
Rasyidin (2002) mengutip pandangan Al Syaibani, Butler, Henderson dan Dewey mengatakan bahwa suatu falsafah pendidikan, agar bisa diterapkan ke dalam praktek pendidikan nasional haruslah berisi perangkat masalah normative yang memerlukan jawaban teori sisntesis-preskriptif umumnya tentang :
a. Apa dan bagaimana konsep pendidikan ? (What education is, and should be ?)
b. Apa sebab anak manusia harus dididik ? (Who shall be the educand, to be educated?)
c. Kemana seharusnya arah dan tujuan pendidikan (Why aims, goals and objectives?)
d. Bagaimana sebaiknya kegiatan dan isi pendidikan (the educative process), termasuk kurikulum, dilakukan, dipelihara, dikembangkan ?
e. Apa dan bagaimana saya sebaiknya mendidik dan mengajar agar di satu sisi, pihak terdidik beroleh inspirasi dari studi dan sekolahnya, di sisi lain saya tidak mengemban amanah khusus tugas pendidikan bagi anak/rombongan ini ? (God speed, what and how should I do, to educate whom, teach what and when ?)

2. Teoretis
Filsafat pendidikan dipandang sebagai suatu proses berpikir dan sebagai hasil berpikir. Karenanya filsafat pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpikir reflektif sistematis dan kritis kontemplatif untuk menghasilkan system pikiran atau system teori tentang hakikat pendidikan secara komprehensif (Syarifudin & Kurniasih, 2008:37).
Dua konotasi teori : (1) teori sebagai dugaan atau penjelasan yang ditawarkan yang berstatus konjektural (menduga) yang seringkali disamakan dengan hipotesis yaitu gagasan atau opini yang belum teruji. (2) teori sebagai seperangkat prinsip atau aturan bertindak digunakan untuk menjelaskan berdasarkan fakta yang diketahui atau fenomena (Shrode & Voich, 1974).
Membangun teori melibatkan sintesis dari prinsip-prinsip atau proposisi yang saling berhubungan ke dalam kerangka deduktif. Elemen teori : axioma (elemen teori yang self evident dan universal) dan theorema ( dideduksi dari axioma karena validitasnya).
Robert Dubin mengatakan proses membangun teori merupakan kombinasi deskripsi ( jawaban atas pertanyaan berbagai fenomena) dan riset ( uji terhadap prediksi).

Sebagai hasil hasil berpikir, filsafat pendidikan adalah sekelompok teori atau system pikiran tentang hakikat pendidikan. Filsafat pendidikan berupa system system teori atau system pikiran mengenai hakikat pendidikan sudah tergelar dalam kebudayaan, yang bisa kita telusuri pada “Republic” (Plato), “Introduction to Philosophy of Education” (Stella van Petten Henderson), “Emile” (J.J. Rousseau) dan “Democracy and Education” (John Dewey).

3. Praktis
Pemikiran filosofis dan teoretis Drijarkara tersebut apabila diterapkan dalam praktek pendidikan memerlukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Konsep pendidikan adalah homonisasi dan humanisasi, artinya di samping menjadikan manusia sebagai manusia juga harus meningkatkan kemanusiaan tersebut ke tingkat peradaban tinggi melalui kebudayaan.
b. Manusia harus dididik dalam mencapai kesetaraan dengan orang lain sehingga terjadi pertemuan antara dua pribadi yang sama derajatnya.
c. Tujuan pendidikan menjadikan manusia yang memiliki kesetaraan, partisipatif, saling menghormati, mandiri dan menentukan diri sendiri (self determination).
d. Kegiatan pendidikan terutama adalah oleh orangtua dalam keluarga (informal), jika dilakukan dalam pendidikan formal (sekolah) maka kurikulum yang diperlukan adalah : pengembangan religiositas, etika, estetika, psikomotorik (seni, ketrampilan), demokrasi.
e. Pendidik menjadikan pendidikan sebagai proses ibadah dengan niat yang tulus dan cinta pada anak didik, menghormati peserta didik dalam kesetaraan kemanusiaan.
4. Manajeman pendidikan
Pendidikan di persekolahan hendaknya menjalankan Management by System (MBS) yang berhubungan dengan lima dimensi filsafat system : identifikasi nilai yang cocok, membuat keputusan yang optimal, mengusahakan fleksibilitas organisasi, mengembangkan sikap integrative dan memelihara kelangsungan hidup system. MBS merupakan sintesis dari berbagai jenis manajemen (Shrode & Voich, 1974) , yaitu :
a. Management by Objectives (MBO) yang menekankan dimensi nilai tujuan di mana para manajer bekerjasama membuat tujuan dan melakukan evaluasi akan hasil yang dicapai.
b. Management by Techniques (MBT) yang menekankan dimensi keputusan yang optimal dengan pendekatan ilmiah untuk memecahkan masalah manajerial.
c. Management by Structure (MBSt) yang menekankan fleksibilitas organisasi dengan aplikasi diferensiasi multidimensi, spesialisasi tugas, koordinasi dan integrasi serta fleksibilitas pelaksanan tugas.
d. Management by People (MBP) yang menekankan sikap integrative dengan pendekatan pertumbuhan personal, kolaborasi dan perubahan. Pengembangan individu, kelompok dan organisasi melalui Pengembangan Organisasi.
e. Management by Information (MBI) menekankan kelangsungan hidup organisasi melalui disain dan penggunaan system komprehensif system informasi dan komunikasi serta pemanfaatan SIM (system informasi manajemen).

Berkaitan dengan konsep pendidikan Drijarkara yang sarat nilai baik pada proses maupun tujuannya kiranya perlu ditekankan di sini mengenai membangun sikap integrative dalam lembaga persekolahan sebagai berikut :
a. Menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut :
• Tujuan-tujuan individu, kelompok dan organisasi bersifat interdependen.
• Pekerjaan dilaksanakan melalui proses-proses kelompok.
• Manusia matang secara psikologis
b. Hubungan antara tujuan dan motivasi melibatkan interaksi antara tujuan organisasi dan nilai kemanusian dan lingkungan serta kebutuhan individu.
c. Peran dinamika kelompok : kepaduan dan komunikasi adalah atribut fundamental, pembuatan keputusan kelompok memainkan peran penting resolusi konflik dan perbaikan kinerja.
d. Hubungan antara pemimpin dan partisipan memperhatikan bawaan manusia, penggunaan pengaruh, kekuasaan dan kewenangan; bawaan kepemimpinan; dan karakteristik sikap integrative.

BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
1. Di luar masalah yang terukur seperti biaya dan anggaran pendidikan, ada masalah krusial yang perlu mendapat perhatian serius yaitu masalah yang berkenaan dengan nilai. Sebagaimana disinyalir oleh banyak tokoh dan pakar kependidikan maupun non kependidikan, krisis globalisasi hanya mungkin dihadapi apabila suatu bangsa memiliki jatidiri kebangsaan.
2. Bangsa kita ditengarai sedang mengalami krisis berkenaan dengan nilai-nilai filosofis dan ideologisnya sehingga menyebabkan kegamangan dalam menghadapi krisis global dewasa ini. Dengan demikian menjadi penting bagi kita untuk memperkuat pendidikan nilai di persekolahan yang dikelola dengan prinsip-prinsip manajemen yang baik.
3. Pendidikan nilai menurut Draper merupakan ‘education that everyone have for satisfactory and efficient living, regardless of what one plans make life work’ diarahkan pada pendidikan kepribadian dan pemanusiaan manusia. Pendidikan nilai menguatkan pembentukan jatidiri manusia sebagai individu, makhluk social, bagian dari alam dan makhluk ciptaan al-Khalik yang senantiasa harus beriman dan bertakwa kepadaNya.
4. Upaya pendidikan menurut Drijarkara adalah “homonisasi dan humanisasi”. Homonisasi berarti membuat manusia menjadi manusia minimalis, artinya suatu ukuran relative yang menyebabkan manusia berperilaku sebagai manusia. Humanisasi membuat manusia berkembang melebihi taraf manusia minimalis, membuat manusia lebih meningkat derajatnya (memanusiakan manusia). Humanisasi membuat manusia berbudaya, mengembangkan teknologi, menciptakan seni dan berperadaban.

B. Rekomendasi
1. Pendidikan di persekolahan hendaknya menjalankan Management by System (MBS) yang berhubungan dengan lima dimensi filsafat system : identifikasi nilai yang cocok, membuat keputusan yang optimal, mengusahakan fleksibilitas organisasi, mengembangkan sikap integrative dan memelihara kelangsungan hidup system. MBS merupakan sintesis dari berbagai jenis manajemen.
2. Pemikiran filosofis dan teoretis Drijarkara tersebut apabila diterapkan dalam praktek pendidikan memerlukan upaya-upaya sebagai berikut:
• Konsep pendidikan adalah homonisasi dan humanisasi, artinya di samping menjadikan manusia sebagai manusia juga harus meningkatkan kemanusiaan tersebut ke tingkat peradaban tinggi melalui kebudayaan.
• Manusia harus dididik dalam mencapai kesetaraan dengan orang lain sehingga terjadi pertemuan antara dua pribadi yang sama derajatnya.
• Tujuan pendidikan menjadikan manusia yang memiliki kesetaraan, partisipatif, saling menghormati, mandiri dan menentukan diri sendiri (self determination).
• Kegiatan pendidikan terutama adalah oleh orangtua dalam keluarga (informal), jika dilakukan dalam pendidikan formal (sekolah) maka kurikulum yang diperlukan adalah : pengembangan religiositas, etika, estetika, psikomotorik (seni, ketrampilan), demokrasi.
• Pendidik menjadikan pendidikan sebagai proses ibadah dengan niat yang tulus dan cinta pada anak didik, menghormati peserta didik dalam kesetaraan kemanusiaan.

DAFTAR PUSTAKA

Drijarkara. (1981). Percikan Filsafat. Jakarta : PT Pembangunan
Mudyahardjo, Redja.(2002). Filsafat Ilmu Pendidikan suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Phenix, P.H. (1964). The Realm of Meaning, a Philosophy of Curriculum for General Education. New York : McGraw-Hill Book Company
Rasyidin, Waini. (2002). Upaya Mendidik: Mata Rantai yang Terputus dalam Dunia Pendidikan Kita. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Shrode, William A and Voich Jr. (1974) Organization Basic System Concept. Petaling Jaya, Malaysia : Irwin Book Company
Siagian, Sondang P. (2003). Filsafat Administrasi (edisi revisi). Jakarta : Penerbit Bumi Aksara
Silalahi, Ulber. (1999). Studi Tentang Ilmu Administrasi Konsep Teori dan Dimensi. Jakarta : Sinar Baru Algesindo
Sumaatmadja, Nursid. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta
Syaripudin, Tatang dan Kurniasih. (2008).Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Percikan Ilmu
Titus, Harold, et. All. (1979). Living Issues in Philosophy. New York : American Book Coy



Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis


Judul Asli : Strategic Human Resource Management
Karya : Michael Amstrong
Penerbit : Kogan Page Limited, 120 Pentonville Road, London N1 9JN


Manajemen sumber daya manusia stratejik (MSDMS) sudah menjadi wacana yang sangat akrab baik di kalangan akademisi maupun para konsultan serta para praktisi. Harus diakui, integrasi strategi sumber daya manusia dengan keseluruhan strategi bisnis lebih mudah dimengerti daripada diterapkan. Lebih gampang bicara soal teori daripada mempraktikannya. Buku ini menjembatani kedua gap tersebut. Selain memformulasikan strategi sumber daya manusia juga menjelaskan bagaimana strategi itu diterapkan.
Filosofi MSDMS menekankan sifat stratejik MSDMS dan kebutuhan untuk mengintegrasikan strategi sumber saya manusia dengan strategi bisnis. Karena itu, MSDMS melihat factor manusia sebagai asset utama dan berharga milik organisasi yakni orang-orang yang bekerja dalam organisasi baik secara individual maupun kolektif. Merekalah yang memberikan kontribusi serta menentukan maju atau mundurnya sebuah organisasi.

Bagaimanapun, teori MSDMS memberikan latar belakang yang berguna pada tindakan yang dapat diambil, dan oleh karena itu Bagian 1 buku ini menjelaskan konsep manajemen sumber daya manusia, strategi dan manajemen sumber daya manusia stratejik. Selanjutnya adalah panduan untuk bertindak.
Bagian 2 mengupas manfaat pembuatan dan penerapan strategi SDM, bagaimana strategi SDM bekerja dan apa sumbangan fungsi SDM. Bagian 3 dan 4 mengupas strategi organisasi dan fungsional dari sudut pandang praktis.

Michael Armstrong adalah Fellow of and Chief Examineer (Employee Reward) pada Institute of Personnel and Development. Ia konsultan manajemen independen dan penulis berbagai buku manajemen yang laris dan amat terkenal. Karyanya antara lain A Handbook of Human Resource Management Practice, Reward Management dan HRM : Strategy and Action.

1. Konsep manajemen sumber daya manusia

Konsep MSDM stratejik berdasarkan pada bagian penting filosofi MSDM yang menekankan sifat stratejik MSDM dan kebutuhan untuk mengintegrasikan strategi SDM dengan strategi bisnis.

Isi pokok MSDM dan masalah –masalahnya dibicarakan dalam sub judul : definisi MSDM, MSDM versi keras dan lunak, tujuan MSDM, pengembangan konsep MSDM, karakteristik MSDM, penolakan terhadap MSDM, MSDM dan manajer personalia, reaksi terhadap MSDM, aktivitas utama MSDM, tanggungjawab utama MSMD.

MSDM didefinisikan sebagai pendekatan stratejik dan koheren untuk mengelola asset paling berharga milik organisasi yaitu orang-orang yang bekerja di dalam organisasi baik secara individu ataupun kolektif, memberikan sumbangan untuk mencapai sasaran organsisasi.

Pendekatan MSDM versi keras menekankan kuantitatif, kalkulatif dan stratejik bisnis. Pendekatan versi lunak menekankan komunikasi, motivasi dan kepemimpinan.

Tujuan MSDM adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang.
Dua konsep awal MSDM adalah model parallel dan kerangka kerja Harvard. Model parallel menganggap bahwa system SDM dan struktur organisasi harus dikelola dalam cara yang kongruen dengan strategi organisasi dengan mengandung unsure seleksi, penilaian, imbalan dan pengembangan. Kerangka kerja Harvard didasarkan keyakinan bahwa masalah historis manajemen personalia hanya dapat dipecahkan dengan melibatkan karyawan dalam kebijakan dan praktek MSDM.

Karakteristik antara lain : berorientasi pada komitmen, integrasi strategi bisnis dengan SDM, imbalan terdiferensiasi tergantung pada kinerja, kecakapan, kontribusi dan ketrampilan.
Penolakan terhadap MSDM karena MSDM dituduh manipulative dan memperlakukan karyawan sebagai alat. Reaksi terhadap MSDM diekspresikan oleh sejumlah pusat akademik, berdasarkan keyakinan bahwa MSDM tidak bersahabat dengan kepentingan pekerja, manajerialistis.

2. Konsep strategi
3. Konsep MSDM stratejik
4. Proses MSDM stratejik

Bagian 2 Praktik manajemen sumber daya manusia
1. Merumuskan dan menerapkan strategi SDM
2. MSDM stratejik dalam praktik
3. Kontribusi stratejik MSDM bagi keberhasilan organisasi
4. Peran stratejik dari fungsi SDM

Bagian 3 Strategi organisasi
1. Strategi untuk pengembangan organisasi
2. Strategi untuk manajemen budaya
3. Strategi manajemen perubahan
4. Strategi mengembangkan hubungan dalam pekerjaan
5. Strategi penyumberdayaan karyawan
6. Strategi mengelola kinerja
7. Pengembangan sumber daya manusia stratejik
8. Strategi hubungan karyawan
9. Konklusi : menerapkannya dalam tindakan nyata

Anggaran Pemerintah



Anggaran atau budget (dari bahasa Perancis bouggette, atau purse dalam bahasa Inggris yang mempunyai berbagai makna : (1) dompet; (2) sokongan, dana, derma) secara umum merupakan daftar dari belanja dan pendapatan yang direncanakan. Ia merupakan rencana tabungan dan pengeluaran. Dilihat dari sudut pandang mikro-ekonomi, anggaran adalah rencana organisasional yang dinyatakan dalam istilah moneter. Sedangkan yang dimaksud dengan anggaran  pemerintah adalah :
A government budget is a legal document that is often passed by the legislature, and approved by the chief executive or president. For example, only certain types of revenue may be imposed and collected. Property tax is frequently the basis for municipal and county revenues, while sales tax and/or income tax are the basis for state revenues, and income tax and corporate tax are the basis for national revenues (Wikipedia the free encyclopedia, diunduh 24 November 2010)  .
Definisi tersebut mengindikasikan bahwa anggaran  adalah dokumen legal yang telah melalui pembahasan  DPR dan disetujui oleh Presiden. Sumber pendapatannya berasal dari pajak baik pajak kekayaan, pajak penjualan , pajak perusahaan dan pajak pendapatan. Pajak tersebut ada yang dikumpulkan oleh pemerintah kota/kabupaten, provinsi maupun pusat. Wikipedia, the free encyclopedia menjelaskan bahwa :
The two basic elements of any budget are the revenues and expenses. In the case of the government, revenues are derived primarily from taxes. Government expenses include spending on current goods and services, which economists call government consumption; government investment expenditures such as infrastructure investment or research expenditure; and transfer payments like unemployment or retirement benefits.
Budgets have an economic, political and technical basis. Unlike a pure economic budget, they are not entirely designed to allocate scarce resources for the best economic use. They also have a political basis wherein different interests push and pull in an attempt to obtain benefits and avoid burdens. The technical element is the forecast of the likely levels of revenues and expenses. ( en.wikipedia.org/wiki/Budget diunduh 24 November 2010).

Dua unsur dasar setiap anggaran adalah pendapatan dan belanja. Pendapatan diperoleh dari pajak. Belanja pemerintah termasuk di dalamnya pengeluaran untuk barang dan jasa, yang oleh para ekonom disebut konsumsi pemerintah; belanja investasi seperti  pengeluaran untuk infrastruktur atau riset dan pembayaran transfer seperti untuk pengangguran dan pensiunan.
Anggaran memiliki landasan teknis, politis dan ekonomis. Tidak seperti anggaran ekonomi murni, anggaran pemerintah tidak sepenuhnya dirancang untuk mengalokasikan sumberdaya yang terbatas untuk manfaat sebesar-besarnya. Pada aspek politis, anggaran pemerintah dilatarbelakangi dorongan dan tarikan kepentingan untuk mencapai manfaat dan menghindari beban. Sementara dari aspek teknis, ada porkas mengenai pendapatan dan belanja pada tingkat tertentu.
Para admininstrator pendidikan memiliki tanggungjawab untuk memastikan bahwa lembaga mereka dapat memenuhi kebutuhan yang diletakkan masyarakat pada mereka. Sayangnya jumlah sumber sangat terbatas sehingga mereka harus mengalokasikan sumber untuk memaksimalkan produktifitas organisasional. Thomas (1971:108) mengatakan bahwa alat utama  di mana  keputusan alokasi dibuat adalah  budget (anggaran).

Senin, 25 Februari 2013

OTONOMI DAERAH DAN DESENTERALISASI PENDIDIKAN


Surakhmad, Winarno dalam “Kebijakan Pendidikan yang Mengindonesiakan” (Tempo, 1 Desember 2009) mengatakan bahwa pada umumnya kita tidak peka terhadap sekolah dan pendidikan yang telah “berbeda” dengan konsep dasarnya di dalam Undang-undang Dasar 1945. Kini dibutuhkan kebijakan yang berjangka lebih jauh ke masa depan dan sinkron dengan pendidikan pembangunan secara luas. Lebih lanjut Surakhmad berpandangan kebijakan pendidikan yang benar-benar dibutuhkan sekarang ialah kebijakan yang paling sedikit mengutarakan tiga hal berikut :
Pertama, pendidikan sebagai proses yang mengutamakan wujudnya nilai-nilai kehidupan seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 dan Pancasila. Dengan demikian, kebijakan pendidikan bukan hanya menjadi kebijakan sekolah, tetapi juga kebijakan hidup yang secara menyeluruh berarti kebijakan berbangsa setiap warga Negara.
Kedua, pendidikan sebagai proses dan sumber pembudayaan tempat sekolah mengutamakan tidak semata-mata kebudayaan kognitif, tetapi juga kebudayaan yang membudayakan. Dengan demikian pendidikan sekaligus berarti kebijakan pembudayaan yang diperlukan oleh setiap warga Negara.
Ketiga, pendidikan yang mengutamakan semangat keindonesiaan dalam memastikan satunya Indonesia melalui desentralisasi dan otonomisasi, yang berarti mengembangkan kekuatan dalam keberagaman.

Pandangan tersebut membawa pada pemikiran pentingnya nilai-nilai kehidupan untuk hidup berbangsa dan bernegara serta untuk menjadi manusia berbudaya yang bukan hanya pada tataran kognitif tetapi pada setiap aspek pada diri manusia secara menyeluruh untuk membangun semangat keindonesiaan dengan mengembangkan keberagaman melalui desentralisasi dan otonomisasi.
Secara konseptual, terdapat dua jenis desentralisasi pendidikan , yaitu : pertama, desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (provinsi dan distrik), dan kedua, desentrasasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah (Alisyahbana, Armida S.: 2005 dalam www.geocities.com/arief_anshory/otda_pendidikan.pdf).
Konsep desentralisasi pendidikan yang pertama terutama berkaitan dengan otonomi daerah dan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, sedangkan konsep desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan yang lebih besar pada tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Tujuan dan orientasi dari desentralisasi pendidikan sangat bervariasi berdasarkan pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di beberapa Negara Amerika Latin, di Amerika Serikat dan Eropa. Jika yang menjadi tujuan adalah pemberian kewenangan di sektor pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka fokus desentralisasi pendidikan yang dilakukan adalah pada pelimpahan kewenangan lebih besar kepada pemerintah lokal atau kepada Dewan Sekolah. Implisit ke dalam strategi desentralisasi pendidikan yang seperti ini adalah target untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan sumberdaya (school resources; dana pendidikan yang berasal dari pemerintah dan masyarakat). Di lain pihak, jika yang menjadi tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan kualitas proses belajar dan mengajar dan kualitas dari proses belajar mengajar tersebut, maka desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada reformasi proses belajar mengajar. Partisipasi orang tua dalam proses belajar mengajar dianggap merupakan salah satu faktor yang paling menentukan.
Pada kenyataannya desentralisasi pendidikan yang dilakukan di banyak Negara merupakan bagian dari proses reformasi pendidikan secara keseluruhan dan tidak sekedar merupakan bagian dari proses otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Desentralisasi pendidikan akan meliputi suatu proses pemberian kewenangan yang lebih luas di bidang kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah lokal dan pada saat yang bersamaan kewenangan yang lebih besar juga diberikan pada tingkat sekolah

Rabu, 06 Februari 2013

Konsep Pendidikan Bermutu

Menurut Sa’ud dan Sumantri (2007:1118) upaya pemerataan dan perluasan kesempatan pendidikan dasar di Indonesia tidak hanya bernuansa kuantitatif melainkan juga kualitatif. Strategi perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan dasar yang bermutu dijadikan sebagai wahana untuk aktualisasi asas pendidikan sepanjang hayat ( life long education).
Secara etimologi dalam Kamus Ilmiah Popular mutu dapat diartikan sebagai kualitas; derajat; tingkat dan dalam bahasa Inggris berasal dari kata quality artinya kualitas. Secara terminologi mutu di definisikan oleh para ahli sebagai berikut :
Goetsch dan Davis dalam buku Total Quality Management  (Subardiman et. al.,  2009: 7  ).mendefinisikan kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Mutu merupakan ide yang dinamis, sedang definisi-definisi yang kaku sama sekali tidak akan membantu. Makna mutu yang demikian luas juga sedikit membingungkan pemahaman kita. Akan tetapi beberapa konsekuensi praktis yang signifikan akan muncul dari perbedaan-perbedaan makna tersebut.
Menurut  Sallis, Edward ada beberapa konsep tentang mutu (Subardiman et. al.,  2009: 7  ). Pertama mutu sebagai konsep absolut. Dalam konsep ini kualitas atau mutu adalah pencapaian standar tertinggi dalam suatu pekerjaan, produk, dan layanan yang tidak mungkin dilampaui. Kedua mutu sebagai konsep relatif. Dalam konsep ini kualitas atau mutu masih ada peluang untuk peningkatan. Kualitas atau mutu adalah sesuatu yang masih dapat ditingkatkan. Akan tetapi jika dalam tahap peningkatan itu pelaksanaan sebuah pekerjaan telah mencapai standar tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya maka pekerjaan tersebut berkualitas. Ketiga adalah kualitas atau mutu menurut pelanggan. Dalam definisi ini mutu sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan  dan kebutuhan pelanggan. Peters berpendapat bahwa definisi yang dikemukakan oleh pelanggan sangat penting, karena Peters menemukan kenyataan bahwa pelanggan akan membayar lebih untuk mutu yang baik, tanpa menghiraukan tipe produknya.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa mutu merupakan keunggulan dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan melalui proses kerja yang telah terencana dengan baik. Mutu atau kualitas merupakan tujuan akhir dari sebuah proses panjang yang dilakukan oleh organisasi. Mutu merupakan jaminan dari sebuah lembaga kepada pelanggannya. Pelangganlah yang akan menentukan apakah lembaga tersebut mutu produknya (barang atau jasa) baik atau buruk. Karena mereka adalah raja, yang dapat memilih dan menentukan barang mana yang akan dibeli atau dimanfaatkan. Untuk itu sebuah lembaga harus menjaga kualitas atau mutu yang telah ada atau meningkatkan agar lebih baik untuk menjaga eksistensi mereka agar tidak di tinggalkan oleh pelanggannya.
Para pelanggan (konsumen, consumer) dapat melakukan protes terhadap produsen apabila merasa dirugikan karena pihak produsen ternyata memberikan produk yang kurang bermutu. Protes  para pelanggan bisa menjadi sebuah gerakan yang dinamakan konsumerisme. “Consumerism consist of all those activities that are undertaken to protect the rights of consumers” (Hughes dan Kapoor, 1985: 4 dalam Alma & Hurriyati, 2007:33).
Dari beberapa definisi diatas tentang mutu atau kualitas ada beberapa elemen dasar bahwa sesuatu dikatakan berkualitas, yakni: 1) Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; 2) Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan dan 3) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain).
Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun diluar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup susbtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
Berkenaan dengan mutu pendidikan, hampir semua bangsa-bangsa di dunia ini, tengah berproses untuk meningkatkan mutu pendidikan di negara masing-masing. Mereka meyakini bahwa kunci masa depan suatu bangsa ditentukan oleh keberadaan sistem pendidikan yang berkualitas.
Dalam peningkatan mutu pendidikan tidak dikenal sesuatu praktek yang semudah  teori, seperti yang disitir oleh  Lewin (2008) : “There is nothing to practical as good as a theory”. Pendapat ini berarti pula, bahwa tidak mungkin ada peningkatan mutu pendidikan tanpa didasari oleh suatu teori (Subardiman et. al.,  2009: 8 ). Peningkatan mutu pendidikan memerlukan teori, namun implementasinya tidak akan bisa mulus dan semudah teori yang ada. Sebab peningkatan mutu bersifat dinamis yang amat terkait dengan berbagai faktor atau variabel.
Peningkatan mutu pendidikan tidak bisa melepaskan diri dari intervensi politik. Memang pendidikan khususnya sekolah bukan lembaga atau organ politik, namun kebijakan pemerintah yang harus dilaksanakan adalah merupakan kebijakan politik.
Peningkatan mutu pendidikan, dapat disebut sebagai suatu perpaduan antara knowledge-skill, art dan entrepreneurship. Suatu perpaduan yang diperlukan untuk membangun keseimbangan antara berbagai tekanan, tuntutan, keinginan, gagasan-gagasan, pendekatan dan praktik. Perpaduan tersebut di atas berujung pada bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan sehingga terwujud proses pembelajaran yang berkualitas. 

Untuk menghasilkan kualitas yang baik harus ada kebijakan,  proses, sumber daya dan isi pendidikan terorganisir dan dengan  memanfaatkan nilai-nilai yang tumbuh dalam budaya masyarakat.
UNESCO memiliki resep bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan  diperlukan berbagai kebijakan, yang mencakup antara lain:
1.      Sekolah harus siap dan terbuka dengan mengembangkan a reactive mindset, menanggalkan “problem solving” yang menekankan pada orientasi masa lalu, berubah menuju “change anticipating” yang berorientasi pada “how can we do things differently
2.      Pilar kualitas sekolah adalah learning how to learn, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
3.      Menetapkan standard pendidikan dengan indikator yang jelas.
4.      Memperbaharui dan kurikulum sehingga relevan dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik.
5.      Meningkatkan pemanfaatan information and communication technology (ICT) dalam pembelajaran dan pengelolaan sekolah.
6.      Menekankan pada pengembangan sistem peningkatan kemampuan profesional guru.
7.      Mengembangkan kultur sekolah yang kondusif pada peningkatan mutu.
8.      Meningkatkan partisipasi orang tua masyakat dan kolaborasi sekolah dan pihak-pihak lain.
9.      Melaksanakan Quality Assurance (UNESCO, 2001).

Pembangunan pendidikan nasional tidak dapat lepas dari perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun global. Berdasarkan Global Information Technology Rank 2008 yang dilansir baru-baru ini oleh World Economic Forum, di bidang teknologi derajat penguasaan teknologi informasi di Indonesia tergolong rendah. Indonesia berada di peringkat ke-76. Peringkat tersebut masih kalah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnnya seperti Signapura (5), Malaysia (26), Thailand (40) dan Vietnam (73). Dilihat dari bidang ekonomi, Global Competitiveness Report 2003-2004 menempatkan Indonesia pada peringkat bawah untuk ranking indeks daya saing pertumbuhan, yakni 72 dari 102 negara atau jatuh dari tangga ke-66 (2002 - 2003) dan ranking indeks daya saing bisnis berada pada ranking 60 atau turun dari tahun sebelumnya di posisi 62. Korupsi hanyalah salah satu indikator lemahnya daya saing pertumbuhan. Ada lingkungan makro, yakni stabilitas makro dan peringkat kredit yang masuk sebagai komponen utama.  Untuk lingkungan makro, kedudukan Indonesia justru paling rendah di semua negara ASEAN yang berada pada peringkat 64 dibandingkan dengan Malaysia (11), Singapura (2), Thailand (26), danVietnam (45). Dalam stabilitas makro, posisi Indonesia tetap di bawah rata-rata, yakni di ranking 69 sedangkan peringkat kredit malah melorot hingga ranking 80. Lembaga publik, yang menjadi indikator bagi daya saing pertumbuhan tidak berbeda jauh dengan indikator lain. Masih di bawah negara Asia Tenggara, yakni di peringkat 76.
Pendidikan harus dibangun dalam keterkaitannya secara fungsional dengan berbagai bidang kehidupan yang memiliki persoalan dan tantangan yang semakin kompleks.  Dalam dimensi sektoral tersebut, pembangunan pendidikan tidak cukup hanya berorientasi pada SDM dalam rangka menyiapkan tenaga kerja. Pembangunan pendidikan nasional juga harus dilihat dalam perspektif pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam perspektif demikian, pendidikan harus lebih berperan dalam membangun seluruh potensi manusia agar menjadi subyek yang berkembang secara optimal dan bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan nasional.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupaya meningkatkan mutu pendidikan di Daerah melalui berbagai kebijakan sebagai berikut :


1.      Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan
2.      Memenuhi kekurangan guru pada pada berbagai jenjang pendidikan serta meningkatkan kinerja professional guru disertai peningkatan kesejahteraannya
3.      Meninjau ulang muatan lokal pada kurikulum SD, SLTP dan SLTA serta PT.
4.      Mengkaji bidang pendidikan menengah dalam rangka persiapan memasuki pasar kerja
5.      Memberikan bantuan dan kemudahan fasilitas bagi siswa dan mahasiswa tidak mampu yang berprestasi
6.      Meningkatkan minat baca tulis bagi siswa dan mahasiswa
7.      Mengembangkan sistem  informasi pendidikan (Renstra Jawa Barat, 2001-2005)

Goal dari upaya-upaya peningkatan mutu melalui pelbagai kebijakan tersebut adalah meningkatkan Indeks Pendidikan yang merupakan salah satu komponen dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di samping Indeks Kesehatan dan Indeks Daya Beli. Konsep IPM dikembangkan oleh United Nations Development Program (UNDP) berdasarkan teori paradigma pembangunan manusia seperti dinyatakan Ul Haq (1985) yang mengatakan bahwa tujuan pokok pembangunan adalah memperluas pilihan-pilihan manusia (Kartasasmita, 1997: 17).