Surakhmad,
Winarno dalam “Kebijakan Pendidikan yang Mengindonesiakan” (Tempo, 1 Desember
2009) mengatakan bahwa pada umumnya kita tidak peka terhadap sekolah dan
pendidikan yang telah “berbeda” dengan konsep dasarnya di dalam Undang-undang
Dasar 1945. Kini dibutuhkan kebijakan yang berjangka lebih jauh ke masa depan
dan sinkron dengan pendidikan pembangunan secara luas. Lebih lanjut Surakhmad
berpandangan kebijakan pendidikan yang benar-benar dibutuhkan sekarang ialah
kebijakan yang paling sedikit mengutarakan tiga hal berikut :
Pertama, pendidikan sebagai proses yang mengutamakan
wujudnya nilai-nilai kehidupan seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 dan
Pancasila. Dengan demikian, kebijakan pendidikan bukan hanya menjadi kebijakan
sekolah, tetapi juga kebijakan hidup yang secara menyeluruh berarti kebijakan
berbangsa setiap warga Negara.
Kedua, pendidikan sebagai proses dan sumber
pembudayaan tempat sekolah mengutamakan tidak semata-mata kebudayaan kognitif,
tetapi juga kebudayaan yang membudayakan. Dengan demikian pendidikan sekaligus
berarti kebijakan pembudayaan yang diperlukan oleh setiap warga Negara.
Ketiga, pendidikan yang mengutamakan semangat
keindonesiaan dalam memastikan satunya Indonesia melalui desentralisasi dan
otonomisasi, yang berarti mengembangkan kekuatan dalam keberagaman.
Pandangan
tersebut membawa pada pemikiran pentingnya nilai-nilai kehidupan untuk hidup
berbangsa dan bernegara serta untuk menjadi manusia berbudaya yang bukan hanya
pada tataran kognitif tetapi pada setiap aspek pada diri manusia secara
menyeluruh untuk membangun semangat keindonesiaan dengan mengembangkan
keberagaman melalui desentralisasi dan otonomisasi.
Secara
konseptual, terdapat dua jenis desentralisasi pendidikan , yaitu : pertama, desentralisasi kewenangan di
sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah (provinsi dan distrik), dan kedua, desentrasasi pendidikan dengan
fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah
(Alisyahbana, Armida S.: 2005 dalam www.geocities.com/arief_anshory/otda_pendidikan.pdf).
Konsep
desentralisasi pendidikan yang pertama terutama berkaitan dengan otonomi daerah
dan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, sedangkan
konsep desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan
yang lebih besar pada tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk
meningkatkan kualitas pendidikan.
Tujuan
dan orientasi dari desentralisasi pendidikan sangat bervariasi berdasarkan
pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di beberapa Negara Amerika
Latin, di Amerika Serikat dan Eropa. Jika yang menjadi tujuan adalah pemberian
kewenangan di sektor pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka
fokus desentralisasi pendidikan yang dilakukan adalah pada pelimpahan
kewenangan lebih besar kepada pemerintah lokal atau kepada Dewan Sekolah.
Implisit ke dalam strategi desentralisasi pendidikan yang seperti ini adalah
target untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan sumberdaya (school resources; dana pendidikan yang
berasal dari pemerintah dan masyarakat). Di lain pihak, jika yang menjadi
tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan kualitas proses belajar dan
mengajar dan kualitas dari proses belajar mengajar tersebut, maka
desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada reformasi proses belajar
mengajar. Partisipasi orang tua dalam proses belajar mengajar dianggap
merupakan salah satu faktor yang paling menentukan.
Pada
kenyataannya desentralisasi pendidikan yang dilakukan di banyak Negara
merupakan bagian dari proses reformasi pendidikan secara keseluruhan dan tidak
sekedar merupakan bagian dari proses otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Desentralisasi pendidikan akan meliputi suatu proses pemberian kewenangan yang
lebih luas di bidang kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari
pemerintah pusat ke pemerintah lokal dan pada saat yang bersamaan kewenangan
yang lebih besar juga diberikan pada tingkat sekolah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar