Senin, 27 Mei 2013

Filafat Pendidikan Drijarkara



MANAJEMEN PENDIDIKAN NILAI DI PERSEKOLAHAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Krisis financial global yang melanda Amerika Serikat telah menjalar ke seluruh dunia ditandai dengan berjatuhannya bursa global (Kompas, November 2008) : Dow Jones, Nasdaq, NYSE Comp, dan S&P (New York); IPC (Mexico City); Bovespa (Sao Paulo); Merval (Buenos Aires); ISEQ (Dublin); FTSE 100 (London); CAC40 (Paris); BEL-20 (Brussels); AEX (Amsterdam); Xetra DAX (Frankfurt); ATX (Vienna); Swiss Mkt (Zurich); ASE (Athena); IMKB-100 (Istambul); RTS (Rusia); TASI (Arab Saudi); Sensitive (Mumbai); Kospi (Seoul); Nikkei 225 (Tokyo); Composite dan B Share (Shanghai); Hang Seng (Hongkong); Weighted (Taiwan); PSE (Manila); SET (Bangkok); KLCI (Kuala Lumpur); Straits Times (Singapura); dan IHSG (Jakarta). Krisis financial di bursa global tersebut telah menimbulkan kesulitan bagi administrasi pemerintahan nasional di hampir semua Negara di dunia.
Implikasi krisis tersebut bagi dunia pendidikan akan memiliki dampak jangka panjang yang belum bisa diketahui ujungnya. Industri dan perdagangan terkena imbasnya, beberapa usaha ditutup dan karyawannya diberhentikan. Negara mengeluarkan anggaran besar untuk menyelamatkan sector ekonomi yang terpuruk. Dalam kondisi demikian anggaran pendidikan biasanya menjadi korban. Di Jerman misalnya, biaya pendidikan tinggi yang sebelumnya ditanggung Negara mulai saat ini dibebankan kepada mahasiswa sebesar Rp 7,5 juta per semester (Kompas, November 2008).
Di luar masalah yang terukur seperti biaya dan anggaran pendidikan, ada masalah krusial yang perlu mendapat perhatian serius yaitu masalah yang berkenaan dengan nilai. Sebagaimana disinyalir oleh banyak tokoh dan pakar kependidikan maupun non kependidikan, krisis globalisasi hanya mungkin dihadapi apabila suatu bangsa memiliki jatidiri kebangsaan. Bangsa kita ditengarai sedang mengalami krisis berkenaan dengan nilai-nilai filosofis dan ideologisnya sehingga menyebabkan kegamangan dalam menghadapi krisis global dewasa ini. Dengan demikian menjadi penting bagi kita untuk memperkuat pendidikan nilai di persekolahan yang dikelola dengan prinsip-prinsip manajemen yang baik.

B. Pemecahan Masalah
Dalam makalah ini penulis mencoba menguraikan pendidikan nilai di persekolahan yang mengacu pada filsafat pendidikan Drijarkara sebagai jawaban terhadap krisis globalisasi dewasa ini. Agar pendidikan nilai itu berjalan efektif diperlukan administrasi pendidikan yang baik yang dilaksanakan dengan manajemen system yang menekankan keseluruhan dimensi filsafat sistem . Adapun lima dimensi filsafat system : identifikasi nilai yang cocok, membuat keputusan yang optimal, mengusahakan fleksibilitas organisasi, mengembangkan sikap integrative dan memelihara kelangsungan hidup system (Shrode & Voich, 1974).

BAB II
MANAJEMEN PENDIDIKAN NILAI DI PERSEKOLAHAN BERDASARKAN
FILSAFAT PENDIDIKAN DRIYARKARA

A. Manajemen Pendidikan Nilai di Persekolahan

1. Pendidikan Nilai di Persekolahan

a. Pendidikan
Pendidikan sebagai suatu jenis aktifitas manusia tidak dapat dilepaskan dari tujuan yang hendak dicapai. Plato dan Aristoteles menekankan pentingnya proses ‘memanusiakan manusa’. Langeveld menekankan tujuan kedewasaan dan kemandirian. Tolman menekankan totalitas kepribadian. Encyclopedia Americana menekankan pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Sedangkan Kohnstamm dan Gunning menekankan hati nurani.
b. Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga bagi kemanusiaan dan kehidupan. Nilai (Phenix, 1964:28) dikategorikan dalam enam bidang : simbolik (bahasa, matematika, simbolik), empiric (ilmu alam, ilmu hayat, psikologi, ilmu social), estetik (music, seni lukis, seni gerak dan sastra), synoetik (filsafat, psikologi, sastra, agama), etik (moral, etika), synoptik ( sejarah, religi, filsafat).

c. Pendidikan Nilai
Jika esensi manusia ada dalam dunia makna, maka tujuan yang tepat dari pendidikan adalah mempromosikan pertumbuhan nilai. Untuk mencapai tujuan ini, pendidik perlu memahami bermacam-macam nilai/makna yang efektif dalam perkembangan peradaban dan menyusun kurikulum penjelasan yang berbasis nilai. Makna-makna tersebut menunjukkan hubungan yang erat antara (1) pendidikan, (2) sifat manusia, dan (3) disiplin ilmu. Sehingga pandangan tentang manusia sebagai a rational animal perlu dimodifikasi menjadi animal that can have meaning. Makna-makna itulah yang harus termuat dalam pendidikan yang hendak menguatkan jatidiri bangsa melalui penanaman jiwa kebangsaan.

d. Pendidikan Nilai di Persekolahan
Pendidikan nilai menurut Draper merupakan ‘education that everyone have for satisfactory and efficient living, regardless of what one plans make life work’ diarahkan pada pendidikan kepribadian dan pemanusiaan manusia. Karenanya menurut Sumaatmadja (2002:108) pendidikan nilai menguatkan pembentukan jatidiri manusia sebagai individu, makhluk social, bagian dari alam dan makhluk ciptaan al-Khalik yang senantiasa harus beriman dan bertakwa kepadaNya.

2. Manajemen Pendidikan

a. Manajemen
Silalahi mengartikan manajemen sebagai aktivitas pendayagunaan sumber daya manusia dan material dalam suatu kerjasama organisasional melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Bittle (1978) menjelaskan konsep dasar praktek manajemen sebagai berikut:
• Management is getting things done through other people
• Management is partly an art and partly a science
• Management is an academic and professional discipline
• Management is a collective noun used to refer to the entire management group of an organization
• Management is the performance of the critical functions essential to the success of an organization
Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa pengertian manajemen mengandung berbagai aspek dan karakteristik : sebagai proses, sebagai suatu fungsi, sebagai kolektifitas orang-orang, sebagai suatu system, sebagai ilmu, sebagai seni, dan sebagai suatu profesi.

b. Manajemen ilmiah
Manajemen ilmiah dikemukakan oleh Frederick W. Taylor sebagai upaya terbaik dalam menjalankan suatu operasi, yang merupakan tanggungjawab pemimpin dengan menggunakan teknik ilmiah. Manajemen ilmiah mencari pengurangan kerugian, standarisasi proses, perbaikan teknik dan mencari cara kerja yang paling cocok bagi karyawan. Di dalam industry itu berarti peningkatan produktifitas dan di dunia pemerintahan ditandai dengan pengurangan pajak dan peningkatan pelayanan.

c. Perkembangan manajemen
Perkembangan ilmu manajemen tidak dapat dilepaskan dari PD II ketika Inggris dan AS melakukan operational research. Pada tahun 1953 berdiri Institute of Management Sciences yang mengkaji perencanaan public, system informasi, manajemen operasi, pemasaran, keuangan dan research and development (litbang). Pada tahun 1970 manajemen mulai berkembang di sector public dan swasta. Kemajuan di bidang computer mendukung dan menyebabkan penggunaan sejumlah besar data empiris untuk diaplikasikan di berbagai bidang seperti perilaku konsumen, disain dan perencanaan organisasi.

d. Administrasi, manajemen dan organisasi (Seligman, 1957)
• Administrasi menentukan kebijakan suatu organisasi atau perusahaan, mengkoordinasikan keuangan, produksi dan distribusi, menetapkan langkah-langkah umum untuk dilaksanakan.
• Manajemen melakukan pelaksanaan kebijakan dalam batas yang sudah ditentukan administrasi dengan merencanakan metode dan memperbaiki proses.
• Organisasi merupakan alat manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan organisasi.

e. Pandangan Great Britain Institutional Service (GBIS)
Berkaitan dengan administrasi modern, GBIS menyatakan bahwa manajemen telah menjadi suatu profesi, menyentuh semua ilmu dari kimia, mekanika, sampai psikologi dan kedokteran. Manajemen telah memperkerjakan banyak pengacara, dokter, akuntan dan seniman. Banyak dari mereka memainkan perannya dalam administrasi public dan banyak yang lain pada pekerjaan yang sangat terspesialisasi.

f. Manajemen Pendidikan Nilai
Dalam manajemen pendidikan semua factor input (man, material, money, machine) didayagunakan melalui proses transformasi (planning, organizing, actuating dan controlling) untuk menghasilkan output dan outcome yang berkualitas dan memuaskan baik itu peserta didik, orang tua, masyarakat, lingkungan dan Negara. Output merupakan hasil dari kurikulum, sedangkan outcome berasal dari hidden curriculum. Prosesnya dapat pada gambar berikut :



B. Filsafat Pendidikan Driyarkara

1. Filsafat Pendidikan

a. Filsafat
• Problema filsafat adalah problema kehidupan, yakni problema yang terjadi pada seseorang pada suatu waktu.
• Filsafat dengan kerjasama dengan ilmu memainkan peran yang sangat penting untuk membimbing kita pada keinginan-keinginan dan aspirasi kita.
• Filsafat dimiliki semua orang meskipun mungkin tidak disadarinya; berasal dari bahasa Yunani : philos (cinta) dan Sophia (kebijaksanaan) berarti cinta pada kebijaksanaan.
• Metoda dasar dalam penyelidikan filsafat adalah dialektika, yaitu perkembangan pikiran dengan jalan mempertemukan ide-ide. Berpikir dialektik berarti berusaha untuk mengembangkan suatu cara argumentasi di mana implikasi bermacam-macam posisi dapat diketahui dan dihadapkan satu dengan lainnya.
• Cabang-cabang tradisional filsafat menurut Titus et.al (1984:25) : logika (pengkajian sistematis tentang peraturan-peraturan untuk menggunakan sebab-sebab secara benar untuk membedakan argument yang baik dari argument yang tidak baik); metafisika (membicarakan watak-watak sesungguhnya/ultimate dari benda-benda atau realitas yang berada di belakang pengalaman langsung): epistemology (filsafat yang mempelajari sumber-sumber, watak dan kebenaran /validitas kebenaran); dan etika (membicarakan moralitas : etika deskriptif, etika normative dan metaetika).
• Faidah-faidah filsafat: menjajagi kemungkinan adanya pemecahan terhadap problema filsafat; ide-ide filsafat membentuk pengalaman-pengalaman kita; memperluas bidang-bidang kesadaran kita agar dapat menjadi lebih hidup, lebih dapat membedakan, lebih kritis dan lebih pandai.

b. Filsafat Pendidikan
Sosok pendidikan yang dapat kita kenali dalam kehidupan manusia dapat dibedakan dalam dua macam (Mudyahardjo, 2002:5) : (1) praktek pendidikan dan (2) ilmu pendidikan sebaga salah satu bentuk teori pendidikan.
Karenanya filsafat pendidikan pun dapat dibedakan menjadi dua macam: (1) filsafat praktek pendidikan dan (2) filsafat ilmu pendidikan.

(1) Filsafat praktek pendidikan adalah analisis kritis dan kemprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Filsafat praktek pendidikan dibedakan menjadi dua :
1. filsafat proses pendidikan (biasa disebut filsafat pendidikan):
yang merupakan analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya kegiatan pendidikan dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Masalah pokok yang dibahas ada tiga : (1) apakah sebenarnya pendidikan itu, (2) apakah tujuan pendidikan irusebenarnya dan (3) dengan cara apakah tujuan pendidikan dapat dicapai (Henderson : 1959:237)
2. filsafat social pendidikan merupakan pembahasan hubungan antara penataan masyarakat manusia dengan pendidikan ( Moore). Dengan demikian merupakan analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dalam mewujudkan tatanan masyarakat idaman. Tiga masalah poko yang dibahas adalah : (1) hakikat kesamaan manusia dan pendidikan (2) hakikat kemerdekaan dan pendidikan dan (3) hakikat demokrasi dan pendidikan.

(2) Filsafat ilmu pendidikan (Smith) masih dalam tahap permulaan yang diawali dengan analisis kritis terhadap konsep-konsep psikologi pendidikan seperti teori belajar S-R, pengukuran pendidikan, prosedur-prosedur sistematis tentang penyusunan kurikulum dan sebagainya.
Masalah-masalah filsafat ilmu mencakup : (1) struktur ilmu,yang meliputi metode dan bentuk pengetahuan ilmiah dan (2) kegunaan ilmu bagi kepentingan praktis dan pengetahuan praktis tentang kenyataan.
Obyek filsafat ilmu pendidikan ada empat : (1) ontology yaitu hakikat substansi dan pola organisasi ilmu pendidikan, (2) epistemology yaitu hakikat obyek formal dan material ilmu pendidikan , (3) metodolog yaitu hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan, dan (4) aksiologi yaitu hakikat nilai kegunaan teoretis dan praktis ilmu pendidikan.

2. Filsafat Pendidikan Drijarkara

a. Mengenal Drijarkara
Nicolaus Drijarkara dilahirkan di Purworejo, 13 Juni 1913 dan meninggal dunia 11 Pebruari 1967, adalah seorang Pater yang pada tahun 1952 memperoleh gelar Doktor dalam bidang ilmu filsafat di Roma dengan cum laude. Disertasinya mengenai ahli filsafat Perancis Nicolas Malebranche (1638-1715). Tahun 1963-1964 menjadi guru besar tamu si St.Louis University, Amerika Serikat . Kedudukan terakhir sebagai guru besar filsafat Fakultas Psikologi Universitas Indonesia; Rektor IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta; gurubesar Universitas Hasanuddin, Makasar dan anggota MPRS RI. Ahli filsafat Indonesia terkenal, cendikiawan yang bersahaja hidup dan sikap pergaulannya. Pejuang hak-hak asasi manusia, gigih mendalami member arti dan menyearluaskan Pancasila. Di masa permulaan aksi-aksi demonstrasi para pelajar dan mahasiswa, dia membela kegiatan mereka sebagai suatu hak asasi manusia dan berlandaskan UUD 1945 sebagai suatu penjelmaan kritik masyarakat terhadap penguasa. Pengetahuannya tentang sastra suluk klasik Jawa luas dengan pengertiannya yang mendalam. Seorang pemikir zaman baru bangsa Indonesia (Ensiklopedi Umum 1973:352).

b. Filsafat Pendidikan Driyarkara
Menurut Drijarkara pendidikan harus dimulai dari niat untuk membuat manusia muda menjadi manusia (pemanusiaan manusia). Niat itu harus didasari rasa cinta. Cinta pada manusia muda ditujukan agar manusia muda tersebut menjadi setara sehingga terjadi pertemuan antara dua pribadi yang sama derajatnya.
Upaya pendidikan adalah “homonisasi dan humanisasi”. Homonisasi berarti membuat manusia menjadi manusia minimalis, artinya suatu ukuran relative yang menyebabkan manusia berperilaku sebagai manusia. Humanisasi membuat manusia berkembang melebihi taraf manusia minimalis, membuat manusia lebih meningkat derajatnya (memanusiakan manusia). Humanisasi membuat manusia berbudaya, mengembangkan teknologi, menciptakan seni dan berperadaban.
Proses homonisasi dan humanisasi dimulai dari dua manusia lawan jenis yang berinteraksi komplementer (co-principe) dalam keluarga. Ketika keluarga itu memiliki seorang anak, terjadi proses untuk mengembangkan anak menjadi manusia yang setara, dengan mengajak anak tersebut berpartisipasi dalam keluarga. Ketika anak menjadi individu yang bisa berposisi dalam kapasitas saling menghormati dengan orang tuanya, mandiri dalam membuat keputusan, menentukan hidupnya sendiri, maka itu akibat adalah dari upaya mendidik.
• Ontologis : pendidikan adalah homonisasi dan humanisasi
• Epistemologis : idealisme (kesetaraan); humanisme (self determination); etika (persemaan derajat); estetika (seni, budaya); realisme, pragmatism (teknologi, peradaban); metodologi (pengembangan dan partisipasi, dialogis); fenomenologis (proses pendidikan informal dalam keluarga)
• Axiologis : anak berkembang, partisipasi, saling menghormati, mandiri dalam membuat keputusan, menentukan hidupnya sendiri
• Metafisika : niat mendidik harus didasari rasa cinta

C. Implikasi Filsafat Pendidikan Driyarkara pada Manajemen Persekolahan

1. Filosofis
Rasyidin (2002) mengutip pandangan Al Syaibani, Butler, Henderson dan Dewey mengatakan bahwa suatu falsafah pendidikan, agar bisa diterapkan ke dalam praktek pendidikan nasional haruslah berisi perangkat masalah normative yang memerlukan jawaban teori sisntesis-preskriptif umumnya tentang :
a. Apa dan bagaimana konsep pendidikan ? (What education is, and should be ?)
b. Apa sebab anak manusia harus dididik ? (Who shall be the educand, to be educated?)
c. Kemana seharusnya arah dan tujuan pendidikan (Why aims, goals and objectives?)
d. Bagaimana sebaiknya kegiatan dan isi pendidikan (the educative process), termasuk kurikulum, dilakukan, dipelihara, dikembangkan ?
e. Apa dan bagaimana saya sebaiknya mendidik dan mengajar agar di satu sisi, pihak terdidik beroleh inspirasi dari studi dan sekolahnya, di sisi lain saya tidak mengemban amanah khusus tugas pendidikan bagi anak/rombongan ini ? (God speed, what and how should I do, to educate whom, teach what and when ?)

2. Teoretis
Filsafat pendidikan dipandang sebagai suatu proses berpikir dan sebagai hasil berpikir. Karenanya filsafat pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpikir reflektif sistematis dan kritis kontemplatif untuk menghasilkan system pikiran atau system teori tentang hakikat pendidikan secara komprehensif (Syarifudin & Kurniasih, 2008:37).
Dua konotasi teori : (1) teori sebagai dugaan atau penjelasan yang ditawarkan yang berstatus konjektural (menduga) yang seringkali disamakan dengan hipotesis yaitu gagasan atau opini yang belum teruji. (2) teori sebagai seperangkat prinsip atau aturan bertindak digunakan untuk menjelaskan berdasarkan fakta yang diketahui atau fenomena (Shrode & Voich, 1974).
Membangun teori melibatkan sintesis dari prinsip-prinsip atau proposisi yang saling berhubungan ke dalam kerangka deduktif. Elemen teori : axioma (elemen teori yang self evident dan universal) dan theorema ( dideduksi dari axioma karena validitasnya).
Robert Dubin mengatakan proses membangun teori merupakan kombinasi deskripsi ( jawaban atas pertanyaan berbagai fenomena) dan riset ( uji terhadap prediksi).

Sebagai hasil hasil berpikir, filsafat pendidikan adalah sekelompok teori atau system pikiran tentang hakikat pendidikan. Filsafat pendidikan berupa system system teori atau system pikiran mengenai hakikat pendidikan sudah tergelar dalam kebudayaan, yang bisa kita telusuri pada “Republic” (Plato), “Introduction to Philosophy of Education” (Stella van Petten Henderson), “Emile” (J.J. Rousseau) dan “Democracy and Education” (John Dewey).

3. Praktis
Pemikiran filosofis dan teoretis Drijarkara tersebut apabila diterapkan dalam praktek pendidikan memerlukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Konsep pendidikan adalah homonisasi dan humanisasi, artinya di samping menjadikan manusia sebagai manusia juga harus meningkatkan kemanusiaan tersebut ke tingkat peradaban tinggi melalui kebudayaan.
b. Manusia harus dididik dalam mencapai kesetaraan dengan orang lain sehingga terjadi pertemuan antara dua pribadi yang sama derajatnya.
c. Tujuan pendidikan menjadikan manusia yang memiliki kesetaraan, partisipatif, saling menghormati, mandiri dan menentukan diri sendiri (self determination).
d. Kegiatan pendidikan terutama adalah oleh orangtua dalam keluarga (informal), jika dilakukan dalam pendidikan formal (sekolah) maka kurikulum yang diperlukan adalah : pengembangan religiositas, etika, estetika, psikomotorik (seni, ketrampilan), demokrasi.
e. Pendidik menjadikan pendidikan sebagai proses ibadah dengan niat yang tulus dan cinta pada anak didik, menghormati peserta didik dalam kesetaraan kemanusiaan.
4. Manajeman pendidikan
Pendidikan di persekolahan hendaknya menjalankan Management by System (MBS) yang berhubungan dengan lima dimensi filsafat system : identifikasi nilai yang cocok, membuat keputusan yang optimal, mengusahakan fleksibilitas organisasi, mengembangkan sikap integrative dan memelihara kelangsungan hidup system. MBS merupakan sintesis dari berbagai jenis manajemen (Shrode & Voich, 1974) , yaitu :
a. Management by Objectives (MBO) yang menekankan dimensi nilai tujuan di mana para manajer bekerjasama membuat tujuan dan melakukan evaluasi akan hasil yang dicapai.
b. Management by Techniques (MBT) yang menekankan dimensi keputusan yang optimal dengan pendekatan ilmiah untuk memecahkan masalah manajerial.
c. Management by Structure (MBSt) yang menekankan fleksibilitas organisasi dengan aplikasi diferensiasi multidimensi, spesialisasi tugas, koordinasi dan integrasi serta fleksibilitas pelaksanan tugas.
d. Management by People (MBP) yang menekankan sikap integrative dengan pendekatan pertumbuhan personal, kolaborasi dan perubahan. Pengembangan individu, kelompok dan organisasi melalui Pengembangan Organisasi.
e. Management by Information (MBI) menekankan kelangsungan hidup organisasi melalui disain dan penggunaan system komprehensif system informasi dan komunikasi serta pemanfaatan SIM (system informasi manajemen).

Berkaitan dengan konsep pendidikan Drijarkara yang sarat nilai baik pada proses maupun tujuannya kiranya perlu ditekankan di sini mengenai membangun sikap integrative dalam lembaga persekolahan sebagai berikut :
a. Menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut :
• Tujuan-tujuan individu, kelompok dan organisasi bersifat interdependen.
• Pekerjaan dilaksanakan melalui proses-proses kelompok.
• Manusia matang secara psikologis
b. Hubungan antara tujuan dan motivasi melibatkan interaksi antara tujuan organisasi dan nilai kemanusian dan lingkungan serta kebutuhan individu.
c. Peran dinamika kelompok : kepaduan dan komunikasi adalah atribut fundamental, pembuatan keputusan kelompok memainkan peran penting resolusi konflik dan perbaikan kinerja.
d. Hubungan antara pemimpin dan partisipan memperhatikan bawaan manusia, penggunaan pengaruh, kekuasaan dan kewenangan; bawaan kepemimpinan; dan karakteristik sikap integrative.

BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
1. Di luar masalah yang terukur seperti biaya dan anggaran pendidikan, ada masalah krusial yang perlu mendapat perhatian serius yaitu masalah yang berkenaan dengan nilai. Sebagaimana disinyalir oleh banyak tokoh dan pakar kependidikan maupun non kependidikan, krisis globalisasi hanya mungkin dihadapi apabila suatu bangsa memiliki jatidiri kebangsaan.
2. Bangsa kita ditengarai sedang mengalami krisis berkenaan dengan nilai-nilai filosofis dan ideologisnya sehingga menyebabkan kegamangan dalam menghadapi krisis global dewasa ini. Dengan demikian menjadi penting bagi kita untuk memperkuat pendidikan nilai di persekolahan yang dikelola dengan prinsip-prinsip manajemen yang baik.
3. Pendidikan nilai menurut Draper merupakan ‘education that everyone have for satisfactory and efficient living, regardless of what one plans make life work’ diarahkan pada pendidikan kepribadian dan pemanusiaan manusia. Pendidikan nilai menguatkan pembentukan jatidiri manusia sebagai individu, makhluk social, bagian dari alam dan makhluk ciptaan al-Khalik yang senantiasa harus beriman dan bertakwa kepadaNya.
4. Upaya pendidikan menurut Drijarkara adalah “homonisasi dan humanisasi”. Homonisasi berarti membuat manusia menjadi manusia minimalis, artinya suatu ukuran relative yang menyebabkan manusia berperilaku sebagai manusia. Humanisasi membuat manusia berkembang melebihi taraf manusia minimalis, membuat manusia lebih meningkat derajatnya (memanusiakan manusia). Humanisasi membuat manusia berbudaya, mengembangkan teknologi, menciptakan seni dan berperadaban.

B. Rekomendasi
1. Pendidikan di persekolahan hendaknya menjalankan Management by System (MBS) yang berhubungan dengan lima dimensi filsafat system : identifikasi nilai yang cocok, membuat keputusan yang optimal, mengusahakan fleksibilitas organisasi, mengembangkan sikap integrative dan memelihara kelangsungan hidup system. MBS merupakan sintesis dari berbagai jenis manajemen.
2. Pemikiran filosofis dan teoretis Drijarkara tersebut apabila diterapkan dalam praktek pendidikan memerlukan upaya-upaya sebagai berikut:
• Konsep pendidikan adalah homonisasi dan humanisasi, artinya di samping menjadikan manusia sebagai manusia juga harus meningkatkan kemanusiaan tersebut ke tingkat peradaban tinggi melalui kebudayaan.
• Manusia harus dididik dalam mencapai kesetaraan dengan orang lain sehingga terjadi pertemuan antara dua pribadi yang sama derajatnya.
• Tujuan pendidikan menjadikan manusia yang memiliki kesetaraan, partisipatif, saling menghormati, mandiri dan menentukan diri sendiri (self determination).
• Kegiatan pendidikan terutama adalah oleh orangtua dalam keluarga (informal), jika dilakukan dalam pendidikan formal (sekolah) maka kurikulum yang diperlukan adalah : pengembangan religiositas, etika, estetika, psikomotorik (seni, ketrampilan), demokrasi.
• Pendidik menjadikan pendidikan sebagai proses ibadah dengan niat yang tulus dan cinta pada anak didik, menghormati peserta didik dalam kesetaraan kemanusiaan.

DAFTAR PUSTAKA

Drijarkara. (1981). Percikan Filsafat. Jakarta : PT Pembangunan
Mudyahardjo, Redja.(2002). Filsafat Ilmu Pendidikan suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Phenix, P.H. (1964). The Realm of Meaning, a Philosophy of Curriculum for General Education. New York : McGraw-Hill Book Company
Rasyidin, Waini. (2002). Upaya Mendidik: Mata Rantai yang Terputus dalam Dunia Pendidikan Kita. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Shrode, William A and Voich Jr. (1974) Organization Basic System Concept. Petaling Jaya, Malaysia : Irwin Book Company
Siagian, Sondang P. (2003). Filsafat Administrasi (edisi revisi). Jakarta : Penerbit Bumi Aksara
Silalahi, Ulber. (1999). Studi Tentang Ilmu Administrasi Konsep Teori dan Dimensi. Jakarta : Sinar Baru Algesindo
Sumaatmadja, Nursid. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta
Syaripudin, Tatang dan Kurniasih. (2008).Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Percikan Ilmu
Titus, Harold, et. All. (1979). Living Issues in Philosophy. New York : American Book Coy



Tidak ada komentar: