Belanja
untuk bidang pendidikan di Provinsi Jawa Barat sejauh yang dapat diamati di
lapangan berasal dari dua sumber : pemerintah dan non pemerintah. Sumber
pemerintah terdiri dari dari APBN dan APBD. Sumber non pemerintah terdiri dari
bantuan luar negri (hibah), swasta (private
sector) dan sektor domestik
(keluarga). Studi alokasi ini hanya membahas sumber pemerintah baik itu APBN
maupun APBD Provinsi.
1).
Belanja yang Bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat
Belanja
yang dikeluarkan untuk bidang pendidikan terdiri dari
Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung merupakan belanja yang terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang dirinci dalam tiga kelompok yaitu
belanja pegawai, barang dan jasa serta belanja modal. Belanja Tidak Langsung
adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari delapan kelompok yaitu : (1)
belanja pegawai; (2) belanja bunga; (3) belanja subsidi; (4) belanja hibah; (5)
belanja bantuan sosial; (6) belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dan
Pemerintahan Desa; (7) belanja bantuan keuangan kepada kabupaten/kota dan
Pemerintah Desa; dan (8) belanja tidak terduga.
Dari
delapan kelompok belanja tidak langsung, beberapa perlu dijelaskan khususnya
yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan : Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi dalam bentuk gaji dan
tunjangan serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada PNS yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan
dalam bentuk uang dan atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Belanja
hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang,
barang dan atau jasa kepada pemerintah daerah dan kelompok masyarakat
perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Belanja bagi hasil kepada Kabupatan/Kota
digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan
provinsi kepada Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentunan perundang-undangan.
Belanja bagi hasil dilaksanakan secara proporsional guna memperkuat kapasitas
fiskal Kabupaten/Kota dalam melaksanakan otonomi daerah. Belanja bantuan keuangan kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa
yang digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau
khusus. Alokasi terbagi ke dalam tiga bagian :
dana pemerataan, dana proporsional dan dana penyeimbang.
Dana
pemerataan dialokasikan sama untuk setiap Kabupaten/Kota. Dana proporsional
dihitung berdasarkan indeks Kabupaten/Kota. Dana penyeimbang ditentukan
berdasarkan variabel kuantitatif seperti ibu kota Provinsi, Kabupaten/Kota yang
berbatasan dengan Provinsi lain serta Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan even
khusus yang berskala regional atau nasional. Kriterianya adalah kegiatan
tersebut mendukung secara signifikan upaya peningkatan IPM Jawa Barat salah
satunya adalah peningkatan nilai indeks pendidikan (RLS dan AMH).
Alokasi
anggaran pendidikan pada tahun 2009 adalah sebesar 20% dari belanja daerah pada
APBD 2009. Belanja daerah besarnya Rp 8.262.578.445.826,00 atau Rp 8,262
triliun lebih. Dengan demikian anggaran pendidikan pada tahun 2009 dialokasikan
sebesar Rp 1.628.678.428.263,00 atau Rp 1,628 triliun lebih. Anggaran sebesar
itu secara garis besar dibagi dengan komposisi sebagai berikut.
Tabel
4.3 Alokasi
Anggaran Pendidikan Tahun 2009
Anggaran
|
Alokasi
|
Jumlah Alokasi
|
Total Jumlah Alokasi
|
Anggaran Pendidikan
(20% Belanja Daerah)
|
|
|
1.628.678.428.263,00
(100%)
|
(1)Belanja Langsung & Bantuan pada
Disdik
a.Belanja Langsung
b.Bantuan
|
472.937.177.500,00
977.257.112.500,00
|
1.450.194.290.000,00
(89,04 %)
|
|
(2)Belanja Tidak Langsung
a.Gaji PNS Dinas Pendidikan dan Gaji
/Tunjangan Guru PLB
b.Insentif Guru Madrasah (Pendidikan
Keagamaan)
|
168.759.675.263,00
12.108.053.000,00
|
178.484.138.263,00
(10,96%)
|
|
Sumber :
Hasil Penelitian (2010).
Dari
Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa 89,04%
anggaran pendidikan dialokasikan untuk Belanja Langsung dan Bantuan sedangkan
10,96% dialokasikan untuk Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung dan Bantuan
seluruhnya berjumlah Rp 1,450 triliun lebih, dibagi ke dalam Belanja Langsung sebesar Rp 472,937 miliar lebih dan Bantuan
sebesar Rp 977,257 miliar lebih. Sedangkan Belanja Tidak Langsung seluruhnya
berjumlah Rp 178,484 miliar lebih digunakan untuk Gaji PNS Dinas Pendidikan dan
Gaji /Tunjangan Guru Pendidilan Luar Biasa sebesar Rp 168,759 miliar lebih dan
Insentif Guru Madrasah Diniyah (Pendidikan Keagamaan) sebesar Rp 12,108 miliar
lebih.
Belanja
Langsung adalah untuk membiayai program dan kegiatan termasuk sumbangan buku
pelajaran, sedangkan Bantuan adalah
berupa uang yang diberikan untuk Biaya Operasional Sekolah (BOS)
mendampingi BOS yang berasal dari APBN, bantuan untuk seragam serta beasiswa.
Belanja Langsung tidak hanya untuk membiayai program dan kegiatan pendidikan
yang ditangani oleh Disdik tetapi juga ada juga di OPD (Organisasi Perangkat
Daerah) yang lain seperti Disbudpar, Dinas Pertanian, Dinas KUKM, Dinas Naker
serta Badiklatda yaitu untuk membiayai kegiatan yang berhubungan dengan
masyarakat di luar persekolahan.
Dari
anggaran Rp 1,6 triliun tersebut belanja yang dikelola Dinas Pendidikan hanya
sekitar Rp 507 miliar saja yang realisasinya adalah sebagai berikut
Tabel 4.4
Realisasi Anggaran Tahun 2009 Dinas Pendidikan
Nomor
|
Belanja
|
Realisasi
|
1
|
Belanja Tidak
Langsung
Belanja
Pegawai
149.097.121.567,00
|
149.097.121.567,00
|
2
|
Belanja
Langsung
Belanja Pegawai 36.241.202.330,00
Belanja
Barang dan Jasa 306.303.638.639,00
Belanja
Modal
15.726.920.132,00
|
358.271.761.101,00
|
|
Jumlah Belanja
|
507.368.882.668,00
|
Sumber :
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) Tahun 2009
Bila
dicermati belanja Bantuan (Rp 977,257 miliar lebih) lebih besar dari Belanja
Langsung (Rp 472,937 miliar lebih). Hal
ini terjadi karena otonomi daerah lebih banyak diberikan ke pemerintah kota dan
kabupaten, sehingga alokasi anggaran pendidikan dari pemerintah provinsi lebih
banyak untuk membantu pemerintah kota dan kabupaten tersebut. Peran terpenting
pemerintah provinsi sebenarnya adalah melakukan koordinasi agar terjadi sinergi
di bidang pendidikan sehingga program wajib belajar Sembilan tahun dapat
terlaksana dan berjalan sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan,
yaitu harus tuntas pada tahun 2010 sebagaimana yang dijanjikan Gubernur.
Belanja
Program dan Non Program
Anggaran
pendidikan di Provinsi Jawa Barat diimplementasikan melalui program dan non
program. Dalam program maka program dielaborasi ke dalam program bantuan maupun
kegiatan baik yang berada di Dinas Pendidikan maupun di OPD lainnya. Sedangkan
yang non program berada dalam wilayah diskresi Gubernur untuk mengeluarkan
anggaran yang belum ditentukan programnya.
Program
pada bidang pendidikan dasar terdiri dari satu
program dengan sepuluh kegiatan.
Menurut
Gubernur, dalam pelaksanaan program ini terdapat beberapa masalah yaitu masih
tingginya angka rawan drop out (DO)
siswa SD dan SMP yang lokasi rumahnya jauh dari sekolah terutama di pedesaan;
persebaran Guru yang belum merata dan kurangnya jumlah Guru. Upaya untuk mengatasi
hal tersebut adalah memperluas kesempatan pada masyarakat untuk memperoleh
kesempatan belajar melalui pelaksanaan double
shift, revitalisasi rehabilitasi dan refungsionalisasi gedung; pemberian
beasiswa; pemerataan dan pengangkatan Guru baru; peningkatan kesejahteraan
Guru; serta kampanye pendidikan kepada masyarakat tentang pentingnya wajib
belajar pendidikan dasar.
Dengan
kenyataan seperti yang dikatakan Gubernur tersebut Saleh , Nawafie (Sekretaris
Pansus LKPJ Gubernur Jawa Barat 2009) meragukan
janji Gubernur bahwa wajardikdas 9 tahun secara gratis
selambat-lambatnya 2 tahun masa jabatan akan dapat direalisasikan. Lebih jauh
Saleh mengatakan bahwa tingginya rawan drop
out berkaitan dengan angka penduduk pra sejahtera, sehingga berada di luar
program-program bidang pendidikan. Pernyataan tersebut bisa diartikan bahwa
masalah pendidikan berkaitan dengan masalah kesejahteraan penduduk, sehingga
penanganan masalah pendidikan harus integral dengan sektor-sektor lainnya.
Dalam
konteks otonomi daerah (desentralisasi), pendidikan dasar di Provinsi Jawa
Barat memberikan muatan lokal bahasa daerah
sebagai pembinaan kebudayaan daerah melalui jalur persekolahan. Hal
tersebut mengacu pada Perda-perda Nomor
5 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Aksara Daerah; Nomor 6
Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Kesenian, dan Nomor 7 Tahun 2003 tentang
Pengelolaan Kepurbakalaan, Kesejarahan, Nilai Tradisional dan Museum.
Program
pada pendidikan kebudayaan daerah
terdiri dari satu program dengan
Sembilan kegiatan dan 54 hasil kegiatan.
Selain
mengalokasikan anggaran ke dalam bentuk program , Gubernur Jawa Barat telah
memberikan bantuan keuangan ke-15 sanggar seni di Jawa Barat. Salah satunya
diberikan pada AWI (Angklung Web
Institute) sehingga dapat mementaskan angklung dan musik bambu di teater terbuka Esplenade Singapura akhir
tahun 2009, yang merupakan ajang bagi siswa untuk menunjukkan kreasi dan
apresiasinya terhadap kebudayaan daerah.
Kusnandar,
seorang pengamat budaya Cirebon yang menjadi informan (gatekeeper) mengatakan bahwa kendala utama pengajaran bahasa adalah
guru yang kurang atau tidak kompeten, di samping Kepala Sekolah yang tidak bisa
menjadi manajer yang mengetahui kebutuhan siswa serta tidak memiliki strategi
pengajaran. Kebijakan bahasa daerah sebagai muatan lokal masih dilaksanakan
seadanya sehingga terkesan “tidak mempunyai targetan apa-apa”. Dikatakannya
pula bahwa kurikulumnya cukup baik tetapi kendalanya adalah pada implementasi
anggaran yang tidak jelas, misalnya dalam pencetakan buku bahasa daerah yang
dibagikan ke para guru. Diharapkan pengajaran bahasa “tidak hanya menjadi
industri untuk meraup rupiah”
Setia,
Beni, (Pikiran Rakyat, November 2009), menyatakan bahwa “fakta makin tidak berfungsinya bahasa Sunda
sebagai alat untuk mengekspresikan intelektualitas orang Sunda” di samping
“fakta yang merujuk pada banyak orang Sunda masa kini yang tak lagi merasa
bahasa dan budaya Sunda itu medium untuk mengaktualisasikan jatidiri Sunda”.
Pernyataan itu menunjukkan perlunya pendidikan dasar memberikan muatan lokal
bahasa daerah sebagai media mengaktualisasikan jati diri.
Persoalan
kegamangan yang berkaitan dengan jatidiri diungkap pula oleh Paskarina,
Carolina seorang akademisi yang mengatakan bahwa Ki Sunda “termajinalisasi di
rumahnya sendiri”.
Beberapa
permasalahan yang muncul dari hasil pengamatan
adalah kecenderungan makin melemahnya penggunaan bahasa daerah; semakin
menurunnya tingkat apresiasi budaya daerah; menurunnya riset-riset nilai-nilai
budaya daerah oleh akademisi dan praktisi kebudayaan; kurang terpeliharanya
beberapa dokumen sejarah, artefak-artefak dan petilasan masa lampau; kurangnya
pemahaman dan penghayatan sebagian besar masyarakat khususnya para pelajar
terhadap makna filosofi dan nilai yang terkandung dalam budaya lokal serta
kurangnya respon dan apresiasi masyarakat terhadap kegiatan yang bernuansa
budaya lokal.
Untuk
mengatasi persoalan tersebut Gubernur berpandangan diperlukan upaya peningkatan
frekuensi kegiatan apresiasi bahasa dan sastra daerah pada generasi muda; peningkatan pembinaan terhadap budaya daerah
dalam rangka menetralisir nilai-nilai yang kurang relevan dengan kepribadian
masyarakat Jawa Barat melalui pembinaan budaya yang berkelanjutan; peningkatan
upaya inventarisasi dan dokumentasi terhadap naskah kuna, dokumen sejarah dan
benda-benda tinggalan sejarah dan budaya; peningkatan apresiasi terhadap
koleksi dan benda-benda museum kepada generasi muda melalui pameran permuseuman;
peningkatan kegiatan /event kesenian dan kebudayaan di sekolah-sekolah,
kurikulum yang berbasis budaya lokal harus diaplikasikan dalam
kegiatan-kegiatan sekolah; perlu adanya peraturan perundang-undangan yang dapat
menyinergikan pemerintah dengan stakeholder
kebudayaan dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah.
2). Belanja
yang Berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pemerintah
Provinsi memperoleh alokasi anggaran pembangunan yang berasal dari APBN yang
dikelola pemanfaatannya oleh Dinas Pendidikan.
Komponen anggaran yang terbesar diberikan untuk Bantuan Operasional
Pendidikan (BOS) yaitu sebesar Rp 2,843 triliun
dan Peningkatan Mutu dan Profesionalisme Guru Rp 1,173 triliun. Besarnya
anggaran tersebut menunjukkan komitmen Pemerintah untuk menutaskan wajib
belajar pendidikan dasar Sembilan tahun sekaligus meningkatkan mutu pendidikan
melalui peningkatan mutu para Guru. Besarnya anggaran yang berasal dari APBN
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5
Alokasi Anggaran Pendidikan yang Berasal dari APBN
|
Nama Kegiatan
|
Alokasi (Rp)
|
Realisasi (%)
|
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
|
Penyelenggaraan
Effisiensi Perencaaan Pendidikan
Perencanaan
dan Pengendalian Mandikdasmen
Perluasan dan
Peningkatan Mutu TK dan SD
Perluasan dan
Peningkatan Mutu SMP
Perluasan dan
Peningkatan Mutu SMA
Perencanaan
dan Peningkatan Mutu dan Evaluasi SMK
Bantuan
Operasional Sekolah (BOS)
Peningkatan
Mutu dan Profesionalisme Guru
Perluasan dan
Peningkatan Mutu Pendidikan Khusus dan Pendidikan
Penyelenggaraan
PAUD dan PAUD Rintisan
Penyelenggaraan
Paket A Setara SD dan Paket B Setara SMP
Penyelenggaran
Pendidikan Non Formal
|
190.000.000
1.553.708.000
63.739.058.000
99.164.177.000
108.248.508.000
112.260.950.000
2.843.031.639.000
1.173.530.245.000
10.320.135.000
13.538.115.000
37.171.278.000
80.776.163.000
|
94,07
88,34
99,92
94,71
99,71
99,07
99,46
99,10
98.90
95,75
95,56
98.46
|
|
|
Jumlah
|
4.534.523.976.000
|
99,20
|
|
Sumber : Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2009
Dana
untuk BOS merupakan dana yang terbesar yang berasal dari APBN, karena mencapai
lebih dari Rp 2,8 triliun. Menurut Suparman, Asisten III Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, proses pencairan BOS Pusat “bisa langsung di transfer ke sekolah”
(Galamedia, 16 April 2010). Seorang pengurus sebuah yayasan pendidikan
mengatakan bahwa penggunaan BOS di sekolah ini rawan dengan pelbagai
permasalahan. Meskipun tidak secara eksplisit dikatakan tapi dapat disimpulkan
bahwa ada penggunaan dana yang tidak pada tempatnya yang jumlahnya bisa
mencapai 10 hingga 30%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar