Dalam
menguji kebijakan secara kritis Fowler (2009:238) menekankan pada pembelajaran
untuk menganalisis kebijakan-kebijakan publik. Mengetahui perkembangan,
formulasi dan adopsi kebijakan atau tentang peranan aktor-aktor kebijakan saja
tidaklah cukup bagi seorang
administrator pendidikan; mereka juga harus mengetahui bagaimana
mengambil keputusan dan menelitinya sedekat mungkin. Mengapa ? karena sebagai
administrator mereka harus membuat kebijakan
sendiri. Mereka bertanggungjawab mengadopsi kebijakan yang memungkinkan
pendidikan berjalan sebagai lingkungan
pembelajaran positif bagi anak-anak. Mereka harus membuat rancangan proposal
kebijakan pada pelbagai masalah dan merekomendasikannya untuk lembaga yang
berwenang.
Fowler
memberikan tiga tipe analisis bagi administrator untuk menguji kebijakan secara
kritis : teknik pengawasan Lowi, instrumen-instrumen kebijakan Elmore dan
analisis biaya dan keefektifan,
semuanya sangat bermanfaat dalam membimbing refleksi. Pimpinan pendidikan yang
menggunakannya dengan cerdas akan menemukan diri mereka lancar pada perubahan
dan implementasi kebijakan.
Penjelasan
dari Tipe Analisis Kebijakan adalah sebagai berikut:
a. Teknik - Teknik Pengawasan Lowi
Pada sebuah
artikel di tahun 1964, Lowi mengajukan
tesis mengenai tiga bentuk kebijakan : distributif, regulatori, dan
redistributif. Tiga puluh tahun kemudian dia dan Ginsberg (1994) menemukan
tesis orisinal, menggunakan tipe kebijakan techniques
of control dan memberi nama baru kebijakan distributive sebagai kebijakan
promosional.
Berikut
ini tiga bentuk kebijakan menurut pandangan Lowi:
1) Kebijakan-kebijakan Distributif
(Promosional)
Kebijakan
Distributif adalah kebijakan memberikan hadiah bagi warga Negara baik berupa
barang-barang maupun jasa atau pelayanan istimewa. Praktek ini sudah berlangung
lama sejak zaman raja-raja memberi hadiah untuk mengkonsolidasi kesetiaan dari
para pengikutnya. Kebijakan tersebut bisa berupa subsidi, kontrak, dan lisensi
non-regulatoris. Subsidi bisa berupa
“uang kas, barang-barang dan jasa-jasa atau tanah”. Pada Kontrak, suatu perusahaan swasta memberikan produk
atau pelayanan pada pemerintah yang
ditukar dengan sejumlah dana. Dinamakan juga privatisasi. Izin
non-regulatori merupakan lisensi yang diberikan pemerintah untuk melakukan
sesuatu yang sebaliknya bisa bersifat illegal. Lisensi (izin) bisa
diperoleh dengan mengeluarkan sejumlah uang.
2) Kebijakan Regulatoris
Kebijakan
Regulatoris merupakan formalisasi dari peraturan yang ditunjukkan secara umum
dan diterapkan untuk sejumlah besar penduduk. Aturan tersebut disertai dengan
sangsi. Meskipun demikian, menurut Lowi dan Ginsberg, kemampuan pemerintah
menjalankan peraturan sangat lemah.
Jenis-jenis
Kebijakan Regulatoris biasanya berupa hukum atau peraturan administratif yang secara eksplisit mengatur atau melarang
tindakan tertentu. Kebijakan regulatoris misalnya dapat berupa sertifikasi guru
dan kepala sekolah.
3) Kebijakan-kebijakan Redistributif
Kebijakan
Redistributif adalah pergeseran sumber-sumber atau kekuasaan dari suatu
kelompok khusus kepada yang lainnya.
Dengan melakukan itu pemerintah mengontrol perilaku dengan menentukan alternatif
aturan main dan memanipulasi lingkungan. Jenis-jenis Kebijakan Redistributif dapat
berupa program affirmative action,
desegregasi, pendidikan bagi semua penyandang cacat, manajemen privatisasi
sekolah dan lain-lain. Politik Redistributif biasanya kontroversial dan
memotong kesenjangan antar kelas dalam masyarakat sehingga membangkitkan arena
politik dengan adanya konflik.
b. Instrument-instrumen Kebijakan McDonnell
dan Elmore
McDonneell
dan Elmore (1987) berpendapat bahwa empat “alternatif instrument kebijakan …
mekanismenya terletak pada menerjemahkan tujuan kebijakan substantif…ke dalam
tindakan konkrit”. Empat instrument kebijakan tersebut adalah : mandat,
rangsangan, membangun kapasitas dan merubah sistem. Beberapa tahun kemudian
(1994) McDonneell menambahkan instrument kelima : hortatory policy atau persuasi. Teknik Lowi berdasar pada dampak
kebijakan pada masyarakat, McDonneell dan Elmore mempertimbangkan “ kondisi di
mana instrument-instrumen sangat mungkin
menghasilkan dampak yang diinginkan” (1997:133).
Berikut
ini instrument-instrumen kebijakan menurut McDonnell dan Elmore.
1) Mandat
Mandat merupakan suatu
“aturan mengelola tindakan individu dan agen-agen”. Biasanya terdiri dari dua
komponen : bahasa yang menerangkan perilaku yang diinginkan untuk semua orang
pada kelompok sosial tertentu dan pengenaan sangsi bagi yang gagal
melaksanakannya. Inducements
(rangsangan) adalah “transfer dana (grant)
kepada individu atau agen yang telah menghasilkan barang dan jasa”. Terdiri
dari dua komponen: (1) uang, pelayanan atau barang-barang yang ditransfer dan
(2) arahan yang menerangkan bagaimana hal itu dapat diperoleh.
2)
Capacity Building
Membangun
Kapasitas (capacity building) dapat
didefinisikan sebagai “transfer dana untuk tujuan investasi material,
intelektual, atau sumber daya manusia”. Kata investment mengindikasikan perbedaan antara capacity building dengan inducement.
3) Perubahan Sistem
Perubahan Sistem
adalah suatu instrument kebijakan yang “ memberikan …kewenangan resmi di antara
individu dan lembaga”. Komponen sentralnya adalah sebuah statuta, aturan
administratif, atau kebijakan dewan yang melemahkan atau menghilangkan
kewenangan suatu lembaga atas suatu area pembuatan keputuan spesifik yang
secara simultan menggeser kewenangan kepada individu atau lembaga yang berbeda.
4)
Hortatory Policy
Hortatory
Policy
(Persuasi) merupakan kebijakan “mengirim sinyal bahwa tindakan dan tujuan
tertentu dianggap sebagai prioritas utama oleh pemerintah”. Karena membujuk,
kebijakan ini bersifat diskursif (tidak bersambungkan), mengggunakan simbolisme
dan perumpamaan untuk mengimbau pada nilai-nilai dalam rangka mendorong warga
bertindak berdasar nilai mereka. Komponen utamanya adalah tulisan, lisan atau
teks grafik untuk mengkomunikasikan informasi dan sugesti pada orang-orang untuk
bertindak dengan cara tertentu.
c. Analisis Biaya dan Manfaat
Analisis biaya
dan analisis keefektifan biaya merupakan alat bagi pendidik, Untuk itu
diperlukan pemahaman mengenai istilah cost
(biaya) dan benefit (manfaat). Banyak
yang berpandangan bahwa cost sinonim
dengan expenditure (belanja), dan ini
tidak benar. Cost berhubungan erat dengan benefit. Benefit adalah “anything you gain by undertaking a
particular course of action” (Coplin& O’Leahy, 1981:129). Cost adalah “anything you must give up in order to obtain those benefits”
(1981:129). Cost dengan demikian
termasuk baik belanja dan manfaat potensial yang hilang mengikuti suatu
tindakan. Sebagai contoh, jika sebuah
ruang kelas diubah menjadi student lounge,
costs tidak hanya belanja cat dan meubelair baru, tetapi juga kesempatan
untuk menggunakan ruangan bagi kegiatan lain, atau sebuah opportunity cost. Baik cost
maupun benefit bisa bersifat tangible dan intangible. Cost dan benefit yang tangible dapat dihitung. Skor tes yang tinggi dan angka dropout
yang rendah adalah contoh tangible
benefits; dukungan komunitas yang kuat adalah intangible. Termasuk tangible cost adalah termasuk jumlah dollar yang dibelanjakan untuk upah kerja disuatu proyek. Intangible costs termasuk moral siswa yang rendah dan guru yang
pemarah.
Pemimpin
perlu melakukan analisis biaya dan manfaat tangible
dan intangible yang direkomendasi
oleh Coplin dan O’Leary (1981). Arti dari analisis ini harus diinterpretasikan
dalam konteksnya. Analisis harus berhubungan dengan konteks spesifik dalam rangka
menjawab pertanyaan kunci: apakah
manfaat potensial mengadopsi kebijakan lebih besar dari biaya potensial? Jika jawabannya
affirmative maka kebijakan bisa
diadopsi. Coplin dan O’Leary (1981) dalam
Fowler (2009: 264) : mengingatkan : ‘
suatu proyek hanya bisa dilakukan hanya jika manfaat paling sedikit sama dengan
biaya’.
Tidak
ada kebijakan, bahkan yang low-cost,
dapat diadop jika tidak mungkin efektif dan kebijakan eksisting bisa
menjadi terbukti ineffective. Suatu kebijakan efektif adalah yang mengarah pada outcomes yang diniatkan, seperti skore
pencapaian membaca di sekolah lanjutan, kehadiran yang lebih baik, atau
peningkatan keterlibatan orang tua. Analisis keefektifan biaya adalah cara
sistematik untuk metode membandingkan alternatif
untuk mencapai tujuan yang sama dengan
kerangka keefektifan biaya dan kemanfaatan. Kebijakan yang diinginkan adalah
yang biaya lebih rendah untuk mencapai tujuan kebijakan. Ketiadaan analisis
keefektifan biaya, pemimpin sering membuat kesalahan dalam memilih kebijakan
atau program yang lebih tidak mahal. Jika suatu kebijakan tidak efektif, ia
akan sangat costly meskipun biayanya
rendah.