Minggu, 05 September 2010

Pendidikan Umum dan Pendidikan Kepribadian



















1. Hakekat Pendidikan Umum

Dalam sejarah perkembangan pendidikan di Erapa Barat dan Amerika Serikat, Pendidikan Umum (general education) muncul kemudian setelah Pendidikan Liberal (liberal education). Pendidikan Umum pada awalnya diperuntukkan sebagai ‘counter’ terhadap spesialisasi ilmu pengetahuan yang berlebihan. Pendidikan Liberal lebih terkait pada pemenuhan mata pelajaran (content centered) sebagai warisan budaya aristokratis sedangkan Pendidikan Umum lebih terkait dengan pribadi siswa (student centered).
Perbedaan sudut pandang penggagas teori Pendidikan Umum telah mengakibatkan perbedaan tekanan dalam mendefinisikan Pendidikan Umum tersebut. Dimensi-dimensi yang membedakannya adalah : dimensi program, dimensi proses, dimensi produk dan dimensi fase (Mulyana, 2002:3).

(1). Definisi berdasarkan dimensi program diajukan oleh Alberty & Alberty yang menyatakan : ‘general education is that part of the program which is required of all students at a given level’. (2). Definisi berdasarkan proses dikemukakan oleh Brameld : ‘general education means an integrated and organized understanding of great areas of life and reality’; Cohen :’ general education is the process of developng a framework on which to place knowledge stemming from various sources’; Phenix: ‘general education is the process of engineering essential meanings’ dan Team : ‘a process whereby lifelong learners grow and fulfill that potential’.(3). Definisi berdasarkan produk diajukan McConnell : ‘general education prepares the student for a full and satisfying life as a member of family, as a worker, as a citizen and integrated and purposefull human being’; IDE : ‘general education prepares a student to take a responsible place in society and to appreciate his/her own work in the context of society needs’; Draper : ‘general education is that education that everyone must have for satisfactory and efficient living, regardless of what one plans to make his life work’ . (4) Definisi berdasarkan fase ditemukan dalam Dictionary of Education yang merumuskannya sebagai : ‘the phases of learning which should be the common experience of all men and women’.

2. Tujuan Pendidikan Umum

Pendidikan sebagai suatu jenis aktifitas manusia tidak dapat dilepaskan dari tujuan yang hendak dicapainya. Teori-teori pendidikan klasik yang dipengaruhi oleh konsep pemikiran mengenai eksistensi manusia dari Plato dan Aristoteles menunjukkan pentingnya proses ‘memanusiakan manusia’. Mulyana (2002: 5) menjelaskan bahwa dalam perkembangannya kemudian menjadi teori-teori baru yang menekankan tujuan kedewasaan dan kemandirian (Langeveld), totalitas kepribadian (Tolman), pengetahuan, sikap dan ketrampilan (Encyclopedia Americana), hati nurani (Kohnstamm & Gunning). Demikian juga halnya dengan pendidikan umum, memiliki tujuan yang hendak dicapainya.
Beberapa tujuan pendidikan umum yang dikumpulkan Mulyana (2002:7) : (1) pembelajaran makna-makna yang esensial (Phenix); (2) mempersiapkan warga negara yang utuh (Connell dan Daper); (3) pengembangan keseluruhan kepribadian dalam kaitan dengan masyarakatnya (Mansoer); (4) mengembangkan intelegensi kritis yang dapat digunakan dalam berbagai bidang kehidupan, mengembangkan dan meningkatkan karakter moral, mengembangkan dan meningkatkan kewarganegaraan, menciptakan kesatuan intelektual dan keharmonisan pemikiran (Henry); (5) memberi kemampuan untuk memiliki dan mengetahui informasi yang diperlukan untuk membangun pendapat-pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan dan hubungan mereka dengan dunia sekitar; membantu dalam pengembangan intelektual, ketrampilan praktis, dan sensitivitas emosional dan estetik yang dapat mempersiapkan mereka untuk berpikir, bertindak dan merasa dalam dunia yang senantiasa berubah; membantu siswa memahami nilai-nilai yang terdapat dalam budaya dan membantu mereka agar peduli terhadap nilai dan keyakinan dari tradisi dan budaya setempat (UCA).

3. Etika Kepribadian

Manusia modern mengalami “kekacauan besar” (great disruption) terutama dalam masalah moral sebagaimana digambarkan Fukuyama (2002). Globalisasi menunjukkan intensitas yang luar biasa semenjak dunia tersegmentasi ke dalam gelombang-gelombang peradaban. Era informasi menyatukan dan menyeragamkan dunia sekaligus memecahnya ke dalam sub budaya. Manusia nampaknya tidak sepenuhnya siap menerima perubahan dilematis itu. Capra (1998: ) menunjukkan kegamangan tersebut, ketika kemampuan adaptasi manusia nampaknya mengalami stagnasi berhadapan dengan permasalahan di segala aspek kehidupan. Pendidikan meskipun mengalami krisis seperti digambarkan Coombs (1986: 3) diharapkan tetap menjalankan misinya dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan, kapasitas moral/ akhlak/ budi pekerti dan kapasitas kewarganegaraan, pada tataran lokal, regional, nasional dan global. Pendidikan yang meningkatkan kapasitas akhlak / budi pekerti sejalan dengan ajaran Rasulullah Muhammad S.A.W. yang kehadirannya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia agar manusia memiliki akhlak yang mulia (akhlaqul karimah) melalui teladan yang diberikannya (Quthb,1998:325 )
Dewasa ini pranata sosial yang dibuat manusia bukan saja mengalami penurunan tingkat kepercayaan oleh publik, tetapi juga semakin menjauhkan manusia dari dari cita-citanya untuk hidup “mengejar kebahagiaan” bagi kemanusiaan seluruhnya. Relasi ekonomi antar negara maju dan negara berkembang nampak tidak adil. Ahli fisika dan aktifis terkemuka India, Shiva (Kompas, 25 September 2005) memaparkan kesenjangan pendapatan antara penduduk dunia yang hidup di negara terkaya dan penduduk yang hidup di negara termiskin berlipat-lipat, dari 30:1 pada tahun 1960-an, menjadi 78:1 pada tahun 1978. Kung (2002:159) memandang bahwa dunia memerlukan etika ekonomi-politik global, yaitu “sebuah konsensus fundamental yang memadukan nilai-nilai standar dan sikap-sikap mutlak”. Dalam politik Kung mempertanyakan apakah politisi boleh berbohong? Dia juga mempertanyakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi konflik regional, nasional dan internasional. Berkaitan dengan neokapitalisme, apakah hanya bermotifkan keuntungan? Baginya ekonomi pasar global membutuhkan etika global. Demikian juga kebijakan tatanan dunia harus bermotifkan etika. Cara bisnis harus pula dipertanggungjawabkan secara etika. Selanjutnya Kung (2002:455) mengatakan :
“Dilihat dari banyaknya krisis dan skandal, orang tidak dapat menghindari kesan bahwa Tuhan yang pantas mendapatkan penghormatan di sebagian besar bentuk dan kondisi adalah Tuhan besar dari modernitas par excellence, Tuhan kemajuan, Tuhan keberhasilan! Itu berarti efisisensi menggantikan transendensi; keuntungan, karir, prestise, dan sukses dengan segala biaya, sebagai ganti dari keterbukaan pada dimensi lain….dari semua skandal, di Jerman, Italia, hingga Amerika dan Jepang, ada kesamaan dalam modus operandi mereka, yakni menghalalkan segala cara. Untuk sukses orang perlu berbohong, menyogok, melanggar janji. dll. “

Persoalan etika yang disampaikan di atas merupakan satu persoalan kemanusiaan, karena etika merupakan suatu cara untuk menilai dan memutuskan pilihan atas berbagai tindakan moral dan kepatutan, yang harus dimiliki setiap manusia dalam kehidupannya. “Ethis is a branch of philosopy in which men attemp to evaluate and decide upon particular courses of moral action or general theoris of conduct” (The Encyclopedia Americana International Edition, 2004 ) Istilah etika berasal dari bahasa Yunani ethikos yang berarti nilai atau aturan mengenai tingkah laku yang dimiliki oleh individu maupun kelompok. Dengan demikian, etika berkaitan dengan kepribadian, karena mengatur dan membentuk karakter di dalam interaksinya dengan orang lain maupun kelompok.

4. Karakteristik Kepribadian

Kepribadian (personality) memiliki banyak pengertian. Allport (Phares, 1984:9) mengidentifikasikan 50 konotasi yang di dapat dari lapangan etimologi, theologi, filsafat, jurisprudensi, sosiologi, dan psikologi. Personality berasal dari akar kata persona (topeng) yang dikenakan seorang aktor. Phares (1984:9) mengumpulkan beberapa definisi kepribadian sebagai berikut:
1. Deceptivce masquarade or mimicry;
2. Superficial attractiveness;
3. Social-stimulus value;
4. The entire organization of a human being at any stage of development;
5. Levels or layers of dispositions, ussualy with a unifying or intergrative principle at the top;
6. The integration of those systems or habits that represent an individual’s characteristic adjustment to the environment;
7. The way in which the person does such things as talking, remembering, thingking, or loving;
8. The dynamic organization within the individual of those psychological systems that determines his orher unique adjustment to the environment (item 1-8 were adapted from those collected by Allport, 1937, pp. 25-50);
9. A persons unique patrtern of traits (from Guilford, 1959, p.5);
10. Those characteristic of the person or of those people generally that account for consistent pattern of response (from Pervin, 1980, p.6);
11. A stable set of characteristic and tendencies that determines those commonalities and differences in the psychological behavior (thoughts, feeling and actions) of people that have continuity in time and that may not be easily understood as the sole result of the social and biological pressures the moment (from Maddi, 1980, p.10).

Menurut Phares (1984:17) kepribadian dapat ditengarai dengan terminologi stabilitas dan kontunitas (stability and continuity). Namun tidak dapat dipungkiri kenyataan bahwa individu tidaklah selalu berada dalam keadaan konstans, mereka menunjukkan unsur-unsur perubahan. Tapi bagi beberapa ahli psikologi, kepribadian cenderung stabil, dan menjadi karakter seseorang. Lainnya lagi menggarisbawahi unsur perbedaan dan keunikan dari individu. Dahlan dalam matrikulasi PPS UPI mengutip Al- Ghazali yang menyatakan kepribadian adalah kalbu. Bahkan hakekat manusia adalah kalbu itu sendiri juga mengutip sabda Rasulullah : “secepat nuranimu goyah itu jelek. Kalau nuranimu tenang itu baik”.Kepribadian dengan demikian merupakan totalitas dari berbagai potensi yang terdapat dalam diri manusia. Hal itu sejalan dengan yang dikatakan Prince (Kartono, 1979:11) :
“Personality is the entire mental organization of a human being at any stage of his development. It embraces every phase of human character, intellect, temperament, skill, morality, and every attitude that has been built up in the course of one’s life”.

5. Pendidikan Kepribadian

Pendidikan Umum berkaitan dengan pembentukan integritas kepribadian. Manusia dengan kepribadian yang integral, yang menempatkan dirinya sebagai individu, tapi juga sebagai makhluk sosial, makhluk budaya, dan bagian dari alam. Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki tanggungjawab terhadap Tuhan, diri sendiri, masyarakat, tatanan budaya dan terhadap alam.
Sebagai makhluk ciptaan Allah manusia memiliki 2 dimensi, yaitu dimensi spiritual dan dimensi biologis. Dalam dimensi biologi (basyar), manusia merupakan unsur tanah, hal ini sesuai dengan Al Quran (S.38:71) : “sesungguhnya aku mencipta basyar dari tanah”. Dalam dimensi biologis tersebut terkandung tritunggal hayat (hidup), hawa (keinginan) dan jasad. Tetapi manusia tidak semata-mata bio-fisik, karena “ketika sudah Ku sempurnakan kejadiannya lalu kutiupkan kepadanya ruh-Ku” (QS. 38:72). Dengan demikian ada dimensi ruhiah/ ilahiah dalam diri manusia dan itulah yang membuatnya memiliki spiritualitas.
Pendidikan umum (general education) menurut Draper (Gwynn, 1960:413) merupakan “educationn that everyone have for satisfactory and efficient living, regardless af what one plans make life work” diarahkan pada pendidikan kepribadian, adalah pendidikan memanusiakan manusia, karenanya pendidikan umum menguatkan pembentukan jati diri manusia sebagai individu, makhluk sosial, bagian dari alam, dan makhluk ciptaan Al-Khalik yang senantiasa harus beriman dan bertakwa kepada-Nya (Sumaatmadja, 2002:108).
Konsep dasar pendidikan umum dalam pengertian general education banyak berkaitan dengan pendidikan kepribadian karena seperti dikatakan Hand & Bidna (Sumaatmadja, 2002:115), bahwa tujuan Pendidikan Umum ingin membina manusia menjadi manusia yang utuh (the making of complete man). Sehat mental dan jiwanya (mental and physical health), memahami orang lain (social adjustment), dan memahami diri sendiri (personal adjustment). Selanjutnya Sumaatmadja mengutip Klafki yang berpendapat bahwa pendidikan umum bertujuan untuk mengembangkan daya kemampuan manusia (the development of human power), dan memadukan kemampuan intelektual-rasional (kognitif), emosional/ efektif dan keterampilan psikomotorik (the comprehensive education of man, the education of head, heart and hand).

6. Kepribadian yang Utuh

Phenix (1964:5-8), berpandangan bahwa pendidikan umum sebagai suatu proses pendidikan yang membina makna esensial yang ada pada diri manusia “General education is the process of enggineering essential meaning…To lead to fulfillment of human life throught the enlargement and deeping of meaning”. Manusia yang utuh menurutnya adalah yang memenuhi syarat trampil berbicara, mampu mengkomunikasikan lambang dengan baik, kreatif dan estetis, memiliki kekayaan hubungan antar manusia, cerdas dalam membuat keputusan serta memiliki wawasan yang integral. Selanjutnya Phenix (1964: 8) mengungkapkan :
“ A complete person should be skill in use of speech, symbol and gesture,factually well informed, capable of creating and apretiating objects of aesthetic significance, endowed with rich and diciplined life in relation to self and others, able to make wise decisions and to judge between right and wrong, and possesed of an integral outlook.”

Wawasan integral diperlukan mengingat pendidikan umum ingin memahami manusia secara menyeluruh dan utuh. Sayangnya orang memandang manusia secara parsial dengan latar belakang cara berfikirnya. Untuk keperluan tersebut diperlukan kemampuan memahami manusia sebagai a rational animal yang utuh, dengan cara memahami makna.
Makna (meaning) bagi Phenix, maksudnya adalah ungkapan pengertian akal atau pikiran secara luas. Sehingga terdapat bermacam-macam makna atau arti, pada persepsi, pada pemikiran logis, pada kreasi seni, pada kesadaran diri, pada keputusan yang berguna, pada pertimbangan moral, pada kesadaran terhadap waktu dan pada aktifitas ibadah. Semua fungsi yang penting ini merupakan dunia makna, yang menjadi hakikat kehidupan manusia. Jawaban filosofis terhadap hakikat manusia dengan demikian adalah bahwa manusia adalah makhluk yang menemukan, menciptakan dan memperhatikan makna.

7. Kurikulum yang Berbasis Nilai

Jika esensi manusia ada dalam dunia makna, maka tujuan yang tepat dari pendidikan adalah mempromosikan pertumbuhan nilai. Untuk mencapai tujuan ini, pendidik perlu memahami bermacam-macam nilai yang efektif dalam perkembangan peradaban dan menyusun kurikulum penjelasan yang berbasis nilai.
Nilai yang dimaksud Phenix (1964:28) dikategorikan dalam 6 bidang makna, yaitu: Simbolik, terkandung dalam bahasa, matematika dan tentu simbolik non diskursif; Empirik, terkandung dalam ilmu alam, ilmu hayat, psikologi dan ilmu sosial; Estetik, terkandung dalam musik, seni lukis, seni gerak dan sastra; Synoetik, terkandung dalam filsafat, psikologi, sastra, agama dalam eksistensial; Etik, dalam pelbagai wilayah khusus moral dan etika; dan Synoptik, dalam sejarah, religi dan filsafat .Makna-makna tersebut menunjukkan hubungan yang erat antara (1) pendidikan (2) sifat manusia dan (3) disiplin ilmu. Pendidikan hanya efektif jika berdasar pada ketiga hal itu. Itu berarti adanya modifikasi pandangan tentang manusia a rational animal menjadi animal that can have meaning (mempunyai makna). Makna-makna itulah yang harus termuat dalam kaderisasi yang hendak membina kepribadian melalui penanaman jiwa kebangsaan.

Senin, 14 Juni 2010

Kaderisasi pada Partai Politik

Reformasi yang telah berlangsung sejak tahun 1998 hingga saat ini merupakan sebuah keniscayaan dalam suatu proses demokratisasi di Indonesia. Proses itu melibatkan pelbagai unsur yang melembaga dalam masyarakat, antara lain kampus, lembaga swadaya masyarakat, lembaga keagamaan dan sudah barang tentu partai politik. Suatu partai politik memiliki tujuan utama "to place their avowed leaders into the offices of government" (Encyclopedia Americana, 2001: 337). Dalam upaya mencapai tujuan untuk menempatkan para pimpinannya ke dalam lembaga pemerintahan, partai politik melakukan kegiatan yang dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi primer, sekunder dan indirect (tidak langsung).
Fungsi primer partai politik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu "the nominations of candidates for public office" dan "the mobilization of voters to elect these nominees ". Fungsi sekunder nya adalah " influencing the content and conduct of public policy ...pursuing a set of ideological principles... prepair platforms that prescribe program of public policy" (ibid. 2001) yang tujuannya untuk menarik dukungan dari para konstituen. Ketika suatu partai politik menguasai pemerintahan, para pimpinannya biasanya menjadi pengambil keputusan dalam membuat kebijakan publik. Mereka diharapkan mengalokasikan sumber-sumber publik bagi konstituen sesuai dengan kebijakan yang mereka inginkan. Sedangkan fungsi tidak langsungnya terlihat pada upaya memperkuat nilai-nilai politik masyarakat ke dalam rasionalitas tindakan dan program mereka. Partai politik juga berupaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat dengan memberi kesadaran pada masyarakat akan peranan politiknya. Di dalamnya termasuk bagaimana pemerintahan dijalankan, bagaimana kebijakan publik mempengaruhi hidup mereka serta cara untuk ikut mengarahkan para pejabat publik.
Untuk menjalankan fungsi-fungsi yang dalam sistem politik lazimnya disebut dengan artikulasi, agregasi dan komunikasi kepentingan tersebut, maka pendidikan politik di kalangan internal dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang mendesak. Terlebih jika dikaitkan dengan kenyataan bahwa selama berpuluh-puluh tahun di era floating mass (massa mengambang), partai politik tidak memiliki kesempatan untuk itu, terutama pada partai-partai yang tidak sempat memerintah seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
PDI yang didirikan pada tanggal 10 Januari 1973 merupakan fusi dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Fusi tersebut tidak terlepas dari rancang bangun politik Orde Baru yang menyederhanakan sistem kepartaian dari 10 partai menjadi 3 kelompok. Kelompok spiritual diwujudkan dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), kelompok nasional diwujudkan dalam PDI dan kelompok tengah (kekaryaan) diwakili oleh Golkar. Dalam perkembangannya PDI menegaskan bahwa fusi telah paripurna dan eksistensi masing-masing telah diakhiri pada Kongres ke-2 di Jakarta tanggal 17 Januari 1981. Didorong oleh tuntuntan perkembangan situasi dan kondisi politik nasional serta hasil keputusan Kongres ke-5 di Denpasar Bali, maka pada tanggal 1 Februari 1999 PDI berubah nama menjadi PDI Perjuangan dengan asas Pancasila dan bercirikan Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial. Perubahan ini juga menandai berubahnya era kepemimpinan Suryadi yang merupakan representasi Orde Baru ke era kepemimpinan Megawati Soekarnoputri yang menjadi simbol dari Era Reformasi. Megawati bersama-sama Amin Rais, Abdurrahman Wahid dan Sri Sultan Hamengkubuwono X didaulat oleh gerakan mahasiswa menjadi pemimpin reformasi. Hal tersebut menuntut Habibie yang menjadi Presiden terakhir Orde Baru setelah Soeharto lengser keprabon, secara elegan turut mengawal kelahiran era baru dengan para pemimpinnya yang baru.
Setelah memenangi Pemilihan Umum 7 Juni 1999 yang demokratis , PDI Perjuangan menempatkan para kadernya pada lembaga eksekutif dan legislatif. Terasa sekali kesenjangan antara kapabilitas para kader dengan kapasitas tugas yang harus dijalankan yang secara umum banyak memunculkan kritik dari pelbagai kalangan. Bahkan kritik terkeras mengatakan PDI Perjuangan telah gagal mengelola kemenangan. Winters (2004:115) menyebutnya "the mistakes of the PDIP and Mega" dan mengatakan bahwa "the biggest failure is that the PDIP ”failed completely to politically `mobilize' the people… But this criticism cannot be made only for PDIP. It must be made against `all’ the parties".
Kegagalan seperti yang dimaksudkan Winters disebabkan oleh kondisi nyata sumber daya manusia yang ada dalam tubuh Partai, berkaitan dengan kepribadian mereka. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak kader Partai yang menduduki jabatan-jabatan publik berperilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, misalnya berjudi, bermabuk-mabukan, berfoya-foya, berselingkuh hingga berperilaku koruptif. Perilaku seperti itu menurut Kartono (1983:10) termasuk dalam kategori perilaku yang menyimpang (deviasi atau diferensiasi). Hal-hal seperti itu menjauhkan mereka dari tanggungjawabnya terhadap Partai dan masyarakat dan mempengaruhi kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam percaturan antara bangsa Indonesia menempati peringkat pendidikan di bawah Vietnam (Matrikulasi PPS UPI 2001), dengan produktivitas yang rendah karena rendahnya daya saing (Pikiran Rakyat, Desember 2003). Laporan UNDP tahun 2004 (United Nations Depelovment Program) menempatkan posisi HDI (Human Develovment Index) manusia Indonesia pada urutan ke-111 dari 177 negara. Di Jawa Barat khususnya, yang dikenal sebagai centre of knowledge (kiblat ilmu pengetahuan karena dihuni 300 perguruan tinggi swasta maupun negeri yang prestisius), ternyata tidak manunjukan kualitas SDM yang tinggi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai parameter untuk menentukan kualitas SDM ternyata memprihatinkan. Menurut catatan, IPM Jawa Barat baru mencapai angka 68. Padahal standar internasional UNDP dan UNESCO menyaratkan angka minimal 80 (“PR” 8/1/2003). Komponen dalam IPM adalah indeks pendidikan (angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah), indeks kesehatan (angka harapan hidup) dan indeks daya beli (konsumsi per kapita) (Perda No. 3 Tahun 2003 tentang Program Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Barat). Angka melek huruf sebesar 91,87% sedangkan rata-rata lama sekolah adalah 6,68 tahun, dengan Indramayu terendah sebesar 3,9 tahun dan Kota Bandung tertinggi sebesar 9,6 tahun (Rencana Pembangunan Makro Pendidikan, 2002).
Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Barat, Angka Harapan Hidup (AHP) penduduk Jawa Barat meningkat dari 62,92 tahun pada 1998 menjadi 64,40 tahun pada tahun 2000 (Setiawan, 2002:7). Namun demikian peringkat kesehatan penduduk Jawa Barat masih berada diurutan 16 dari 30 provinsi di Indonesia (Galamedia, 12/1/2004). Penyebab rendahnya derajat kesehatan warga Jawa Barat antara lain karena 10 juta dari 35 juta jiwa Jawa Barat masih hidup di bawah garis kemiskinan dan belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Hal ini menyebabkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia berada di bawah negara ASEAN lainnya. Dirjen Pelayanan Medik, dr. Sri Astuti S. Suparmanto, MSc. mengatakan bahwa rendahnya derajat kesehatan tersebut disebabkan pula oleh rendahnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat. (Galamedia, 12/1/2003). Indikator IPM lainnya adalah daya beli masyarakat (purchasing power) yang merupakan kemampuan untuk membeli dan mengkonsumsi barang-barang kebutuhan baik primer, sekunder, maupun tersier dari pendapatan atau gaji yang mereka peroleh. Daya beli masyarakat Jawa Barat ditandai dengan indeks sebesar 38,5 pada tahun 1999, dan 55,1 pada tahun 2001 (Setiawan, 2002:34).
Menyadari akan hal tersebut Megawati ( Buku Panduan Badiklatpus PDI Perjuangan, 2002) menyatakan bahwa tidak ada bangsa yang besar tanpa disiplin. Bercermin pada pengalaman bangsa-bangsa lain, dan berkeyakinan bahwa pernyataan ini adalah aksioma yang tidak terbantahkan. Tidak akan pernah ada Partai yang besar tanpa disiplin. Disiplin memang telah secara keliru diasosiasikan dengan militer. Karenanya, ketika coba ditegakkan ada saja yang mengira sebagai proses militerisasi padahal disiplin bukan soal militer apalagi militerisasi. Juga bukan monopoli militer karena disiplin pada intinya merupakan kepatuhan pada sistem dan aturan bermain, disiplin diperlukan oleh semua institusi, disiplin bahkan menjadi prinsip bagi bekerjanya sebuah sistem sosial yang baik.
Untuk memperbaiki kinerja orang-orang partai dalam lembaga-lembaga pemerintahan maupun pada struktur internal partai; didirikanlah Badan Pendidikan dan Latihan (Badiklat) yang merupakan realisasi dari keputusan Kongres I PDI Perjuangan di Semarang. Lembaga ini merupakan sayap partai dan bertanggungjawab pada Dewan Pimpinan Partai (DPP) yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri. Pada tingkat propinsi dibentuk Badan Pendidikan dan Latihan Daerah Daerah (Badiklatda) dan di tingkat kota dan kabupaten dibentuk Badan Pendidikan dan Latihan Cabang (Badiklatcab). Pembentukan Badiklat adalah untuk menyiapkan anggota partai menjadi kader melalui suatu proses pendidikan dan latihan.
Di samping membentuk Badiklat, Partai pun membentuk sayap Partai yang bernama Baitul Muslimin Indonesia (BMI), yang dimasudkan untuk mewadahi kelompok keagamaan Islam yang juga merupakan sumber kader bagi Partai. Lahirnya BMI mendapat apresiasi publik ditandai dengan kehadiran pimpinan tertinggi Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah, K.H. Hasyim Muzadi dan Prof. Dr. Dien Syamsudin.
Kader berasal dari kata "le cadre" (bingkai) adalah orang-orang yang ditempatkan pada struktural partai dan juga orang orang yang ditempatkan pada struktural pemerintahan maupun lembaga-lembaga negara lainnya seperti parlemen (cadre are persons appointed to paid positions in either the government or party apparatus) . Kader merupakan tenaga inti penggerak partai. Partai dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori: partai proto (protoparties) , partai kader, partai massa, partai diktatorial dan partai kombinasi kader-massa ( catchall parties) (Encyclopedia Americana, 2001:337, 491). Kader partai diperlukan pada semua partai terutama partai kader, partai massa, dan partai kombinasi kader-massa. Adanya kader juga merupakan prasyarat bagi sebuah partai modern. Muradi mengutip Satori (PR, 28 Februari 2005) menyatakan bahwa 4 syarat partai modern adalah terbuka, memiliki ideologi demokratis, regenerasi yang teratur dan sistem pengkaderan yang baik .
Tantangan yang nampak di depan mata bagi kader partai adalah masuknya Indonesia ke dalam era kesejagadan (globalisasi). Era kesejagadan itu umumnya dipersepsi secara negatif baik karena pandangan ideologis (karena dianggap sebagai westernisasi) maupun pragmatis (karena dampaknya).
Noer (2003:249) berpandangan bahwa globalisasi yang berkembang sekarang memperlihatkan mengecilnya dunia bagaikan menjadi satu sehingga batas-batas negara dan budaya serta peradaban lebih menipis dan kecenderungan yang ada ialah menjurus ke satu arah, praktis dalam semua bidang hidup dari Barat.
Menanggapi globalisasi , Madjid (1998:198) mengajak kita "mulai sungguh-¬sungguh memperhatikan segenap potensi nasional kita, baik dalam artian sumber daya manusia maupun dalam sumber daya alam"
Memperhatikan secara sungguh-sungguh potensi nasional dengan ketangguhan ekonomi nasional adalah dengan menyiapkan mutu sumber daya manusia. Dalam pernyataan tersebut terkandung makna pemberdayaan potensi¬ potensi nasional. Frasa pemberdayaan nasional membawa kita pada sentimen nasional dan akan membantu jika kita memahami pula nasionalisme (faham kebangsaan). Nasionalisme termasuk dalam ideologi poltik kontemporer (Eatwell dan Wright, ed., 2004:20), yang merupakan:
"Ideologi yang daya dorong afektifnya adalah rasa memiliki dan melayani suatu komunitas nasional. Para pengikut ideologi ini memberikan identitas budaya yang khas kepada bangsa mereka yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain dan memberinya tempat istimewa dalam proses sejarah. Komunitas ini dikenali (biasanya secara tidak sadar) dengan sekumpulan karakteristik khas yang diperoleh dari realitas konstitusional, historis, geografis, religius, linguistik, etnis, dan atau genetis”.

Agar nasionalisme berjalan secara positif menjadi penguat potensi nasional vis a vis gejala globalisasi yang mengancam , dan tidak sebaliknya menjadi chauvinisme, etnosentrisme, kebencian terhadap bangsa asing (xenofobia) dan diskriminasi atas dasar etnisitas (rasisme), diperlukan pendidikan nilai yang benar. PDI Perjuangan sebagai partai yang bercirikan nasionalisme, kerakyatan dan demokrasi dengan caranya sendiri melakukan proses pendidikan tersebut.
Pendidikan nilai-nilai kebangsaan dalam kerangka membangun persatuan dan karakter bangsa oleh Soekarno (Yudhoyono dalam Ishak, 2001: 162) disebut sebagai ‘state, nation and character building' yang pada intinya bertumpu pada kedaulatan di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan atau Trisakti. Domain dan dimensi budaya amat luas, terkandung di dalamnya nilai dan perilaku; etika, moral, budi pekerti; gagasan, pengetahuan, dan teknologi; kepribadian dan jati diri.
Kuatnya nilai-nilai kebangsaan diharapkan dapat menguatkan keinginan untuk berbuat dan mengabdi pada bangsa. Untuk menimbulkan pengabdian yang tulus diperlukan rasa cinta. Gandhi (1980: 164) mengatakan jika pengabdian dilakukan karena pamer atau takut pada pendapat umum, akan menjadi beban dan menekan jiwa. Pengabdian harus dilakukan dengan rasa gembira, agar menguntungkan bagi pelaku maupun yang dilayaninya. Semua kesenangan dan harta benda akan sirna di hadapan pengabdian yang dijalankan dengan hati gembira.
Proses pendidikan nilai tersebut dilakukan oleh Badiklat yang bertujuan untuk menghasilkan kader-kader yang memiliki tradisi intelektual dan kenegarawanan dengan memahami ideologi Pancasila, trampil berpolitik, mampu memimpin dan berorganisasi, memiliki kepekaan dan keberpihakan sosial.
Untuk menyiapkan kader atau biasa dinamakan kaderisasi Badiklat membentuk rangkaian kegiatan yang terorganisir yang dinamakan Sekolah. Sekolah ini hanya berlangsung beberapa hari , dimulai sejak subuh hingga malam hari . Sebagaimana layaknya sebuah sekolah, maka di dalamnya terdapat seorang Kepala Sekolah , Guru, Siswa, bahan ajar serta material pendukung. Di samping itu ada Panitia yang membantu proses pendidikan dan latihan berlangsung. Guru terdiri dari kader partai yang dinyatakan kompeten dan dosen-dosen tamu dari pelbagai perguruan tinggi yang diundang untuk mengajar. Kepala Sekolah, Guru dan Panitia terhimpun dalam suatu kepanitiaan yang dibentuk oleh partai dengan suatu surat keputusan untuk suatu masa tertentu. Ada pun yang disebut siswa merupakan para pengurus dan anggota partai dari pelbagai daerah dan tingkatan yang ditugaskan untuk mengikuti diklat tersebut. Kurikulum yang digunakan dalam sekolah merupakan serangkaian bahan ajar yang dipilih dan ditentukan secara selektif oleh partai sedang aktifitas belajar mengajarnya dilakukan di dalam dan luar kelas, sebisa mungkin disampaikan dengan cara interaktif.
Penelitian ini menggambarkan mengenai pola kaderisasi dalam pembinaan kepribadian nasional, bertumpu pada empat hal, yakni : disiplin kader, interaksi edukasi Guru-Siswa, interaksi sosial Siswa dan sistem pembelajaran. Subyek dalam penelitian ini adalah para peserta kursus kader yang diselenggarakan Badan Pendidikan dan Latihan (Badiklat) PDI Perjuangan. Penelitian ini menyoroti lemahnya kepribadian calon kader berkaitan dengan disiplin diri yang pada gilirannya melemahkan potensi Partai pada khususnya dan bangsa secara keseluruhan. Bangsa yang memiliki kepribadian dengan disiplin diri yang kuat terbukti mampu mengembangkan seluruh potensinya secara produktif dan memiliki peran yang penting dalam pergaulan umat manusia. Kuatnya kepribadian bangsa dengan disiplin diri yang kuat memiliki hubungan dengan kuatnya rasa kebangsaan. Darwin (Kompas edisi Yogyakarta, 12 April 2007) mensinyalir bahwa Negara gagal menjalankan peran-peran dasarnya, sehingga watak bangsa yang penuh paradoks gagal dikelola dengan baik sehingga kini mengalami krisis kebangsaan. Berdasarkan sinyalemen tersebut dapat disimpulkan bahwa jika diharapkan memiliki kepribadian yang kuat maka penbinaan kebangsaan dalam kerngka pengembangan kepribadian perlu dilakukan secara sistematis, antara lain melalui Partai. Dengan demikian diharapkan kader Partai memiliki kepribadian yang matang .
Manusia dengan kepribadian yang matang menurut Tillich ( 1953: 57 ) adalah orang yang memiliki kepribadian untuk hidup, bersifat serius, tekun dan punya rasa tanggungjawab, serta bisa menerima kenyataan hidup. Sedangkan menurut Allport (1937) kepribadian yang matang ditandai dengan kesadaran atau wawasan yang luas tentang diri dan orang lain; memiliki rasa kasih sayang; sadar akan kekuatan diri; mempunyai kesediaan untuk tunduk pada kekuasaan orang lain; mempunyai ambisi dan minat estetis; punya sentimen keluarga dan emosi-emosi religius. Kesejahteraan orang lain dianggap sama pentingnya dengan kesejahteraan sendiri; jadi orang lain itu dianggap identik dan sama nilainya dengan diri sendiri. Dia memiliki partisipasi yang bersungguh-sungguh terhadap kehidupan ini.
Hamka (1982: 18) mengkaitkan kepribadian dengan negara dan bangsa yang merdeka. Negara dan bangsa yang merdeka, menumbuhkan kermerdekaan pribadi. Orang menerima akan pembagian tugas dengan rela. Segala kewajiban dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab. Dia adalah anggota dari satu bangsa besar, dan kumpulan segenap pribadi, itulah yang menjelmakan pribadi bangsa.

Selasa, 16 Februari 2010

Etika Kepribadian


Manusia modern mengalami “kekacauan besar” (great disruption) terutama dalam masalah moral sebagaimana digambarkan Fukuyama (2002). Globalisasi menunjukkan intensitas yang luar biasa semenjak dunia tersegmentasi ke dalam gelombang-gelombang peradaban. Era informasi menyatukan dan menyeragamkan dunia sekaligus memecahnya ke dalam sub budaya. Manusia nampaknya tidak sepenuhnya siap menerima perubahan dilematis itu. Capra (1998: ) menunjukkan kegamangan tersebut, ketika kemampuan adaptasi manusia nampaknya mengalami stagnasi berhadapan dengan permasalahan di segala aspek kehidupan. Pendidikan meskipun mengalami krisis seperti digambarkan Coombs (1986: 3) diharapkan tetap menjalankan misinya dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan, kapasitas moral/ akhlak/ budi pekerti dan kapasitas kewarganegaraan, pada tataran lokal, regional, nasional dan global. Pendidikan yang meningkatkan kapasitas akhlak / budi pekerti sejalan dengan ajaran Rasulullah Muhammad S.A.W. yang kehadirannya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia agar manusia memiliki akhlak yang mulia (akhlaqul karimah) melalui teladan yang diberikannya (Quthb,1998:325 )
Dewasa ini pranata sosial yang dibuat manusia bukan saja mengalami penurunan tingkat kepercayaan oleh publik, tetapi juga semakin menjauhkan manusia dari dari cita-citanya untuk hidup “mengejar kebahagiaan” bagi kemanusiaan seluruhnya. Relasi ekonomi antar negara maju dan negara berkembang nampak tidak adil. Ahli fisika dan aktifis terkemuka India, Shiva (Kompas, 25 September 2005) memaparkan kesenjangan pendapatan antara penduduk dunia yang hidup di negara terkaya dan penduduk yang hidup di negara termiskin berlipat-lipat, dari 30:1 pada tahun 1960-an, menjadi 78:1 pada tahun 1978. Kung (2002:159) memandang bahwa dunia memerlukan etika ekonomi-politik global, yaitu “sebuah konsensus fundamental yang memadukan nilai-nilai standar dan sikap-sikap mutlak”. Dalam politik Kung mempertanyakan apakah politisi boleh berbohong? Dia juga mempertanyakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi konflik regional, nasional dan internasional. Berkaitan dengan neokapitalisme, apakah hanya bermotifkan keuntungan? Baginya ekonomi pasar global membutuhkan etika global. Demikian juga kebijakan tatanan dunia harus bermotifkan etika. Cara bisnis harus pula dipertanggungjawabkan secara etika. Selanjutnya Kung (2002:455) mengatakan :
“Dilihat dari banyaknya krisis dan skandal, orang tidak dapat menghindari kesan bahwa Tuhan yang pantas mendapatkan penghormatan di sebagian besar bentuk dan kondisi adalah Tuhan besar dari modernitas par excellence, Tuhan kemajuan, Tuhan keberhasilan! Itu berarti efisisensi menggantikan transendensi; keuntungan, karir, prestise, dan sukses dengan segala biaya, sebagai ganti dari keterbukaan pada dimensi lain….dari semua skandal, di Jerman, Italia, hingga Amerika dan Jepang, ada kesamaan dalam modus operandi mereka, yakni menghalalkan segala cara. Untuk sukses orang perlu berbohong, menyogok, melanggar janji. dll. “

Persoalan etika yang disampaikan di atas merupakan satu persoalan kemanusiaan, karena etika merupakan suatu cara untuk menilai dan memutuskan pilihan atas berbagai tindakan moral dan kepatutan, yang harus dimiliki setiap manusia dalam kehidupannya. “Ethis is a branch of philosopy in which men attemp to evaluate and decide upon particular courses of moral action or general theoris of conduct” (The Encyclopedia Americana International Edition, 2004 ) Istilah etika berasal dari bahasa Yunani ethikos yang berarti nilai atau aturan mengenai tingkah laku yang dimiliki oleh individu maupun kelompok. Dengan demikian, etika berkaitan dengan kepribadian, karena mengatur dan membentuk karakter di dalam interaksinya dengan orang lain maupun kelompok.

Minggu, 07 Februari 2010

Manajemen SDM Strategis

Judul Asli : Strategic Human Resource Management
Karya : Michael Amstrong
Penerbit : Kogan Page Limited, 120 Pentonville Road, London N1 9JN

Manajemen sumber daya manusia stratejik (MSDMS) sudah menjadi wacana yang sangat akrab baik di kalangan akademisi maupun para konsultan serta para praktisi. Harus diakui, integrasi strategi sumber daya manusia dengan keseluruhan strategi bisnis lebih mudah dimengerti daripada diterapkan. Lebih gampang bicara soal teori daripada mempraktikannya. Buku ini menjembatani kedua gap tersebut. Selain memformulasikan strategi sumber daya manusia juga menjelaskan bagaimana strategi itu diterapkan.
Filosofi MSDMS menekankan sifat stratejik MSDMS dan kebutuhan untuk mengintegrasikan strategi sumber saya manusia dengan strategi bisnis. Karena itu, MSDMS melihat factor manusia sebagai asset utama dan berharga milik organisasi yakni orang-orang yang bekerja dalam organisasi baik secara individual maupun kolektif. Merekalah yang memberikan kontribusi serta menentukan maju atau mundurnya sebuah organisasi.
Bagaimanapun, teori MSDMS memberikan latar belakang yang berguna pada tindakan yang dapat diambil, dan oleh karena itu Bagian 1 buku ini menjelaskan konsep manajemen sumber daya manusia, strategi dan manajemen sumber daya manusia stratejik. Selanjutnya adalah panduan untuk bertindak.
Bagian 2 mengupas manfaat pembuatan dan penerapan strategi SDM, bagaimana strategi SDM bekerja dan apa sumbangan fungsi SDM. Bagian 3 dan 4 mengupas strategi organisasi dan fungsional dari sudut pandang praktis.
Michael Armstrong adalah Fellow of and Chief Examineer (Employee Reward) pada Institute of Personnel and Development. Ia konsultan manajemen independen dan penulis berbagai buku manajemen yang laris dan amat terkenal. Karyanya antara lain A Handbook of Human Resource Management Practice, Reward Management dan HRM : Strategy and Action.


1. Konsep manajemen sumber daya manusia

Konsep MSDM stratejik berdasarkan pada bagian penting filosofi MSDM yang menekankan sifat stratejik MSDM dan kebutuhan untuk mengintegrasikan strategi SDM dengan strategi bisnis.
Isi pokok MSDM dan masalah –masalahnya dibicarakan dalam sub judul : definisi MSDM, MSDM versi keras dan lunak, tujuan MSDM, pengembangan konsep MSDM, karakteristik MSDM, penolakan terhadap MSDM, MSDM dan manajer personalia, reaksi terhadap MSDM, aktivitas utama MSDM, tanggungjawab utama MSMD.
MSDM didefinisikan sebagai pendekatan stratejik dan koheren untuk mengelola asset paling berharga milik organisasi yaitu orang-orang yang bekerja di dalam organisasi baik secara individu ataupun kolektif, memberikan sumbangan untuk mencapai sasaran organsisasi.
Pendekatan MSDM versi keras menekankan kuantitatif, kalkulatif dan stratejik bisnis. Pendekatan versi lunak menekankan komunikasi, motivasi dan kepemimpinan.
Tujuan MSDM adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang.
Dua konsep awal MSDM adalah model parallel dan kerangka kerja Harvard. Model parallel menganggap bahwa system SDM dan struktur organisasi harus dikelola dalam cara yang kongruen dengan strategi organisasi dengan mengandung unsure seleksi, penilaian, imbalan dan pengembangan. Kerangka kerja Harvard didasarkan keyakinan bahwa masalah historis manajemen personalia hanya dapat dipecahkan dengan melibatkan karyawan dalam kebijakan dan praktek MSDM.
Karakteristik antara lain : berorientasi pada komitmen, integrasi strategi bisnis dengan SDM, imbalan terdiferensiasi tergantung pada kinerja, kecakapan, kontribusi dan ketrampilan.
Penolakan terhadap MSDM karena MSDM dituduh manipulative dan memperlakukan karyawan sebagai alat. Reaksi terhadap MSDM diekspresikan oleh sejumlah pusat akademik, berdasarkan keyakinan bahwa MSDM tidak bersahabat dengan kepentingan pekerja, manajerialistis.


2. Strategi organisasi

1. Strategi untuk pengembangan organisasi
2. Strategi untuk manajemen budaya
3. Strategi manajemen perubahan
4. Strategi mengembangkan hubungan dalam pekerjaan
5. Strategi penyumberdayaan karyawan
6. Strategi mengelola kinerja
7. Pengembangan sumber daya manusia stratejik
8. Strategi hubungan karyawan

Jumat, 05 Februari 2010

Kebudayaan Lokal

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sebagai suatu jenis aktifitas manusia tidak dapat dilepaskan dari tujuan yang hendak dicapainya. Teori-teori pendidikan klasik yang dipengaruhi oleh konsep pemikiran mengenai eksistensi manusia dari Plato dan Aristoteles menunjukkan pentingnya proses ‘memanusiakan manusia’. Mulyana (2002: 5) menjelaskan bahwa dalam perkembangannya kemudian menjadi teori-teori baru yang menekankan tujuan kedewasaan dan kemandirian (Langeveld), totalitas kepribadian (Tolman), pengetahuan, sikap dan ketrampilan (Encyclopedia Americana), hati nurani (Kohnstamm & Gunning).
Pendidikan meskipun mengalami krisis seperti digambarkan Coombs (1986: 3) diharapkan tetap menjalankan misinya dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan, kapasitas moral/ akhlak/ budi pekerti dan kapasitas kewarganegaraan, pada tataran lokal, regional, nasional dan global. Pendidikan yang meningkatkan kapasitas akhlak / budi pekerti sejalan dengan ajaran Rasulullah Muhammad S.A.W. yang kehadirannya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia agar manusia memiliki akhlak yang mulia (akhlaqul karimah) melalui teladan yang diberikannya (Quthb,1998:325 ). Tidaklah mengherankan jika Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II di bidang pendidikan adalah “mengembangkan kebudayaan dan pendidikan karakter”.

B. Masalah

Sifat krisis kependidikan dapat dinyatakan dalam kata-kata change (perubahan), adaptation (adaptasi) dan disparity (kesenjangan). Perubahan lingkungan yang fantastik terjadi akibat sejumlah revolusi dunia dalam bidang iptek, politik, ekonomi, demografi dan tatanan sosial. Sistem pendidikan juga tumbuh dan berubah dengan cepat, namun tidak mampu beradaptasi dengan perubahan disekitarnya. Konsekuensi kesenjangan antara sistem pendidikan dan lingkungannya merupakan esensi dari kependidikan dunia. Meskipun kondisi lokal menyebabkan variasi krisis yang berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, namun demikian nampak benang merah pada semua bangsa apakah mereka lama atau baru, stabil atau labil, kaya atau miskin.
Beberapa penyebab munculnya krisis adalah: pertama, aspirasi masyarakat terhadap pendidikan yang meningkat tajam, kedua, kelangkaan sumber daya yang akut, yang menjadi kendala bagi sistem pendidikan dalam merespon kebutuhan-kebutuhan baru. Ketiga, inertia (kelembaman) yang melekat pada sistem pendidikan, yang menyebabkan sulitnya adaptasi internal dalam merespon kebutuhan-kebutuhan eksternal, meskipun tidak terkait langsung dengan sumber daya. Keempat, adalah kelembaman dari masyarakat sendiri seperti sikap tradisional, tradisi keagamaan, gengsi dan struktur kelembagaan yang membatasi optimalisasi pendidikan dan tenaga kependidikan dalam mengimbangi pembangunan nasional (Coombs, 1968:4).
Berkaitan dengan frasa “sistem pendidikan”, lebih lanjut diungkapkan bahwa sistem pendidikan tidak hanya mengacu pada tingkat dan tipe pendidikan formal seperti primer, sekunder, post secondary, umum dan spesialisasi tetapi juga seluruh program dan proses sistematik pendidikan di luar pendidikan formal yaitu yang dikenal dengan pendidikan non formal. Sistem pendidikan yang di dalamnya terdapat kegiatan pendidikan formal maupun non formal memiliki sejumlah input, yang diproses untuk memperoleh output untuk memenuhi tujuan tertentu.


II. PEMBAHASAN

A. Globalisasi
Globalisasi yang disebut sebagai borderless world oleh Ohmae (1995:1) ditandai dengan ciri empat “i”. Pertama, investasi, yakni maraknya pasar modal yang melewati batas wilayah negara. Kedua, informasi, yakni merebaknya industri dan jasa informasi yang telah meninggalkan industri manufaktur dan membawa kita ke dalam dunia dengan tatanan global. Ketiga, industri, yakni bangkitnya banyak perusahaan multinasional yang menggantikan peran-peran pemerintah. Dengan modal dan tenaga kerja yang besar, mereka ibarat gurita yang merambah berbagai daerah di penjuru dunia. Keempat, individu, yakni munculnya individu sebagai konsumen global yang sangat membutuhkan produk yang trendy, berkualitas, tapi murah. Untuk memasuki era seperti itu maka kesiapan SDM merupakan suatu keharusan, dan itu berarti bahwa pendidikan merupakan faktor yang determinan, karena pendidikan menyiapkan manusia agar memiliki good citizenship.

Globalization as a Construct

Globalisasi harus dipahami sebagai sebuah konstruk, meskipun demikian nampaknya tidaklah mudah membuat definisi tentangnya. Begitu banyak definisi yang saling bersaing satu sama lain. Masalahnya tidak pada persoalan definisi tersebut tetapi pada konsekuensinya pada Negara-bangsa dan individu di seluruh dunia. Ada 3000 definisi yang ditawarkan sejak 1998 sebagaimana dikutip dalam
Globalisation Guide (2002):

One can be sure that virtually every one of the 2822 academic papers on globalisation written in 1998 included its own definition, as would each of the 589 new books on the subject published in that year. (http://www.globalisationguide.org/sb02.html).


Bentuk Perlawanan Terhadap Globalisasi

Dunia tidaklah diam menghadapi globalisasi. Di sana-sini terjadi respon ataupun perlawanan terhadap globalisasi sehingga dikenal isitilah glokalisasi dan grobalisasi. Glokalisasi adalah hybrid yang terbentuk antara yang global dan lokal.

Ritzer (2005) examines how manifestations of something and nothing move and thereby alter one another, processes he refers to alternatively and oppositionally as glocalization and grobalization. Glocalization is the intermingling of the global and the local such that a hybrid is formed. Eating in a Vietnamese restaurant in Brazil while talking on a Japanese cell phone through a US satellite network to someone in Indonesia about the purchase of land in Russia is an illustration of what has become commonplace and has led to the hybridization of cultural artifacts. Hybridization has brought kosher pizzas, matrioshka dolls (originally a Russian folklore artifact) manufactured in Mexico, and Starbucks coffee, masquerading as a local café in Romania. While such glocalization stirs excitement in the possibilities of a small planet for some, others are dismayed at what they see as the bastardization, commodification, and exploitation of the local. Put another way, is the ubiquity of commodification familiarity an illustration of rationalization, Americanization, and restriction or freedom, diversity, and cultural synthesis (Ritzer, 2004, p. 80).

Sementara grobalisasi meminimalisasi perbedaan antara orang dan tempat membuat orang kehilangan kemapuan adaptasi dan inovasi, proses social langsung begitu deterministik dan dominan dan membuat manusia dikomodifikasi. Singkatnya, menggrobalisasi orang lain di dunia sehingga mereka bukan agen bagi diri mereka sendiri tetapi bertindak secara rasional dalam tatanan global.

Advocates of glocalization see these new syntheses as progress, an effect being people identifying as one. Opponents like Ritzer, however, characterize these same changes as illustrations of grobalization. Grobalization minimizes and trivializes the differences among people and places, affords them less ability to adapt and innovate, directs social processes that are deterministic and dominant, and represents people in commodified ways (p. 77). Heuristically, grobalization others people in the world such that they are no longer agents of and for themselves, but are acted on by the ominously large and rationalized order of a global world (Jazda, 2008 : xx)

Dampak dari globalisasi pada kebijakan dan reformasi pendidikan sangat strategis dan menjadi isu penting. Ada kebutuhan untuk memahami dan menganalisas dampak langsung dan tidak langsung globalisasi pada daya saing ekonomi, system pendidikan, Negara dan perubahan kebijakan yang relevan. Semua itu berpengaruh pada individu, lembaga kependidikan seperti universitas, pembuat keputusan, organisasi perusahaan raksasa antar Negara. Perubahan identitas nasional yang terus menerus, termasuk di bidang bahasa, politik perbatasan dan warganegara yang relevan bagi kebijakan pendidikan untuk dikritisi dari factor spesifik yang kontekstual secara local-regional-nasional yang sudah tidak memuaskan dikaitkan dengan pengaruh globalisasi. Riset kebijakan pendidikan dewasa ini berubah cepat di mana warga Negara dan konsumen mengalami ketidakpastian dan kehilangan fleksibilitas. Meskipun sesungguhnya globalisasi memberi peluang yang dihasilkan oleh ekonomi dunia yang berubah cepat.

B. Local Wisdom
Pendidikan harus memahami keragaman budaya dalam masyarakat, dalam bahasa Geertz hal tersebut dinamakan relativitas anthropologis. Untuk itulah kita harus mempertemukan apa yang menjadi pemikiran kita dengan “local knowledge”. Dengan demikian pendidikan non formal harus mampu menjembatani antara “self-knowledge, self-perception dan self-understanding” dengan “other-knowledge, other perception dan other understanding”.
Contoh yang disampaikan Geertz adalah mengenai tiga pengertian hukum yang berbeda dengan hukum Barat, yang berasal dari tiga entitas budaya yaitu : Islam, India dan Melayu (bagian dari Malayo-Polynesia). Ada tiga konsep sentral : haqq (kebenaran) dalam Islam, dharma dalam Hindu, dan adat dalam Melayu.
Haqq selain dimaknai sebagai kenyataan, kebenaran juga berarti validitas; dharma dimaknai sebagai tugas, pengabadian dan kebaikan ; sedangkan adat dimaknai konsensus sosial atau corak moral . meskipun demikian yang diperlukan bukanlah pemahaman mengenai konsep tetapi mengenai struktur gagasannya yang multi arti yang dapat dimulti-aplikasikan pada multilevel.
Di samping melihat local knowledge dari sudut norma hukum yang berbeda dengan hukum positif Barat, Geertz juga memandang local knowledge dari sudut perubahan social yang terjadi, dari masyarakat paguyuban (gemeinschaft) ke masyarakat patembayan (gesellschaft) yang melahirkan “normative concensus”.
Pendidikan Non Formal memandang local knowledge dalam dua perspektif : pada satu sisi sebagai factor eksternal yang harus direspon ; pada sisi lain sebagai factor internal yang merupakan social capital dari pendidikan non formal dalam masyarakat
Hegemony, Equity dan Cultural Capital
Ada tiga dimensi penting yang yang mempengaruhi masalah equality/inequality dalam pendidikan dan masyarakat : hegemony, equity dan cultural capital.
Hegemoni menurut Antonio Gramsci adalah dominasi ideology dan kepercayaan dari kelompok social yang powerful melalui consensus implicit. Dalam hal ini, kelas pekerja miskin yang tidak memiliki akses pada komoditas yang bernilai social seperti kemakmuran, kekuasaan dan pendididikan, berpartisipasi pada relasi hegemonik yang dipaksakan padanya.
Equity di samping penegakan hukum, merupakan kepentingan utama individu dan komunitas. Konsepsi equity Aristoteles yang merupakan koreksi terhadap hukum, sehingga fenomena hukum harus ditafsirkan untuk mencapai kebaikan yang tinggi. Orang yang adil adalah orang menjalankan suatu pilihan dan tindakan yang adil, yang bertahan pada kebenaran, tetapi dapat menerima kurang dari apa yang diberikan. Gagasan moralitas sipil menyarankan agar itu diwajibkan pada setiap warganegara, dengan cara mengambil lebih sedikit agar orang lain memperoleh jumlah yang cukup.
Modal budaya (cultural capital) menurut P. Bourdie, adalah konsepsi dominan yang membentuk pengetahuan, mengetahui, dan nilai social. System pendidikan – sekolah, college, dan universitas dengan memegang suatu “standar emas” mengenai apa yang dapat diketahui, memperkuat perbedaan pencapaian status kelompok kelas yang berbeda, tetapi juga penghargaan bagi mereka yang mengenal aturan implisit dari ideology dominan. Modal budaya mengacu pada kesuksesan di persekolahan, secara umum ditentukan oleh individu yang dapat menyerap budaya dominan.

As the editors explain, schools, in a sense, are markets wherein children enter with various stores of cultural capital that can be exchanged for enhancement of one’s capital, and, thereby, their life-chances. Cultural capital, as a significant dimension of educational inequality, continues to shape and influence children’s lives and destinies globally—as discussed in scholarly fashion in this book.


Dalam mengembangkan pendidikan dasar dan menengah dikaitkan dengan globalisasi perlu pemahaman mengenai focus tentang isu dan dilemma yang diharapkan membantu dalam cara praktek dan kebermaknaan mengenai kaitan antara pendidikan, stratifikasi social dan globalisasi. Termasuk di dalamnya adalah :
• Signifikansi politik globalisasi dan pembangunan pada kebijakan pendidikan—pengaruhnya pada persepsi lintas budaya dari dimensi-dimensi yang mempengaruhi perdebatan equality/inequality pada pendidikan dan masyarakat : hegemony, equity dan cultural capital
• Signifikansi wacana, yang mendefinisikan dan membentuk hubungan antara pendidikan, stratifikasi sosial dan globalisasi
• Pelanggaran homogenity kebudayaan global yang berpotensi mengurangi adaptabilitas dan fleksibilitas, dan memperkokok status quo
• Sifat mulitidimensional dimensi globalisasi dari inequality dalam pendidikan

C. Kebudayaan Daerah Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang pertama dibentuk (Staatsblad 1925 No. 378) di Hindia Belanda (kemudian menjadi Indonesia), baru kemudian menyusul Provinsi Jawa Tengah (1928) dan Provinsi Jawa Timur (1929). Pembentukan provinsi-provinsi dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dalam rangka otonomi yang dicetuskan oleh Ratu Belanda pada tahun 1901. Sedangkan istilah Jawa Barat (West Java) sudah dikenal sejak tahun 1880, sejak Pulau Jawa dibagi atas tiga daerah militer, yaitu Daerah Militer I atau Jawa Barat, Daerah Militer II atau Jawa Tengah dan Daerah Militer III atau Jawa Timur (West Java Miracle Sight a mass of verb and scene information, 2005: 18).
Peradaban masyarakat Jawa Barat yang mayoritas beretnis dan berbahasa Sunda sangat dipengaruhi oleh alam yang subur. Dalam perilaku sosial terdapat suatu falsafat yang melandasi masyarakat Jawa Barat yaitu falsafat silih asuh, silih asah dan silih asah. Filosofi tersebut mengajarkan manusia untuk saling mengasuh yang dilandasi sikap saling mengasihi dan saling berbagi pengetahuan serta pengalaman, suatu konsep kehidupan demokratis yang berakar pada kesadaran dan keluhuran akal budi (2005:22).
Dengan latar belakang budaya demikian maka menjadi relevan jika kondisi sumber daya manusia di Provinsi Jawa Barat diukur dari Indeks Pembangunan Manusia yang terdiri dari tiga komponen yaitu indeks kesehatan, indeks pendidikan dan indeks daya beli. Indeks pendidikan menggambarkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia ditinjau dari aspek pendidikannya.
Perkembangan pendidikan di Jawa Barat ditandai dengan disparitas ketersediaan sarana pendidikan dan kualitas pendidikan . Kota-kota pada umumnya memiliki sekolah-sekolah yang berkualitas dan dikelola secara mandiri. Konsekuensi umum dari adanya sekolah-sekolah bagus di kota adalah biaya pendidikan pada sekolah-sekolah itu menjadi lebih mahal. Sebaliknya di beberapa tempat bahkan pelaksanaan pendidikan masih berkutat pada peningkatan cakupan, atau belum beranjak pada peningkatan kualitas.
Secara umum derajat pendidikan dapat dilihat dari jenjang pendidikan yang ditamatkan. Artinya semakin banyak penduduk yang menyelesaikan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, maka hal tersebut sudah mengarah pada indikasi adanya peninggkatan kualitas SDM. Selain itu derajat pendidikan dilihat secara luas, yaitu meliputi pendidikan formal maupun non-formal.
Berdasarkan data tahun 2007, penduduk Jawa Barat kebanyakan baru menyelesaikan pendidikannya pada jenjang SD, yaitu 38,07%, bahkan 23,27% tidak tamat SD. Persentase penduduk yang tamat SLTP atau SLTA hampir sama yaitu 17%, sedangkan yang menamatkan jenjang akademi atau universitas sekitar 5%.

Indikasi dari cakupan anak usia sekolah yang bersekolah dapat dilihat dari Angka Partisipasi Murni (APM), yaitu kelompok anak usia tertentu yang bersekolah dibandingkan dengan seluruh anak usia yang sama. Semakin tinggi APM semakin baik.
APM jenjang SD pada tahun 2006 sebesar 94,21% artinya dari seluruh anak usia 7-12 tahun di Jawa Barat sekitar 94,21% bersekolah dan yang tidak bersekolah 5,79%. APM SLTP lebih rendah lagi yaitu 62,13%, sedangkan jenjang SLTA hanya 37,84%. Artinya hanya 2/3 anak lulus SD yang melanjutkan ke SLTP dan hanya 1/3 anak lulusan SLTP yang melanjutkan ke SLTA dan hanya 1/3 anak lulusan SLTA yang melanjutkan ke PT.
Pemerintahan Daerah Jawa Barat dalam dalam implementasi otonomi daerah di bidang pendidikan membuat suatu kebijakan melakukan penyelenggaraan pendidikan nilai-nilai lokal atau nilai-nilai kedaerahan yaitu nilai-nilai ke-jawa-baratan yang merupakan keseluruhan nilai-nilai kedaerahan di Jawa Barat yang berasal dari pelbagai subkultur budaya yang ada.

Kebutuhan akan pendidikan nilai kedaerahan
Kebijakan pendidikan nilai kedaerahan merupakan kebutuhan nyata dalam masyarakat sebagai akibat dari adanya krisis (Setia, Beni, Pikiran Rakyat, November 2009),yakni “fakta makin tidak berfungsinya bahasa Sunda sebagai alat untuk mengekspresikan intelektualitas orang Sunda” di samping “fakta yang merujuk pada banyak orang Sunda masa kini yang tak lagi merasa bahasa dan budaya Sunda itu medium untuk mengaktualisasikan jatidiri Sunda”. Lebih jauh Setia mengatakan :
Sebuah kelas menengah kota mutakhir di tengah konteks Indonesia baru yang sama sekali tidak punya kesadaran budaya – baik itu yang lokal Sunda, nasional Indonesia, atau internasional Barat. Generasi yang hanya tahu bersenang-senang di tengah budaya pop yang melulu menjanjikan keterhiburan dan pergantian trend (pen.) yang cepat, sambil saling sikut atau berkomplot untuk memperoleh legalitas untuk (pen.) memuaskan insting mereguk nikmat kuasa dan power secara instan. Generasi dekaden yang tidak sadar mengabaikan bahasa Sunda – karena tren di televisi merujuk ke bahasa non-Sunda—yang menyebabkan bahasa Sunda terlantar”.

Pendidikan Nilai-nilai kedaerahan (budaya daerah) di Jawa Barat diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Aksara Daerah; Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Kesenian; dan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kepurbakalaan, Kesejarahan, Nilai Tradisional dan Museum, yang dikenal sebagai Paket Perda Kebudayaan Daerah.
Paket Perda Kebudayaan Daerah jika ditinjau dari pendidikan merupakan kebijakan untuk memelihara dan mewariskan nilai-nilai kepada anak didik sebagaimana pandangan filsafat pendidikan Esensialisme . Esensialisme, merupakan filsafat pendidikan yang memandang fungsi sekolah sebagai lembaga penerus warisan budaya dan sejarah kepada generasi penerus (Engkoswara, 2009). Senada dengan itu Hufad (2009) berpandangan bahwa pendidikan merupakan produk budaya manusia untuk memenuhi kepentingan manusia yang berkaitan dengan pewarisan nilai-nilai dan pengembangan kecerdasan dalam kaitan dengan peningkatan kualitas hidup manusia. Dalam kajian ilmu sosial (khususnya sosiologi-anthropologi) pendidikan itu mencerminkan gejala peristiwa kebudayaaan, sehingga pendidikan tanpa orientasi budaya akan menjadi kosong dari nilai-nilai luhur. Karena itu pendidikan diarahkan pada seluruh aspek kebudayaan dan kepribadian, dan harus mengacu pada pembinaan cita-cita hidup yang luhur yang harus mendorong self-education. Pendidikan juga merupakan transformasi sistem sosial budaya dari satu generasi ke generasi .

D. Strategi Pendidikan Nilai-nilai Budaya Daerah
Agar kebijakan dapat dijalankan untuk mencapai tarjet yang ditentukan, diperlukan strategi yang untuk menetapkan prioritas dan pengalokasian sumber daya (RenstraJawa Barat 2001-2005). Strategi mendasar pendidikan diarahkan pada upaya peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan melalui berbagai kebijakan :

(1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan
(2) Memenuhi kekurangan guru pada pada berbagai jenjang pendidikan serta meningkatkan kinerja profesional guru disertai peningkatan kesejahteraannya
(3) Meninjau ulang muatan local pada kurikulum SD, SLTP dan SLTA serta PT.
(4) Mengkaji bidang pendidikan menengah dalam rangka persiapan memasuki pasar kerja
(5) Memberikan bantuan dan kemudahan fasilitas bagi siswa dan mahasiswa tidak mampu yang berprestasi.
(6) Mengembangkan sistem informasi pendidikan.

III. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Pendidikan meskipun mengalami krisis diharapkan tetap menjalankan misinya dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan, kapasitas moral/ akhlak/ budi pekerti dan kapasitas kewarganegaraan, pada tataran lokal, regional, nasional dan global. Pendidikan yang meningkatkan kapasitas akhlak / budi pekerti sejalan dengan ajaran Rasulullah Muhammad S.A.W. yang kehadirannya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia agar manusia memiliki akhlak yang mulia (akhlaqul karimah) melalui teladan yang diberikannya.
2. Sifat krisis kependidikan dapat dinyatakan dalam kata-kata change (perubahan), adaptation (adaptasi) dan disparity (kesenjangan). Perubahan lingkungan yang fantastik terjadi akibat sejumlah revolusi dunia dalam bidang iptek, politik, ekonomi, demografi dan tatanan sosial. Sistem pendidikan juga tumbuh dan berubah dengan cepat, namun tidak mampu beradaptasi dengan perubahan disekitarnya. Konsekuensi kesenjangan antara sistem pendidikan dan lingkungannya merupakan esensi dari kependidikan dunia. Meskipun kondisi lokal menyebabkan variasi krisis yang berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, namun demikian nampak benang merah pada semua bangsa apakah mereka lama atau baru, stabil atau labil, kaya atau miskin.
3. Kebijakan pendidikan nilai kedaerahan merupakan kebutuhan nyata dalam masyarakat sebagai akibat dari adanya krisis yakni “fakta makin tidak berfungsinya bahasa Sunda sebagai alat untuk mengekspresikan intelektualitas orang Sunda” di samping “fakta yang merujuk pada banyak orang Sunda masa kini yang tak lagi merasa bahasa dan budaya Sunda itu medium untuk mengaktualisasikan jatidiri Sunda”.
4. Agar kebijakan dapat dijalankan untuk mencapai tarjet yang ditentukan, diperlukan strategi yang untuk menetapkan prioritas dan pengalokasian sumber daya (RenstraJawa Barat 2001-2005). Strategi mendasar pendidikan diarahkan pada upaya peningkatan mutu pendidikan.

B. Saran
1. Local wisdom hendaknya dijadikan acuan nilai dalam menumbuhkan karakter manusia Jawa Barat melalui pendidikan formal, non-formal maupun informal.
2. Perlu digali nilai-nilai budaya daerah yang memberdayakan sehingga dapat memberikan kemampuan dinamis untuk berubah (change), menyesuaikan diri (adaptation), dan mengatasi kesenjangan social (disparity).
3. Pendidikan nilai-nilai budaya daerah harus mampu menjadi medium ekspresi intelektual dan aktulisasi diri manusia.
4. Strategi mendasar pendidikan diarahkan pada upaya peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan melalui berbagai kebijakan : (1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan; (2) Memenuhi kekurangan guru pada pada berbagai jenjang pendidikan serta meningkatkan kinerja profesional guru disertai peningkatan kesejahteraannya; (3) Meninjau ulang muatan local pada kurikulum SD, SLTP dan SLTA serta PT; (4) Mengkaji bidang pendidikan menengah dalam rangka persiapan memasuki pasar kerja; (5) Memberikan bantuan dan kemudahan fasilitas bagi siswa dan mahasiswa tidak mampu yang berprestasi; dan (6) Mengembangkan sistem informasi pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Coombs, Philip H. (1986). The World Educational Crisis, A Systems Analysys. New York: Oxford University Press.
Buchori, Mochtar. (1994). Pendidikan Dalam Pembangunan. Jakarta : Tiara Wacana dan IKIP Muhammadiyah.
Ohmae, Kinichi. (1995). The End of The Nation State : The Rise of Regional Economies. New York: McKinsey & Company Inc.

Clifford Geertz. (1983). Local Knowledges Further Essays In Interpretive Anthropology . USA: Basic Books.

Joseph Jazda et. Al. (ed.). (2008). Education and Social Inequality In Global Culture. Australia

Senin, 25 Januari 2010

ISU-ISU PENDIDIKAN


A. Konsep Dikdasmen

Pendidikan merupakan suatu proses yang berinteraksi dengan lingkungannya. Output yang ingin dihasilkan dari suatu sistem pendidikan ditentukan oleh tujuan yang dikehendaki oleh lingkungan atau masyarakat. Manusia yang terdidik hendaknya diperlengkapi untuk melayani masyarakat dan mengurus dirinya sendiri sebagai individu dan anggota masyarakat, pekerja ekonomi, pemimpin dan inovator, warga negara dan warga dunia dan penyumbang kebudayaan. Untuk itu, pendidikan harus mampu meningkatkan basic knowledge (pengetahuan dasar) intellectual and manual skills (keterampilan manual dan intelektual); power of reason critism (daya nalar/kritik); values, attitudes and motivation (nilai-nilai, sikap dan motivasi); power of creativity and innovation (daya kreatif dan inovsi); cultural appreciation (apresiasi kebudayaan); sense of social responsibillity (tanggung jawab sosial); dan understanding of the modern world (memahami dunia modern).

B. Isu Dikdasmen

1. Praxis Pendidikan
Praxis berasal dari bahasa Yunani yang bermakna perbuatan, kegiatan, tindakan, aksi, praktek. Praxis atau praksis (Ind.) biasanya mengacu pada perilaku manusia yang praktis, termasuk kegiatan etis dan politis, kontras dengan poiseis/poitikos (Aristoteles); theoria. Marx menggunakan praksis untuk menunjuk pada sintesis teori dan praktek (Bagus, 2002 : 880).
Secara epistemologi pandangan Marx perlu dikemukakan mengingat dari sudut perkembangan pengetahuan, maka Marx mempunyai kekhususan karena pandangan-pandangannya. Pertama, ilmu itu tidak (hanya) mengetahui akan tetapi untuk mengubah pemahaman mengenai ideologi modern dari the science of ideals menjadi uraian tentang sistem dan doktrin kelas penguasa untuk mempertahankan status quonya. (Pranarka, 1987 : 151).
Dalam praksis akan terlibat bahwa pendidikan tidak terlepas dari doktrin, karena menurut Durkheim edukasi mendekati aktivitas indoktrinasi (Chazan, 1985 : 22). Durkheim membuat kategori antara pendidikan, ilmu mendidik dan pedagogi.
1) Pendidikan merupakan “pengaruh yang ditanamkan pada anak oleh orang tua, dan guru.
2) Ilmu pendidikan adalah deskripsi dan ekplanasi dari “pengaruh yang dilatihkan oleh suatu generasi pada generasi selanjutnya”.
3) Pedagogi merupakan teori tentang ‘cara menyusun/mengatur pendidikan, khususnya cara merefleksikan gejala pendidikan”.
Dalam pedagogi, Durkheim memandang ada tiga unsur penting yakni: guru, konteks sosial dan kurikulum. Guru memiliki otoritas untuk menyampaikan nilai ketertiban. Konteks sosial sebagai alat diperoleh dengan cara memanfaatkan kelas sebagai kelompok sosial. Dalam hal ini, dianjurkan pengembangan spirit kelas, loyalitas kelas dan kelas sebagai rumah. Kurikulum formal adalah aspek penting yang tujuannya secara aktual memberi anak suatu rasa kompleksitas yang nyata. Mata pelajaran seperti IPA, Sejarah dan Sosiologi dapat memberikan bahan bagi guru untuk melakukan analisis dan penjelasan tentang proses dan kejadian sejarah dan kehidupan. Teori-teori Durkheim tentang pendidikan menjadi agenda kebanyakan teori dan praktek pendidikan kontemporer.
Teori Durkheim tentang konteks sosial tentu akan berguna dalam pendidikan kebangsaan, tetapi bagaimana dengan penekanannya pada penggunaan kurikulum formal di dalam kelas yang menggunakan teknik indoktrinasi dikaitkan dengan perlunya pendidikan bagi orang dewasa untuk melakukan penyesuaian diri terus menerus menghadapi tantangan kehidupan global.

2. Globalisasi
Globalisasi yang disebut sebagai borderless world oleh Ohmae (1995:1) ditandai dengan ciri empat “i”. Pertama, investasi, yakni maraknya pasar modal yang melewati batas wilayah negara. Kedua, informasi, yakni merebaknya industri dan jasa informasi yang telah meninggalkan industri manufaktur dan membawa kita ke dalam dunia dengan tatanan global. Ketiga, industri, yakni bangkitnya banyak perusahaan multinasional yang menggantikan peran-peran pemerintah. Dengan modal dan tenaga kerja yang besar, mereka ibarat gurita yang merambah berbagai daerah di penjuru dunia. Keempat, individu, yakni munculnya individu sebagai konsumen global yang sangat membutuhkan produk yang trendy, berkualitas, tapi murah. Untuk memasuki era seperti itu maka kesiapan SDM merupakan suatu keharusan, dan itu berarti bahwa pendidikan merupakan faktor yang determinan, karena pendidikan menyiapkan manusia agar memiliki good citizenship. Untuk itu pendidikan mengarahkan tugasnya pada pemberdayaan manusia agar menjadi warga Negara dan dunia (global citizen).
Untuk mengarungi masa depan dengan tantangan global, manusia harus mengembangkan pola-pola perilaku baru. Untuk itu kita semua tanpa perkecualian harus belajar mengenali dan menguasai pola-pola perilaku baru. Kegiatan untuk mengenali dan menguasai pola-pola baru ini para ahli disebut innovative learning. Secara konsepsual hal ini mereka pertentangkan dengan maintenance learning. (Buchori, 1994 : 64).

3. Krisis Multidimensional
Pendidikan yang menyiapkan manusia agar mampu mengambil bagian secara tepat di tengah-tengah krisis multi-dimensi, dengan sendirinya perlu memberikan perhatian terhadap karakteristik globalisasi. Capra (1998:3) mengungkapkan :
“Pada awal dua dasawarsa terakhir abad kedua puluh, kita menemukan diri kita berada dalam suatu krisis global yang serius, yaitu suatu krisis kompleks dan multidimensional yang segi-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan, kesehatan dan mata pencaharian, kualitas lingkungan dan hubungan sosial, ekonomi, teknologi dan politik. Krisis ini merupakan krisis dalam dimensi-dimensi intelektual, moral dan spiritual; suatu krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah ummat manusia”.

Masalah yang ditimbulkan oleh krisis global ini adalah ketidakmampuan manusia menghadapinya secara profesional sesuai dengan keahlian mereka. Sangat menyedihkan bahwa ekonom tidak memahami inflasi, onkolog sama sekali bingung tentang penyebab-penyebab kanker, psikiater dikacaukan oleh schizofrenia, polisi tidak berdaya menghadapi kejahatan. Inilah masalah-masalah yang harus dihadapi dengan cara proaktif dan antisipasif.
Globalisasi yang menimbulkan krisis multidimensional telah membuat keahlian kehilangan kewibawaannya, sehingga sangup melahirkan krisis identitas dalam diri individu, kelompok, masyarakat dan bangsa. Huntington (2002 : 218) menyatakan bahwa hal ini sudah dimulai sejak tahun 1990-an dan menghinggapi banyak negara. Selanjutnya dikatakan :
“Hampir setiap orang selalu dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan, “Siapakah kita”? “Berada di pihak manakah kita”? dan “Siapakah musuh kita”? Pertanyaan-pertanyaan tidak hanya “menghantui” negara-negara baru, sebagaimana yang terjadi di Yugoslavia, tetapi juga dapat dijumpai di hampir seluruh wilayah dunia. Pada pertengahan 1990-an negara-negara yang mengalami krisisi identitas nasional selalu dilanda “konflik internal” : Algeria, Kanada, Jerman, Inggris, India, Iran, Jepang, Meksiko, Maroko, Rusia, Afrika Selatan, Syiria, Tunisia, Ukraina, dan Amerika Serikat. Persoalan identitas terutama melanda negara-negara bagian yang masyarakatnya memilliki keragaman peradaban”.

Kegamangan menghadapi peradaban global tentu saja memerlukan pendekatan yang tepat, salah satunya dengan innovative learning dan jika hal tersebut dikehendaki menjadi cara belajar masyarakat, maka harus ada suatu program yang dinamakan innovative societal learning. Untuk melaksanakan hal itu setidaknya ada 4 (empat) masalah yang perlu dipersiapkan, yakni : (1) Masalah penyusunan program belajar; (2) Malasah pengembangan jaringan institusi; (3) Masalah penyediaan dan penyebaran informasi dan (4) Masalah pengembangan teknik-teknik belajar mengajar. (Buchori, 1994 :72).

4. Pemberdayaan (Empowerment)
Dalam pembinaan kepribadian tidak kalah pentingnya selain menguasai pola-pola baru, adalah pemberdayaan seluruh potensi manusia agar dapat menentukan arah kehidupannya (self determination). Colzon sebagaimana disitir Cook dan Macaulay (Sumaatmadja, 2002 : 79) mengatakan sebagai berikut :
“Empowerment adalah membebaskan seseorang dari kendali yang kaku…...dan memberikan orang tersebut kebebasan untuk bertanggungjawab terhadap ide-idenya dan keputusan-keputusannya, tindakan-tindakannya”.

Sen, A. menyebutnya sebagai “expansion of people capability” sedangkan Varty, C. mendefinisikan pemberdayaan sebagai ‘expansion of peoples creativity’ (Sri-Edi-swasono, PR Selasa 12 Juli 2005).
Dalam proses pemberdayaan, manusia disadarkan akan keberadaanya bersama orang lain, yang merupakan suatu realitas yang harus dihadapi dengan berani. Itu semua menuntut adanya visi ke depan untuk mengantisipasi semua kemungkinan yang akan timbul. Keempat dimensi tersebut : Visi, berpijak di atas realita, selalu berhadapan dengan orang lain dan sebagai orang berani merupakan dimensi yang harus dimiliki oleh kepemimpinan yang berbeda (empowerment leadership).
Sumaatmadja (2002:81) menyatakan bahwa ketidakberdayaan individu dan juga kelompok letak pada keterbelengguan dalam aspek-aspek sosial budaya (kebodohan), sosial ekonomi (kemiskinan), sosial psikologi (harga diri) dan sosial politik (perbudakan) . Untuk pemberdayaan manusia diperlukan pendidikan yang membebaskan manusia dari keterbelengguan seperti itu. Freire (1985:52) menghendaki pendidikan bersifat dialogika yang “membebaskan kaum tertindas dalam perjuangan tanpa henti untk merebut kembali kemanusiaan mereka (proses humanisasi)”. Penindasan berasal dari konsep pendidikan “gaya bank” dan kontradiksi guru murid. Ciri pendidikan gaya bank yaitu menempatkan murid sebagai pihak yang diajari, tidak tahu apa-apa dan harus patuh mendengarkan, menyetujui dan dan diatur tanpa diminta pendapatnya atau sebagai obyek belaka.
Pendidikan gaya bank yang menindas, mendapat kritikan pula dari Illich (1972:66) yang secara provokatif memberi argumentasi mengapa “sistem pendidikan formal harus ditolak” . Beberapa argumen dari Illich adalah : (1) Lembaga-lembaga pendidikan kita yang ada sekarang melayani tujuan-tujuan guru; (2) sekolah telah menjadi masalah sosial; (3) sekolah merupakan majikan yang terbesar maupun yang paling anonim dari semua majikan; (4) Sekolah bukan hanya agama dunia baru, sekolah telah merupakan pasaran tenaga kerja dunia yang paling cepat berkembang; (5) sekolah merupakan pencipta dan pendukung efektif dari mitos sosial; (6) Murid sebagai konsumen didik untuk menyesuaikan keinginan-keinginan mereka sesuai dengan nilai-nilai yang laku di pasaran.
Pendidikan yang memberdayakan menentang pendidikan gaya bank, tapi menggunakan pendekatan yang meningkatkan kapabilitas dan kreatifitas manusia

Jumat, 08 Januari 2010

Sanghyang Siksakandang Karesian

Direktorat Jendral Kabudayaan Dep Pendidikan Dan Kebudayaan Bandung Tahun 1987. Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian dibuat pada tahun 1518 M, memakai aksara Sunda kuno.



Ya inilah yang akan diajarkan oleh sang budiman bagi mereka yang mencari kebahagiaan. Ada (ajaran) yang bernama sanghiyang siksakandang karesian untuk kewaspadaan semua orang. Inilah ujar sang budiman memaparkan sanghiyang siksakandang karesian.
Inilah sanghiyang dasa kreta1 untuk pegangan orang banyak. Siapapun yang hendak menegakkan sarana kesejahteraan agar dapat lama hidup, lama tinggal (di dunia). berhasil dalam peternakan, berhasil dalam pertanian,2 selalu unggul dalam perang, sumbernya terletak pada orang banyak.
Inilah kenyataan yang disebut sanghiyang dasa kreta. Bayang bayang dasa sila, maya-maya3 sanghiyang dasa marga, perwujudan dasa indera untuk menyejahterakan dunia kehidupan di dunia yang luas.4
Ini (jalan) untuk kita menyejahterakan dunia kehidupan, bersih jalan, subur tanaman, cukup sandang,5 bersih halaman bclakang, ber¬sih halaman rumah. Bila berhasil rumah terisi, lumbung terisi. kandang ayam terisi, ladang terurus, sadapan terpelihara, lama hidup. se¬lalu6 sehat. sumbernya terletak pada manusia sedunia. Seluruh penopang kehidupan; Rumput, pohon-pohonan, rambat. semak, hijau su¬bur tumbuhnya segala macam buah-buahan, banyak hujan, pepohonan tinggi karena subur tumbuhnya, memberikan kehidupan kepada orang banyak. Ya itulah (sanghiyang) sarana kesejahteraan dalam kehidupan namanya.
Ini sanghiyang dasa kreta yang disebutkan sebagai bayang-bayang sanghiyang dasa sila,7 ya maya-maya sanghiyang dasa marga. perwujudan dasa indera. Inilah kenyataannya.
Telinga jangan mendengarkan yang tidak layak didengar karena menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun kalau telinga terpelihara, kita akan mendapat keutamaan dalam pendengaran.
Mata jangan sembarang melihat yang tidak layak dipandang karena menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila mata terpelihara, kita akan mendapat keutamaan dalam penglihatan.
Kulit jangan digelisahkan karena panas ataupun dingin sebab menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; tetapi kalau kulit terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari kulit.
Lidah jangan salah kecap karena menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila lidah terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari lidah.
Hidung jangan salah cium karena menjadi pintu bencana penye¬bab kita mendapat celaka di dasar kenistaan

II

neraka: namun bila hidung terpelihara, kita akan mendapat keutama¬an yang berasal dari hidung.
Mulut jangan sembarang bicara karena menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila mulut terpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari mulut.
Tangan jangan sembarang ambil karena menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila tangan terpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari tangan.
Kaki jangan sembarang melangkah karena menjadi pintu benca¬na, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila kaki tcrpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari kaki.
Tumbung8 jangan dipakai keter9 karena menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila tumbung terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari tumbung.
Baga-purusa10jangan dipakai berjinah, karena menjadi pintu bencana, penyabab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila baga-purusa terpelihara, kita akan memperoleh keutamaan dari baga dan purusa,
Ya itulah yang disebut dasa kreta. Kalau sudah terpelihara pintu (nafsu) yang sepuluh, sempurnalah perbuatan orang banyak. Demikian pula perbuatan sang raja.
Ini yang disebut dasa prebakti. Anak tunduk kepada bapak; isteri tunduk kepada suami; hamba tunduk kepada majikan11 siswa tunduk kepada guru; petani tunduk kepada wado; wado12 tunduk kepada mantri, mantri tunduk kepada nu nangganan; nu nangganan tunduk kepada mangkubumi; mangkubumi tunduk kepada raja; raja tunduk kepada dewata; dewata tunduk kepada hiyang. Ya itulah yang disebut dasa prebak

III
ti
Ini yang harus dilaksanakan, amanat sang budiman sejati. Puji dan sembahku kepada Siwa, horrnatku kepada sanghiyang panca tatagata.13. Panca berarti lima, tata berarti ucap, gata berarti raga, Ya itulah yang memberikan kebaikan kepada semuanya.
Panca aksara14 adalah guru manusia. Panca aksara itu kenyataan yang terlihat, terasa dan tersaksikan oleh indera kita. Guru itu tempat bertanya orang banyak, Karena itu dinamakan guru manusia. Kebodohan itu baru ada setelah adanya dunia.
Ini kenyataanya. Namanya ya panca byapara.15 Sanghiyang pretiwi (tanah), air, cahaya, angin dan angkasa. Ujar sang budiman manusia besar: itu semua milik kita. Yang diibaratkan tanah yaitu kulit, yang diibaratkan air yaitu darah dan ludah, yang diibaratkan cahaya yaitu mata, yang diibaratkan angin yaitu tulang, yang diiba¬ratkan angkasa yaitu kepala. Itulah yang disebut pretiwi dalam tubuh. Ya diibaratkan oleh penguasa bumi. Ya menjelma menjadi para rama, resi, ratu, disi dan tarahan.
Ini panca putera:16 pretiwi adalah Sang Mangukuhan, air adalah Sang Katungmaralah, cahaya adalah Sang Karungkalah, angin adalah Sang Sandanggreba, angkasa adalah Sang Wretikandayun,17
Ini panca kusika:18 Sang Kusika di Gunung, Sang Garga di Rumbut, Sang Mesti di Mahameru, Sang Purusa di Madiri. Sang Patanjala di Panjulan,
Kalau terpahami semua sanghiyang wuku19 lima di bumi tentu (tampak) menyenangkan (keadaan) semua tempat. Tempat itu disebut: purwa, daksina, pasima, utara, madya. Purba yaitu timur, tem¬pat Hiyang Isora, putih warnanya. Daksina yaitu selatan, tempal Hiyang Brahma, merah warnanya. Pasima yaitu barat, tempat Hiyang Mahadewa, kuning warnanya.

IV

Utara yaitu utara, tempat Hiyang Wisnu, hitam warnanya. Madya ya¬itu tengah, tempat Hiyang Siwa, aneka macam warnanya. Ya sekian itulah wuku lima di bumi.
Ini Wuku lima pada rnaha pendeta. Rahasia itu terasa dalam bertutur; tapa itu terasa dalam berkelana; duduk itu terasa dalam keteguhan; kepastian itu terasa dalam kemustahilan; kelepasan itu terasa dalam memberi tanpa diberi, mengingat (eling) tanpa batas. Sekian wuku lima pada maha pendeta.
Ini modal kesejahteraan yaitu mereka sang dewata lima.20 Se¬mua mewakili namanya sendiri; semua melihat rupanya serdiri. Namun kalau tidak terasa ibarat bengkok bertemu dengan bengkoknya, lurus bertemu dengan lurusnya. Demikianlah karena perbuatan manusia maka sejahtera, karena perbuatan manusia maka sentosa.
Ini pekerjaan hulun21 untuk jalan kita inengabdi. Pekerjaan itu disebut bakal budi, tingkah laku itu namanya jalan. Hendaknya takut, berhati-hati(?), hormat dan sopan dalam tingkah. dalam perbu-atan, dalam ulah dan perkataan.
Demikian pula bila berada di hadapan sang raja. Tetaplah setia dalam pcngabdian, akan pulih dari noda yang sepuluh,22 pasti terhapus dosa dan hilang23penderitaan, bersua dengan kebahagiaan. Bila benar-benar melaksanakan tugas sebagai hulun, yang demikian itu lebih memadai dari hasrat24 setinggi bukit, bertapa di puncak gunung karena terlarang bertapa di atas gajah atau moncong singa; mudah mendapat bencana besar.
Ini perilaku manusia yang akan berguna bagi orang banyak. Turutlah sanghiyang siksakan-

V
dang karesian. Waspadalah agar kita terluput dari pancagati25 agar tidak sengsara. Jangan hianat jangan culas, jangan menghianati diri sendiri. Yang dikatakan menghianati diri sendiri yaitu: yang ada dikatakan bukan, yang bukan dikatakan benar. Ya begitulah,tekadnya penuh dengan muslihat. Perbuatan memitnah, menyakiti hati (orang lain), itulah kenyataannya yang disebut menghianati diri sendiri.
Yang disebut menghianati orang lain adalah: memetik (milik orang) tanpa izin, mengambil tanpa meminta, memungut tanpa mem-beri tahu. Demikian pula: merampas. mencuri, merampok, menodong; segala macam perbuatan hianat. ya menghianati orang lain namanya.
Demikian pula: merangkum (mengambil barang orang dengan kedua telapak tangan), memasukkan tangan (untuk mengambil barang orang), mencomot, merebut, merogoh, menggerayangi rumah orang, Begitu juga terus menerus tinggal di rumah majikan, rumah penguasa atau pada raja. Hal demikian lebih-lebih jangan dilakukan, jangan diperbuat oleh seorang hulun. Jangan lupa menggunakan ucap yang hormat, sopan dan mantap, bakti dan susila kepada sesama ma¬nusia, kepada sanak keluarga.
Demikianlah kepada raja kita. Kaki itu untuk bersila dan tangan untuk menyembah. Hati-hatilah kita berbincang dengan menak, de¬ngan majikan pemilik tanah. dengan kedua orang tua,26 dengan wanita larangan:27 Begitu pula dengan raja kita. Bila kepada kita dipercayakan suatu rahasia, jangan rnunafik pikiran kita, demikian pula salah jawab, kelihatan roman muka tidak senang oleh raja kita. Jangan, pemali ! Nanti gugur hasil kita bertapa, hilang jasa nenek moyang, akan lenyap hasil jerih payah kita, akan tertimpa kesengsaraan, diusir

VI

oleh sang raja.
Kalau tak akan setia kepada raja kita, bila kemudian kita men-derita sakit, menjadi lemah karena tak bertenaga atau merasa bingung, lalu terang-terangan mengatakan bahwa hal itu keterlaluan. Karena itu belajarlah setia kepada raja; tetapi bila kita bertindak, jangan mengeluh, jangan kecewa, jangan enggan diperintah, jangan iri, jangan dengki kepada kawan semajikan.
Demikianlah bila melihat orang yang mendapat pujian, menda¬pat selir, melihat yang dikasihi oleh raja, kemudian hendak goyah kesetiaan kita. Jangan, pemali! Akibat buruknya ialah jadi murung sa kit hati. Tak akan dapat diobati, jampi tak akan mempan, niat tak akan terlaksana karena tidak dibenarkan oleh sanghiyang siksakandang karesian.
Demikianlah bila kita menjadi anggota pasukan28 janganlah sampai mendapat marah. Kalaupun kita mendapat marah jangan sampai tidak berbakti kepada nu nangganan karena ia tanda29 sang raja.
Bila kita mendapat perintah, jangan melupakan sanghiyang siksakandang karesian. agar kita tetap setia kepada tugas. Namun kalau ada yang (diperintah) ke utara, selatan, barat dan timur. janganlah siwok cante, jangan simur cante, jangan simar cante, jangan darma cante. Ya itulah yang disebut catur yatna (empat kewaspadaan).
Inilah keterangannya. Yang disebut siwok cante30 adalah tergoda oleh makan-minum. Yang disebut simur cante adalah ikut perbuatan orang yang mencuri, merebut dan merangkum. Itulah yang dinamakan salah langkah,31 yang disebut simar cante adalah mengambil dagangan mas dan perak berlembar-lembar tanpa di-

VII
suruh yang empunya barang. Ya salah jualan namanya. Yang disebut darma canten ialah membantu (pihak) yang dibenci oleh raja kita. Disuruh mengambil (menangkap) atau pergi membunuh orang yang durhaka oleh raja, berganti jadi memberi hati karena ragu-ragu, ka¬rena terikat rasa kekeluargaan, karena saudara Hal itu jangan dilakukan oleh seorang hulun. Suka terhadap yang dibenci (oleh raja), benci terhadap yang disukai (oleh raja). Hal itu tidak layak kita perbuat selaku seorang hulun.
Ini untuk kita menurut kepada raja, supaya kita lama dijadikan hulun, agar kita lama diaku oleh raja kita. Ikuti sanghiyang siksakandang karesian! Lihatlah sang penguasa. Kalau raja marah kitapun harus ikut marah bersama raja. Kalau raja memuji kitapun harus ikut memuji bersama raja. Kalau tidak ikut memuji atau mencela bersama raja, itulah tanda mungkir bahwa kita berbakti kepada raja.
Kalau kita (diperintah) pergi ke hutan. janganlah lupa baju dan selimut. Kalau tidak bersama raja, perhatikan (peraturan) dalam sik-sakandang karesian. Peraturannya yaitu: jangan memetik sayur di ladang kecil orang lain, juga di kebun orang lain. Akan sia-sia hasil kita beramal baik.
Batas kebun di hutan, kayu yang ditandai tali, pohon buah yang ditandai ranting, kayu bakar yang disandarkan, cendawan yang ditu-tupi, sarang tiwuan, odeng, lebah,

VIII

engang, ulat kayu, parakan32 atau apapun yang telah diberi simpul babayan33 jangan diambil. Demikian pula menurunkan sadapan orang lain jangan sekali-kali dilakukan karena merupakan sumber dosa dan pangkal kenistaan dan noda.
Kalau kite menemukan jalan, besar atau kecil, segeralah ber-cangcut dan berpakaian34 sebab mungkin kita berpapasan (berpandangan) dengan gusti atau mantri. Kita harus berada di sebelah kiri dan berjongkok. Bila (bersua) pujangga. brahmana, raja pendeta, mangkubumi, putera raja, kaya atau miskin, demikian pula bila ber¬sua dengan guruloka, kita hams berada di sebelah kirinya karena dia itu guru sang prabu.
Ingat-ingat dalam siksakandang karesian dan perhatikan dalam godaan.35 Jangan berjalan mengiringi semua wanita larangan, semua rara hulanjar36 agara tidak terkena godaan di perjalanan. Demikian pula memegang tangan(nya), duduk bersama-sama di atas catang, di balai-balai berdua saja, disebut godaan di tempat duduk. Berdiri di belakang rumah atau di halaman berdua saja, disebut-godaan di tempat berdiri namanya.
Menyahut orang batuk, mendeham, membuang dahak, demi¬kian pula menyahut ibu-ibu yang menyanyi, disebut lembu memasuki gelanggang. Bersandar pada bekas orang suci duduk pada tiang, pada kayu, pada batu, padahal kita melihatnya dan setelah mereka pergi kita menggantikannya bersandar di situ, disebut lembu menantang. Itu semua perlu diingat kalau ingin terluput dari neraka.
Demikian pula sepenginapan, setempat-tinggal, seberanda, sebalai-balai dengan semua orang suci, semua wanita larangan, dinamakan kerbau sepemakanan.37 Ya semuanya perlu diingat,

IX
disebut.perbuatan pemali namanya.
Semua itu jangan sekali-kali ditiru oleh hulun semuanya. Kalau
kita hendak; membawa maka berbicaralah kepada penguasa. Kalau disetujui, rundingkanlah peri hal sakitnya, matinya, hilangna, kuburannya semua, bawalah! Tidak akan menjadikan aturan. Kalau tidak disetujui, jangan! Kalau berkeras hendak membawa dia, bila ia sakit harus diurus, bila mati atau hilang harus mengganti sendiri menurut kemampuan, karena itu hati-hatilah!
Ini lagi. Kalau kita kedatangan oleh semua pangurang38 dasa,39 calagara, upeti, panggeres reuma,40 tunjukkanlah rasa suka dalam tingkah kita, anggaplah seperti kedatangan sanak-keluarga, saudara, adik, kakak, anak, sahabat, suan atau keponakan. Demikianlah ibaratnya. Namun bila ada rasa sayang pada kita, sediakanlah makanan, minuman, selimut, kain yang kita miliki.
Resapkanlah puja dan berlindung kepada hiyang dan dewata. Bila kita diperintah bekerja ke ladang, ke sawah, ke serang41 besar, mengukuhkan tepian sungai, menggali saluran, mengandangkan ter-nak. memasang ranjau tajam, membendung sebahagian alur sungai untuk menangkap ikan, menjala, menarik jaring, memasang jaring, menangguk ikan, merentang jaring; segala pekerjaan untuk kepentingan raja, jangan marah-marah. jangan munafik, jangan resah dan uring uringan, kerjakanlah dengan senang hati semuanya.
Resapkanlah tugas kita. Namun bila kita pulang ke kota, jangan berak di pinggir jalan atau di pinggir rumah diujung bagian yang tak berumput, agara tidak tercium oleh menak dan gusti. Timbuni tungku yang berlubang lubang supaya tidak dikutuk dan disalahkan ibu-bapak dan perguruan, disesali oleh orang-orang tua karena perbuatan kita yang ceroboh. Namun kalau

X

menurut sanghiyang siksa, berak harus tujuh langkah dari jalan, kencing harus tiga langkah dari jalan. Pasti tidak akan dimarahi orang lain karena kita mengetahui perbuatan yang terlarang. Kalau dikerjakan akan mcndatangkan sedih. yang terlarang itu dapat mengakibatkan kematian; dan (dalam kota itu) perhatikanlah tempat hukuman (?). ujung kayu penjepit tangan hukuman, mungkin pemandian keraton, kandang larangan, rumah larangan. Demikian pula memintas jalan, menghampiri atau melewati rombongan raja yang sedang bercengkerama, karena semua itu merupakan perbuatan dosa.
Bila kita masuk ke keraton, maka baik baiklah melihat, jangan sampai melanggar, mendorong, mengganggu atau memutus jajaran (orang-orang yang duduk). Bila kita duduk jangan salah menghadap, baik baiklah bersila. Dan sekiranya kita diajak bicara oleh raja, pikirkanlah betul-betul bicara kita. Harus layak supaya menyenangkan raja.
Dan perihatikanlah mereka yang dapat ditiru: mantri, gusti yang terkemuka, bayangkara yang menghadap, pangalasan. juru lukis, pandai besi. ahli kulit, dalang wayang, pembuat gamelan, pemain sandiwara, pelawak, peladang. penyadap. penyawah, penyapu. bela mati, juru moha, barat katiga, prajurit, pemanah, pemarang, petugas dasa dan penangkap ikan, juru selam dan segala macam pekerjaan. Semua setia kepada tugas untuk raja, itu semua patut ditiru sebab mereka melakukan tapan dalam negara,
Jika ada di antara kita yang dimarahi oleh raja, itu semua jangan ditiru perbuatannya, nanti kitapun mendapat marah pula. Ini perbandingannya;kalau orang pergi ke hu-

XI

tan menginjak duri, lalu kitapun penginjaknya, terasa sama sakitnya. Bila ada di antara kita yang terpuji: cekatan, terampil, penuh keutamaan, cermat, teliti. rajin, tekun, setia kepada tugas dari raja. Yang demikian itu perlu ditiru perbuatan dan kemahirannya. pasti kitapun akan mendapat pujian pula.
Bila ada orang baik penampilannya, baik tingkahnya, baik per¬buatannya, tirulah seluruhnya karena yang demikian itu disebut manusia utama. Bila ada orang yang buruk penampilannya, pandir tingkahnya, tetapi baik perbuatannya. yang demikian itu jangan ditiru tingkahnya, dan perhatikan penampilannya. Tirulah perbuatannya. Kalau ada orang yang buruk penampilannya, pandir tingkahnya dan buruk pula perbuatannya, yang demikian itu noda dunia, menjadi pengganti (tumbal) kita seluruh dunia, namanya kebusukan (diantara) manusia. Itu semua patut diingat, sengsara dan bahagia, buruk dan baik, tergantung kepada guru.
Ini tandanya. Ada orang mati waktu mencuri, mati ketika menggerayangi rumah orang, mati waktu menodong, mati waktu merangkum, dan segala macam perbuatan hianat, semua itu harus diperhatikan karena jangan dijadikan contoh. Ya itulah yang disebut guru nista.
Ada lagi. Kalau kita menonton wayang, mendengarkan juru pantun, Ialu menemukan pelajaran dari kisahnya. itu disebut guru panggung.
Bila kita menemukan pelajaran yang baik dari membaca ya disebut guru tangtu. Kalau melihat hasil pekerjaan besar seperti: ukir-ukiran, hasil pahatan,
XII
papadungan (papasan kayu?), lukisan, enggan bertanya kepada pembuatnya, terpahami oleh rasa sendiri hasil mengamati karya orang lain, ya disebut guru wreti.
Mendapat ilmu dari anak. disebut guru rare. Mendapat pelajaran dari kakek, disebut guru kaki. Mendapat pelajaran dari kakak, disebut guru kakang. Mendapat palajaran dari toa, disebut guru ua.
Mendapat pelajaran di tempai bepergian, di kampung di tempat bermalam, di tempat berhenti, di tempat menumpang, disebut guru hawan. Mendapat pelajaran dari ibu dan bapak, disebut guru kamulan. Demikian pula kalau berguru kepada maha pendeta, disebut guru utama, ya disebut guru mulya, guru premana, ya guru kaupadesaan. Itulah yang disebut catur utama (empat keutamaan).
Karena itu bila telah selesai menunaikan semua kewajiban dan pekerjaan, periksalah kembali mana yang jelek mana yang bagus, mana yang buruk mana yang baik. Begiiulah bila aya yang memuji kita, hendaknya segan dan sadarlah kita, ganti kembalikan kepada yang memuji supaya kita tidak mementingkan pujian orang lain. Kalau kita senang dipuji, ibarat galah panjang disambung ranting (belalai) karena merasa senang oleh pujian,
Lalu menjadi tekebur karena merasa diri berkecukupan di rumah sendiri dengan makanan, minuman, kesenangan, kenikmatan dan perabotan, lalu dijadikan andalan. Itu disebut galah panjang. Itu ibarat padi hampa namanya.
XIII
Begitulah, kalau ada yang mencela (mengeritik) kepada kita, terimalah kritik orang lain itu. Yang demikian itu ibarat galah sodok dipotong runcing. Ibarat kita sedang dekil, celaan itu bagaikan air pemandian; ibarat kita sedang menderita kekeringan kulit, bagaikan datang orang yang meminyaki; ibarat kita sedang lapar, bagaikan datang yang memberi nasi; ibarat kita sedang dahaga, bagaikan datang orang yang mengantarkan minuman; ibarat kita sedang kesal hati, bagaikan datang orang yang memberi sirih pinang. Itulah yang discbut panca parisuda (lima penawar); ibarat galah sodok diperpendek.
Bila kita merasa bahagia, ibarat padi berat isi. pasti sejahteralah orang banyak, karena bertemu dengan sumber kesenangan dan kenikmatan, (yaitu) tahan celaan dan mengambil (memperhatikan) nasihat orang lain. Bila sedang sibuk tundalah sementara, (lebih-lebih) bila sedang tidak ada pekerjaan, untuk menjenguk ibu-bapak. Itulah yang disebut manusia sejati; yang disebut keutamaan tertinggi: ibarat dewa berwujud manusia namanya; berperibadi sempurna. benih kebajikan dan pohon kebenaran.
Ini pelengkap perbuatan, agar tidak gagal dalarn hidup. agar rumah tangga kita penuh berkah, (yaitu) cermat. teliti, rajin. tekun. cukup sandang, bersemangat, berperibadi pahlawan, bijaksana, berani berkurban, dermawan, cekatan, terampil. Bila kita membuat sawah. untuk sekedar tidak sengsara; bila kita membuat kebun, untuk seke¬dar tidak mengambil sayur-sayuran di ladang kecil milik orang lain atau ke ladang luas milik orang lain, sebab tak akan dapat meminta-nya: memelihara ternak tiduk sekedar tidak membeli atau menukar (barter), (memiliki) perkakas untuk sekedar tidak meminjam;

XIV
selimut dan pakaian jangan kekurangan; makan dan minum jangan kekurangan; anak dan isteri nasihati supaya tidak dikatakan merusak kesusilaan. Perhatikanlah sanghiyang siksakandang karesian.
Hendaknya kita tidur sekedar penghilang kantuk, minum tuak sekedar penghilang haus, makan sekedar penghilang lapar, janganlah ; kita berlebih-lebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak memiliki apa-apa. Demikian pula (mengenai) kejujuran anak-isteri. jangan ber-sikap pembeli hati supaya tidak hanya tampaknya saja berbuat. Bila kita berhasil mengajarinya dan menuruti nasihat, itulah anak kita, isteri kita.
Bila tidak menuruti nasihat, mereka itu sama saja dengan orang lain. Namun bila tetap bandel, isteri dan anak yang demikian, sudahlah jangan kita aku. Pasti kita mendapat beban. pasti tersesat masuk neraka, musnah hasil amal kita, hilang pahala leluhur.

Ini ajaran sang darma pitutur, agar hidup kita tidak tanpa tekad memelihara hasrat. Alat hias itu sisir, bejana berisi air itu jernih, tampak (dasar) tempatnya dan tampak tanpa busa. Dikatakan: seri itu namanya emas, Adapun emas. bila tidak digosok suram warnanya, kalau digosok cemerlang indah sebab terpelihara,
Demikianlah tamsil kita manusia ini. Kalau mentaati sanghyang siksa, sejahteralah perasaan kita ibarat lurus bertemu dengan lurus-nya. Bila tidak mentaati sanghyang siksa kreta ibarat bengkok ber¬temu dengan bengkoknya. Alat hias itu cermin. Adapun cermin, bila tidaK terlihat, samarlah bayangan kita. Bila terlihat akan jelaslah rupa
XV
kita di dalam cermin itu,
Begitulah manusia ini, dapat meniru perilaku orang lain. Bila sempurna pasti terikuti oleh perasaan kita. Kalau tidak akan bisa menuruti nasihat, membelakangi aturan namanya.
Jemangan itu disebut tempat bercermin. Yang dapat dianggap air bening itu ialah budi kita yang baik. Oleh sebab itu maka lihatlah agar pikiran kita tetap hidup. Negeri itu disebut kota. Adapun kota, bila kosong tak ada yang patut ditiru. Demikian pula perkataan, bila tidak berisi. dusta namanya. Tetapi bila bersih dan pada tempatnya, itu semuanya patut ditiru, Demikianlah semua perkataan. Bila terisi, maka dikatakan benar-benar terbukti.
Demikianlah kita manusia ini. Bila ingin tahu sumber kesenangan dan kenikmatan. ingat-ingatlah kata sang darma pitutur. Inilah selokannya:

telaga dikisahkan angsa
gajah mcngisahkan hu tan
ikan mengisahkan laut
bunga dikisahkan umbang.
Maksudnya, demikianlah bila kita akan bertindak, janganlah salah mencari tempat bertanya. Bila ingin tahu tentang taman yang jernih, telaga berair sejuk tanyalah angsa. Umpamanya ada orang menekuni pedoman hidup, jernih pikiran, hidup hasratnya, bergelora, ibarat angsa berada di telaga bening.
Bila ingin tahu isi laut tanyalah ikan. Ibaratnya orang ingin tahu tentang budi raja dan budi mahapendeta.
Bila ingin tahu tentang isi hutan tanyalah gajah, Ini maksudnya. Yang diibaratkan isi ialah tahu keinginan orang banyak. Yang diibaratkan gajah ialah tahu tentang kekuatan sang
XVI
raja.
Bila ingin tahu tentang harum dan manisnya bunga, tanyalah kumbang. Maksudnya yang diibaratkan kumbang itu ialah orang dapat pergi mengembara. tahu perilaku orang lain. Yang diibaratkan ha¬rum bunga ialah manusia yang sempurna tingkah lakunya, manis tutur katarya selalu tampak tersenyum penuh kebahagiaan. Maksudnya janganlah salah memilih tempat bertanya.
Bila ingin tahu semua ceritera seperti: Damarjati, Sanghyang Bayu, Jayasena, Sedamana, Pu Jayakarma, Ramayana, Adiparwa. Korawasarma, Bimasorga, Rangga Lawe, Boma, Sumana. Kala Purbaka, Jarini, Tantri; ya segala macam ceritera tanyalah dalang.
Bila ingin tahu segala macam lagu, seperti: kawih bwatuha, kawih panjang, kawih lalanguan. kawih panyaraman, kawih sisi(n)diran, kawih pengpeledan, bongbongkaso, pererane, prord eurih, kawih babahanan, kawih ba(ng)barongan, kawih tangtung, kawih sasa(m)batan, kawih igel-gelan: segala macam lagu, tanyalah paraguna (ahli karawitan).
Bila ingin tahu permainan, seperti: ceta maceuh. ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neurcuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung. asup kana lantar, ngadu nini: se¬gala macam permaman, tanyalah empul.
Bila ingin tahu tentang pantun, seperti: Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi; tanyalah juru pantun
Segala macam lukisan, seperti: pupunjengan, hihinggulan, kekembangan, alas-alasan. urang-urangan, memetahan, sisirangan, ta-
XVII
ruk hata, kembang tarate: segala macam lukisan, tanyalah pelukis.
Segala macam hasil tempaan, ada tiga macam yang berbeda. Senjata sang prabu ialah: pedang, abet (pecut), pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk membunuh. Senjata orang tani ialah: kujang. baliung. patik, kored, pisau sadap. Detya yang dijadikan dewanya, karena diguna¬kan untuk mengambil apa yang dapat dikecap dan diminum. Senjata sang pendeta ialah: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengerat segala sesuatu, Itulah ketiga jenis senjata yang berbeda pada sang prebu, pada petani, pada pendeta. Demikianlah bila kita ingin tahu semuanya, tanyalah pandai besi.
Segala macam ukiran ialah: naga-nagaan, barong-barongan. ukiran burung. ukiran kera, ukiran singa; segala macam ukiran, tanyalah maranggi (ahli ukir).
Segala macam masakan, seperti: nyupar-nyapir, rara ma(n)di, nyocobek, nyopong koneng, nyanglarkeun, nyarengseng, nyeuseungit, nyayang ku pedes, beubeuleuman, papanggangan, kakasian, hahanyangan, rarameusan, diruum diamis-amis; segala macam masakan, tanyalah hareup catra (juru masak).
Segala macam kain. seperti: kembang mu(n)cang, gagang senggang, sameleg, seumat sahurun, anyam cayut, sigeji, pasi, kalangkang ayakan, poleng re(ng)ganis Jaya(n)ti, cecempaan, paparana-
XVIII
kan, mangin haris, sili ganti, boeh siang, bebernatan, papakanan, surat awi, parigi nyengsoh. gaganjar, lusian besar, kampuh jaya(n)ti, hujan riris, boeh alus, ragen panganten; segala macam kain, tanyalah pangeuyeuk (ahli tekstil).
Bila ingin tahu agama dan parigama: acara tunduk kepada adigama, adigama tunduk kepada gurugama, gurugama tunduk kepada tuhagama, tuhagama tunduk kepada satmata, satmata tunduk kepada surakloka, surakloka tunduk kepada nirawerah. Manusia utama bebas dari dosa, Bebas dari dosa ciri manusia utama; segala hal mengenai agama dan parigama tanyalah pratanda.
Bila ingin tahu tentang perilaku perang, seperti: makarabihwa, katrabihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, suci muka, braja panjara, asu maliput, merak simpir, gagak sangkur, luwak maturut, kidang sumeka, babah buhaya, ngali(ng)ga manik. lemah mrewasa, adipati, prebut sakti, pake prajurit, tapak sawetrik; tanya¬lah panglima perang.
Bila ingin tahu semua mantra, seperti: jampa-jampa, geugeui(ng). susuratan, sasaranaan, kaseangan, pawayagahan, puspaan, susudaan, hurip-huripan, tu(n)duk iyem, pararasen, pasakwan; segala macam ajian tanyalah-brahmana.
Bila ingin tahu tentang puja dan sanggar, seperti: patah puja daun, gelar palayang, puja kembang, nya(m)pingan lingga, ngomean sanghyang: segala macam hal mengenai memuja tanyalah janggan (biarawan)
Bila ingin tahu tentang-perhitungan waktu, seperti: bu-
XIX
lan gempa, tahun tanpa te(ng)gek, tanpa sirah, sakala lumaku, sakala ma(n)deg. bumi kape(n)dem, bumi grempa: segala macam pengetahuan vvarisan leluhur, tanyalah bujangga.
Bila ingin tahu tentang darmasiksa. siksakandang, pasuktapa, padenaan. maha pawitra, siksa guru, dasa sila, tato bwana. tato sarira, tato ajnyana; segala macam isi pustaka, lanyalah pendeta,
Demikian pulah tentang kesempurnaan di seluruh kerajaan, kemulyaan, keutamaan, kewaspadaan, keagungan, tanyalah raja.
Bila ingin tahu tentang cara-cara mengukur tanah, seperti : mengatur tempat, membagi-bagikan kepada seluruh rakyat, memberi tanda batas, meratakan, membersihkan lahan, mengukur, menyamakan, meluruskan, .mengatur. bila tinggi didatarkan, bila rendah diratakan; segala macam pengaturan tempat. tanyalah mangkubumi.
Bila ingin tahu tentang semua pelabuhan, demikian pula: gosong, gorong, kabua, ryak mokprok, ryak maling, alun agung, tanjung, hujung, nusa, pulo. karang nunggung, tunggara, barat daya: segala macam tempat di laut, pelayaran, tanyalah puhawang (nakhoda).
Bila ingin tahu segala macam harga, seperti: tiga juta, tiga ratus-ribu, tiga puluh ribu, tiga ribu, enam ratus, tiga ratus, tiga pu¬luh, demikian pula kedua belas, ketiga belas, keempat belas, kelima belas, keenam belas. ketujuh belas, kedelapan belas: segala macam harga tanyalah citri-
XX
k byapari (orang terpelajar/pandai).
Bila ingin tahu tentang sandi, tapa, lungguh, pratyaksa. putus tangkes, kaleupaseun, tata hyang, tata dewata, rasa carita, kalpa carita: segala macam mengenai penyebutan para dewata semuanya, tanyalah wiku paraloka.
Bila kita hendak bertindak, jangan salah mencari tempat bertanya. Bila ingin tahu bahasa negara-negara lain, sepertj: bahasa Cina, Keling, Parsi, Mesir, Samudra, Banggala, Makasar, Pahang, Kelantan, Bangka, Buwun, Beten, Tulangbawang, Sela, Pasay, Negara Dekan, Madinah, Andalas, Tego, Maluku, Badan, Pego, Minangkabau, Mekah, Buretet, Lawe, Sasak, Sumbawa, Ball, Jenggi, Sabini; Ogan, Kanangen, Momering, Simpang Tiga, Gumantung, Manumbi, Babu, Nyiri, Sapari, Patukangan, Surabaya, Lampung, Jambudipa, Seran, Gedah, Solot, Solodong, Indragiri, Tanjung Pura, Sakampung, Cempa, Baluk, Jawa; segala macam (bahasa) negara-negara lain, tanyalah juru basa darmamurcaya.
Itu semua patut diketahui tepatnya dan perlunya. Bila ada yang mengatakan tidak perlu tahu; itulah yang tidak akan setia kepada keahlian dirinya, mengabaikan ajaran leluhur kita. Pasti ditunggu oleh neraka bila keahlian tidak dimanfaatkan, bila kewajiban tidak dipenuhi, untuk mencapai kebajikan dan kesejahteraan karena semua itu ketentuan dari hyang dan dewata,
Suara panguasa alam waktu menyempurnakan mayapada. Ujar-nya: Brahma, Wisnu, isora, Mahadewa, Siwa-
XXI
h, baktilah kepada Batara! Ujarnya: India. Yama, Baruna, Kowara, Besawarma, baktilah kepada Batara! Ujarnya: Kusika, Garga, Mestri, Purusa, Patanjala, baktilah kepada Batara! Maka para dewata semua berbakti kepada Batara Seda Niskala42 Semua menemukan "Yang Hak" dan "Yang Wujud".
Ini yang harus ditemukan dalam sabda, ketentuan Batara di dunia agar teguh menjadi "Permata di dalam sangkar", untuk cahaya seluruh dunia, Hamba tunduk kepada majikan, istri tunduk kepada suami, anak tunduk kepada bapak, siswa tunduk kepada guru, mantri tunduk kepada nu nangganan, nu nangganan tunduk kepada mangkubumi, mangkubumi tunduk kepada raja, raja tunduk kepada dewata.
Kita harus memperteguh diri, menertibkan hasrat, ucap dan budi. Bila hal itu tidak diterapkan dan dilakukan oleh orang-orang dari golongan rendah, menengah dan tinggi semua akan dijerumuskan ke dalam neraka Si Tambra Go(h)muka. Karena keunggulan ilmu manusia terungguli oleh dewata,
Kata sang darma pitutur mengajarkan ucap para leluhur. Ada lagi perbandingannya. Demikianlah umpamanya kita pergi ke Jawa, tidak mengikuti bahasa dan adatnya, termangu-mangu perasaan kita. Setelah kita kembali ke Sunda, tidak dapat berbicara bahasa Jawa, seperti yang bukan pulang dari rantau. Percuma hasil jerih payahnya sebab tidak bisa berbicara bahasanya.
Demikianlah kita manusia ini. Tetap turun dari alam gaib tidak menemukan jalan kedewataan, ingin cepat-cepat menjelma karena pandir kelakuannya, tidak dapat meniru perbuatan orang yang mengetahui. Malahan yang ditiru itu orang yang tidak setia, yang tidak layak, cepat berbuat kejahatan: menyelinap ke rumah perempuan, lalu main serong dengan orang yang terhitung adik atau kakak. Lalu perempuan merasai pria yang bu-
XXII
kan suaminya, tidak layak nanianya. Laki-laki merasai wanita yang bukan istrinya, ridak layak namanya. Boleh dijerumuskan ke dalam neraka si mregawijaya. (sebagai) manusia yang mengutamakan per¬buatan yang salah.
Inilah ungkapan perbuatan manusia yang salah: burangkak, marende, mariris. wirang. Yang disebut catur buta (empat hal yang mengerikan). Maksudnya burangkak berarti mengerikan. Yang dianggap mengerikan yaitu ke'akuan manusia yang ketus, tak mau menyapa se-sama orang. bicara sambil marah dan membentak, bicara sambil membelalak, bicara kasar dengan nada menghina, buruk lakuan, ber-hati panas, tidak layak namanya. Ya itulah yang dianggap mengerikan perbuatan manusia semacam itu. Tak ubahnya seperti raksasa, durgi. durga, kala, buta, layaknya menempati tanah-tanah yang kotor.
Yang disebut tanah-tanah yang kotor ialah: sodong, sarongge, cadas gantung, mungkal pategang, lebak, rancak, kebakan badak, catang nunggang, catang nonggeng, garunggungan, garenggengan. lemah sahar, dangdang warian, hunyur, lemah laki, pitunahan celeng, kalomberan, jaryan, kuburan; golongan tanah terbuang.
Demikianlah kejadiannya bagi yang berkeras berbuat buruk; karena perbuatan manusia yang bertingkah menakutkan orang lain kejadiannya tergolong kepada maha gila, karena tidak mengikuti sanghyang sasanakreta, karena melanggar sanghyang siksakandang karesian. Maka menjadi maha gila itulah yang dimaksud dengan burangkak.
Marende berarti diduga dingin nyatanya panas. Dimanjakan, dikasihani, dibujuk, disayangi, diberi kesenangan dan kenikmatan, diberi hamba kaula; demikianlah direncanakannya. Nyatanya terkena oleh isi tegal si pantana (sumber kehancuran), yang mengalirkan kurban.
Dari Timur bersenjatakan
XXIII
pedang. Seratus ribu orang terkena di sana. Dari Selatan gunung Batu. Berbarengan seribu orang nista di sana. Dari Barat raksasa bermuka api. Tidak terhitung jumlah orang nista di sana. Dari Utara seperti belalang ditusuki. Berbaieng seratus orang nista di sana. Dari tengah gagak si penghancur dengan sang senayaksa. Beribu-ribu orang nista di sana. Ye kenistaan karena marende namanya.
Mariris berarti jijik, lebih jijik dari tahi, lebih jijik dari bangkai busuK. Demikianlah perbuatan orang yang panjang tangan, suka mengambil barang orang. Memetik apa-apa tanpa meminta, mencuri, merampok, mengecoh, merampas; segala macam dusta terhadap kebenaran,
Bila mati rokhnya sengsara. Seribu seratus tahun terkena kutuk Batara, jauh pada kemungkinan menjadi manusia. Kalau menjelma menjadi binatang kotor. seperii: janggel, ulat tahun. piteuk, titinggi, jambelong, limus sakeureut, mear, pacet, lintah. lohong, gorong; segala macam yang dianggap jijik oleh orang banyak. Itulah yang disebut mariris.
Wirang berarti: tidak mau jujur. tidak mau benar, tidak mau layak. tidak mau terus terang, tidak mau berusaha. Bila memiliki sifat tercela seperti mengancam, membunuh, ketagihan, tak mau kapok. Bila mati rokhnya mengalami sengsara di jembatan goyang (lapuk), titian tua, batu tertutup. Bila menjelma ke dunia menjadi golongan makhluk yang menakutkan, seperti: badak, harimau, buaya, ular besar; segala macam yang menakutkan manusia. Itulahyang disebut wirang. Sekianlah tentang catur buta.
Ini mengumpamakan seseorang pergi ke Cina. Lama tinggal di Cina, paham tentang perilaku orang Cina, tingkah Cina, ulah Ci-

XXIV
na, keberesan Cina. Dapat memahami bahasa ketiga golongannya: yang rendah. sendang, tinggi.
Lalu memahami sabda sang prabu, sang rama. sang resi, bila dapat mengendalikan hasrat, ucap, dan budi. Maka yang demikian itu mengetahui tentang geuing. upageuing. parigeuing; yaitu yang disebut trigeuing.
Geuing ialah dapat makan dan dapat minum dalam kesenangan. Itulah arti geuing. Upageuing berarti dapat bersandang. dapat berpakai, dapat berganti pakaian (selama yang lain dicuci), dapat berbusana. Itulah arti upageuing. Parigeuing berarti dapat memerintah. dapat menyuruh, karena tuturnya manis dan ramah. Sehingga tidak meerasa segan orang yang disuruh karena terkena oleh hasil menyelami seloka.
Kepada yang masih muda panggillah: utun (buyut). eten (upik), orok (bayi), anaking (anakku), adi ing (adikku). kepada yang tua menyebutlah: lanceuk ing (kakakku). suan ing(uaku). euceu ing(kakak perempuanku), aki ing (kakekku). Menyebut nama berkesan keterlaluan. Demikianlah (yang disebut) dasa pasanta (sepululi penenang hati), yaitu bijaksana, ramah, sayang, memikat hati. kasih. iba membujuk, memuji, membesarkan hati, mengambil bati. Maka senang. gembira, dan cerahlah orang yang disuruh. Itulah yang disebut pari-geuing.
Inilah selokannya: emas, perak, pcrmata, intan. yang disebut catur yogya (empat hal yang terpuji. Ini maksudnya. Emas berarti ucapan yang jujur. tepat, nyata panca aksara. Perak berarti hati yang tenteram, baik. bahagia. Permata berarti hidup dalam keadaan cerah. puas, leluasa. Intan berarti mudah tertawa. murah senyum, baik hati. Itulah yang disebut catur yogya.
Ada orang muncul dari kesuciannya (seperti): pancak saji (rumah sajen), pabutelan, pemujaan. rumah adat, candi.
XXV
kuil, palinggan,
sanggar hyang (Bali: Sulinggih), batu perunggu. tempat arca, lalu membuat orang-orangan dan membersihkannya. Demikianlah seluruh permukaan tanah terurus, air dapat disucikan, diberkati. Itulah manusia bahagia, manusia sempurna. ya manusia sejahtera.
Yang dianggap muncul dari kesucian tanah yaitu, ingat kepada sanghyang siksa. berpegang teguh kepada ajaran ibu. bapak, kakek, dan buyut. mengetahui peraturan bagi maha pendeta, menukuhkan kata-kata kesentausaan. Menurut cerita zaman dahulu yang menegakkan sanghyang sasakreta itu ialah: Rahyangta Dewa Raja, Rahyangta Rawunglangit, Rahyangta di Medang, Rahyangta di Menis. Itulah yang disebut catur kreta.
Oleh karena itu sekarang manusia ingat kepada sanghyang darmawisesa, mengetahui kerahasiaan manusia. Itulah yang disebut ma¬nusia (yang paham) rahasia. Bila mati sukmanya akan menemukan sorga kebahagiaan. Mengalamj siang tanpa malam, suka tanpa duKa, kemulyaan tanpa kenistaan, senang tanpa penderitaan, indah tanpa buruk, gaib tanpa wujud, menjadi hyang tanpa mendadi dewa kembali. Itulah yang disebut peramalenyep (kesadaran utama).
Demikianlah manusia sekarang. Bila kita mandi, air yang kita temukan mengandung dua pilihan yang keruh dan yang jernih. Demi¬kianlah perbuatan manusia. Dua macam yang dilakukan: yang buruk dan yang baik. Begitulah manusia, mendapat susah karena perbuatan yang menyusahkan dirinya sendiri. Begitulah manusia, mendapat ke¬bahagiaan karena perbuatan yang membahagiakan dirinya sendiri. Ya manusia itu susah karena ulahnya senang karena ulahnya.
Befitulah air itu maka disebut ada dua macam pilihannya. Air

XXVI

sejuk dan bening adalah sanghyang darmawisesa. Itulah yang dilaku¬kan oleh maha pendeta. Air suram dan keruh ialah pada rasa dan kelakuan yang dilakukan oleh sang wiku, masyarakat. orang yang berkedudukan semuanya. Ya ibarat centana (kesadaran) dengan acentana (ketidaksadaran). Yang sadar itu tahu mengingat nasihat dan tak pernah melupakannya; itulah awal manusia bahagian, pokok dunia yang sejahtera. Yang tidak sadar ialah yang lupa kepada hyang, bingung, tidak ada tutur yang diingatnya, ya pokok kehancuran, benih zaman akhir. urnbi keingkaran, benih kebohongan: penyebab manu¬sia masuk neraka. Janganlah hal itu dikukuhi oleh mereka yang ingin benar.
Ini ujar sang budiman waktu menyentosakan pribadinya. Inilah tiga ketentuan di dunia. Kesentosaan kita ibarat raja, ucap kita ibarat rama, budi kita ibarat resi. Itulah tritangtu di dunia, yang disebut peneguh dunia.
Ini triwarga dalam kehidupan. Wisnu ibarat prabu, Brahma ibarat rama, Isora ibarat resi. Karena itulah tritangtu menjadi peneguh dunia, triwarga menjadi kehidupan di dunia. Ya disebut tritangtu pada orang banyak namanya.
Kukuhkan, kuatkan, batas-batas kebenaran, penuh kenyataan sikap baik dalam jiwa. Maka menjadi sentosa dunia. maka menjadi sejahtera kehidupan ini, karena perbuatan manusia yang serba baik.
Demikianlah, bila pendeta teguh dalam kependetaannya, akan sejahtera; bila wiku teguh dalam kewikuannya, akan sejahtera; bila manguyu (ahli gamelan) teguh dalam kemanguyuannya, akan sejah¬tera; .bila paliken (senirupawan) teguh pada kepalikenannya, akan sejahtera; bila tetega (biarawan) teguh dalam ketetegaannya, akan sejahtera; bila ameng (pelayan biara) teguh dalam keamengannya, akan sejahtera; bila wasi (catrik, pengikut agama) teguh dalam ke-wasiannya, akan sejahtera; bila ebon (biarawati) teguh dalam keebonannya, akan sejahtera; Demikian pula bila walka (pertapa yang me-ngenakan pakaian-kulit kayu) teguh dalam kewalkaan-
XXVII
nya, akan sejahtera; bila petani teguh dalam kepetaniannya, akan se-jahtera; bila euwah(?) teguh dalam keeuwahannya, akan sejahtera; bila gusti (tuan tanah) teguh dalam kegustiannya akan sejahtera; bila masang(?) teguh dalam kemasangannya, akan sejahtera: bila bujangga (ahli falak) teguh dalam kcbujangaannya, akan sejahtera: bila tarahan (tukang tambangan perahu) teguh dalam ketarahannya, akan sejahtera: bila disi (ahli siasat/ramal) teguh dalam kedisiannya. akan sejahtera; bila rama teguh dalam keramaannya, akan sejahtera; bila resi teduh dalam keresiannya, akan sejahtera; bila prebu teguh dalam keprebuannya. akan sejahtera.
Demikian, bila pendeta dan raja sungguh-sungguh menyejaht-rakan negara, maka sejahteralah di Utara, Selatan, Barat dan Timur semua yang tersangga oleh bumi, semua yang ternaungi oleh langit; hidup sentosalah serba makhluk semuanya.
Serba makhluk semuanya yaitu: makhluk tumbuhan, makhluk hewan, janma wong, janma siwong, wastu siwong. Ya sekian itulah yang dikatakan serba makhluk seluruhnya.
Makhluk tumbuhan yaitu: rumput, pohon, rambat, perdu.
Semua hidup hijau subur, hamparan rumput; itulah yang disebut makhluk tumbuhan.
Janma wong yaitu: hanya rupanya saja manusia karena tidak baik tabiaatnya. Janma siwong yaitu: hanya baik tabiat. dan turunannya saja tetapi belum mengetahui sanghyang darma. Wastu siwong yaitu: yang teguh pada pengetahuannya, mengetahui sanghyang darma, tahu hakikat sanghyang ajnyana; itulah yang disebut wastu siwong.
Yang ini, barangkali ingin tahu tentang jumlah isi dunia. Inilah namanya: kurija, mataja, bagaja, payuja.
Kurija ialah segala yang keluar dari mulut. Mataja ialah segala yang keluar dari mata (mata tunas); Bagaja ialah segala yang keluar dari
XXVIII
kemaluan (perempuan), Payuja ialah segala yang keluar dari tumbung atau cungap. Itulah yang disebut sanghyang catur mula.
Ini kagunaan manusia di dunia: ngangka, nyigi, ngiket, nyi-geung, ngaruang, ngarombong. Ngangka berarti cita-cita. Nyigi berani untaian. Ngiket berarti segala jenis pekerjaan mengikat. Nyigeung berarti meluruskan, membelah, membaji, membagidua, meratakan, mengetok, mengikur. menyamakan. Ngaruang berarti segala macam kerja menggali Ngarombong berarti segala jenis pekerjaan memenggal-menggal (memberi batas). Itulah yang disebut sadguna (enam ke-gunaan). Sekian kegunaan manusia semuanya.
Ini keinginan manusia: yun suda, yun suka, yun munggah, yun luput. Maksudnya: yun suda ialah ingin sempurna, tidak mau terkena oleh serba penyakit; yun suka ialah ingin kaya, tidak mau ditinggalkan (kehilangan) harta; yun munggah ialah ingin sorga, tidak mau menemui dunia: yun luput bararti ingin moksa, tidak mau terbawa oleh penghuni sorga.
Ini untuk yang pergi mandi. Maksudnya laki-laki dan perempu¬an harus terpisah. Demikianlah untuk semuanya. Berapa macam bahan dagangan? Sebenarnya hanya mentah dan masak, bagus dan jelek, kecil dan besar.
Berapa macam rasanya? Sebenarnya (hanya)lawana, kaduka, tritka, amba, kasaya, madura. Lawana berarti asin; kaduka berarti pedas; tritka berarti pahit; amba berarti masam, kasaya berarti gurih; madura berarti manis. Sekian terasanya oleh orang banyak.
Ini untuk kita memperoleh kekayaan, yang akan diwariskan kepada keturunan kita semuanya: kepada anak,



XXIX

kepada cucu. kepada umpi, kepada cicip, kepada muning, kepada anggasantana, kepada pratisantana, kepada putuh wekas semua; yang pantas dan yang tidak pantas diwariskan di antara hasii usaha kita.
Yang tidak layak dijadikan pusaka disebut makanan raksasa. Hasil judi, hasil usaha perhiasan tidak layak dijadikan pusaka, Yang demikian disebut diberikan kepada langit. Tetapi pemberian ibu. pemberian bapak, pemberian perguruan, boleh dijadikan pusaka. Yang demikian disebut dewata pelindung diri.
Hasil pertanian boleh dijadikan pusaka. Disebutnya permata yang keluar dari bumi. Hasil peliharaan, hasil ternak, boleh dijadikan pusaka. Disebutnya mirah jatuh dari langit.
Orang kaya yang sanggup menebus (hamba) perempuan, yang tidak diketahui ibu bapaknya janganlah dia dipekerjakan agar kita tidak terbawa salah. Ada lagi kita mengetahui ibu bapaknya, dan (perempuan itu) mencari tempat mengabdi. Bila sifat ibu bapaknya baik terhadap sesama orang, dan anaknya terbawa sifat orang tuanya. Boleh dipekerjakan. Tetapi bila ia sifatnya buruk janganlah dicoba-coba dipekerjakan. Disebutnya manusia sesat di neraka.
Ada lagi orang yang baik kelakuannya. baik alur turunannya. baik orang tuanya, tebuslah. Tetapi jangan lantas diperistri mungkin ia hamba turunan. Jangan pula dikawinkan kepada kerabat kita. Lebih baik pintalah, dan bawakan sirih pinang agar mengabdi kepada kita.
Demikianlah resepnya agar keluarganya kembali kepada asal. Untuk pencegah di-
XXX
ri dari penjara, agar pamor keluarga kita baik untuk pencegah diri mendapat aib.
Ini untuk menjodohkan anak. Jangan terlalu cepat dijodohkan karena belum tentu tepat tindakan kita. Pada umumnya, bila terlalu kecil ibunya akan menurun kepada anak perempuan. Bila terlalu ke¬cil bapaknya. akan menurun kepada anak laki-laki. Bila menurun dari semuany.a dari suami dan istri disebut keburuk merasuk kejelekan.
Jangan menjodohkan anak kecil. agar tidak berbuta kesalahan, agar tidak merepotkan yang menjodohkan.

**
Demikianlah pesan sang budiman, ujar sang darma pitutur me-nguraikan ajaran para leluhur* Yaitu ajaran perilaku y?.ng menjadi pe-lajaran: Sembah keoada Siwa ! Sembah kepada Buda! Sembah sepe-nuhnya kepada Jiwa Mana-sempurna !
Semoga pemoaca menjadi; yang menpikuti ajaran kebajikan, memperhatikan cita-cita kesucian, mengikuti hukum-hukum pengabdian.
Demikianlah yang dikatakan siksakandang karesian, semoga menjadi sumber pengetahuan bagi yang mendengarkari.
Mulai menulis naskah waktu hari bersinar cerah. Selesai dalam bulan katiga,
Ini (tahun) selesainya pustaka: nora (0) catur (4) sagara (4) wulanM)= 1440Saka (1518 M)

1 dasa kreta =10 kesejahteraan yaitu kesejahteraan yang dicapai karena kernampuan men-
jaga 10 sumber nafsu.
2 jadiyan = mudah jadi/tumbuh; tahun = pohon, tanaman.
3 maya-maya :- bayang-bayang yang samar.
4 tan parek sebenarnya berarti tidak dekat, jauh.
5 paka pridana dari paka = mempunyai dan paridhana = pakaian.
6 sowe sebenarnya berarti lama.
7 dasa sila (lihat catatan no. 3 terjemahan K.-408 !).
8 Tumbung adalah terjemahan kata payu (Sks.) yang berarti; lubang dubur Mcd) atau lubang vagina (Er). Secara umum searti dengan cungap.
9 Keter - liubungan seksua! sejenis (homo sexual);
10 Baga-purusa (baga - kemaluan wanita; purusa - kemaluan laki-laki).
11 pacandaan atau pasandaan - tempat bersandar, majikan,
12 Wado (wadwa) = perajurit vang memimpin para petani melakukan kerja.-bakti untuk
raja yang sedang berlangsung.
13 Tatagata dari Sks.: tatha = kenyataan yang ada; gata = yang sedang berlangsung;
14 Panca aksara = 5 huruf yaitu: NA, MQ, SI, WA, YA yang masmg-masing dianggap identik dengan: Isora, Brahma, Mahadewa, Wisnu dan Siwa.
15 Panca byapara = 5 anasir pelindung/pembungkus.
16 Panca putera = 5 orang putera Sang Kandiawan yang dianggap penjelmaan panca kusika.
17 Wretikandayun = pendiri kerajaan Galuh.
18 Panca kusika = 5 orang resi murid Siwa dalam mitologi Hindu.
19 Wuku scbenamva berarti: buku, ruas atau penggalan. .
20 Sang dewata lima = Iswara, Brahma, Mahadewa. Wisnu dan Siwa.
21 Saka = asal, permulaan, tiang, semua.
22 Dasa kalesa - 10 noda adalah dosa yang bersumber kepada ketidak-mampuan memelihara dasa indera.
23 mali (kd: bali) = sembuh, putih.
24 Usya dari kata Skr.: usha = hasrat, keinginan.
25 Pancagati = 5 penvakir serakah, kebodohan, kejahatan, tekebur dan keangkuhan.
26 buhaya di sini berarti ambu + ayah.
27 Estri larangan = wanlta (gadis) yang telah bertunangan dan telah menerima panglarang (tanda pinangan)
28 Nangganan = membariskan; nu runggancn = pemimpin barisan yang kedudukannya setingkat di bawah mangkubumi.
29 Tanda = nu nangganan, pejabat tinggi negara.
30 Cante mungkin dari Sks.: Santya = berkobar, terbakar.
31 Dongdonan (kd.: dongdon = pergi melihat, bergabung).
32 Parakan = bagian sungai tempat menangkap ikan dengan cara mengeringkannya sebahagian.
33 Babayan = tati bergantung sebagai ciri pemilikan.
34 Pangadwa = pakaian yang terdiri atas dua bagian.
35 Halo = berseru (Er); haloan = seruan, godaaan. Mungkin juga dari haIwan (Jk) = zinah.
36 rara hulanjar = janda belum beranak, janda perawan.
37 Sapinaha dari Sks.: pinaha = makanan.
38 pangurung - petugas pajak.
39 lihat glosari I
40 serang = sawah atag ladang yang padinya digunakan untuk.kepentingan upacara umum, atau sawah ladang pejabat
41 Batara Seda Niskata adalah istilah Hyang yang disangsakertakan dan berarti Tuhan Yang Maha Gaib.