I. PENDIDIKAN NON FORMAL (Djudju Sudjana, hal.355-380)
A. Esensi dan uraian
1. Pengertian
Pendidikan non formal merupakan salah satu dari sekian banyak istilah yang muncul dalam studi kependidikan pada akhir tahun tujuh puluhan. Istilah-istilah pendidikan yang berkembang di tingkat internasional mulai saat itu adalah : pendidika sepanjang hayat (life long education), pendidikan pembaharuan (recurrent education), pendidikan abadi (permananent education), pendidikan informal (informal education), pendidikan masyarakat (community education), pendidikan massa (mass education), pendidikan perluasan (extension education), pendidikan social (social education), pendidikan orang dewasa (adult education), dan pendidikan berkelanjutan (continuing education).
2. Konsep
Pendidikan nonformal merupakan konsep yang muncul dalam studi kependidikan tahun enampuluhan. Kaplan (1964) mengemukakan bahwa “ a concept is a construct” (konsep merupakan sebuah bentuk). Pengertian lebih luas ialah : “concept are mental images we use as summary devices for bringing together observations and experiences that seem to have something in common” (konsep adalah citra mental yang kita gunakan sebagai alat untuk memadukan pengamatan dan pengalaman yang memiliki kesamaan) (Babbie, 1986:114).
Konsep pendidikan nonformal muncul atas dasar hasil observasi dan pengalaman langsung atau tidak langsung. Hasil observasi dan pengalaman ini kemudian dibentuk sehingga dapat diketahui persamaan dan perbedaan cirri-ciri antara pendidikan non formal dengan pendidikan formal. Di samping itu pendidikan formal memiliki pengertian , system, prinsip-prinsip, dan paradigm tersendiri yang relative berbeda dengan yang digunakan pendidikan formal memiliki pengertia,system,prinsip-prinsip, dan paradigmatersendiri yang relative berbeda dengan yang digunakan pendidikan formal.
3. Perbedaan
Unesco (1972) menjelaskan bahwa:
a. pendidikan non formal mempunyai derajat keketatan dan keragaman yang lebih longgar; memiliki bentuk yang lebih bervariasi; memiliki teknik-teknik yang bervariasi yang digunakan dalam mendiagnosis, merencanakan, mengevaluasi proses, hasil dan dampak program pendidikan dibanding dengan tingkat keketatan dan keseragaman pendidikan formal.
b. Tujuan program pendidikan non formal tidak seragam, sedangkan tujuan pendiddikan formal seragam untuk setiap satuan dan jenjang pendidikan.
c. Peserta didik (warga belajar) dalam program pendidikan nonformal tidak memiliki persyaratan ketat sebagaimana persyaratan yang berlaku bagi peserta didik pendidikan formal.
d. Tanggungjawab pengelolaan dan pembiayaan pendidikan non formal dipikul oleh pihak-pihak yang berbeda-beda, baik pihak pemeringah, lembaga kemasyarakatan maupun perorangan yang berminat untuk menyelenggarakan program pendidikan. Sedangkan pendidikan formal tanggungjawabnya pada umumnya berada pada pihak pemerintah dan lembaga yang khusus menyelenggarakan pendidikan persekolahan.
4. Pendekatan taksonomik
Taksonomi merupakan alat bagi para pengembil keputusan, penentu kebijakan, dan pengelolapendidikan untuk membuat penggolongan program-program pendidikan non formal. Taksonomi adalah klasifikasi atas dasar hierarki.
a. Harbinson (1973) menggolongkan program pendidikan non formal berkaitan dengan upaya untuk membuka kesempatan kerja, memasuki lapangan kerja atau untuk meningkatkan lapangan kerja.
b. Coombs dan Ahmed (1974) berdasarkan klasifikasi The International Council for Educational Development (ICED) mengelompokkan program-program pendidikan nonformal yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan ke dalam empat kategori :
(1) Pendekatan pendidikan perluasan (extension approach)
(2) Pendekatan pelatihan (training approach)
(3) Pendekatan pengembangan swadaya masyarakat ( the co-operative self- help approach), dan
(4) Pendekatan pembangunan terpadu (integrated development approach)
c. Husen dan Postlethwaite (1985) membuat kategori program pendidikan non formal atas dasar keterkaitannya dengan pembangunanekonomi,politik, dan social budaya.
(1) Kategori pertama berkaitan erat dengan program-progam pembangunan ekonomi seperti pertanian dan industry, gerakan ekonomirakyat, kewirausahaan, pembangunan masyarakat desa, dan koperasi, disamping kaitannya dengann program kesehatan, gizi, dan keluarga berencana.
(2) Kategori kedua, pendidikan non formal yang berkaitan dengan aspek kehidupan berpolitik. Dalam hubungan ini pendidikan non formal sering dijadikan wahana untuk pembinaan kesadaran politik dan kesadaran bernegara bagi masyarakat diberbagai kawasan.
d. Masih banyak lagi taksonomi yang lain : dari Callaway (1972), Moro’oka (1977), Hoxeng (1973), Srinivasan (1977), dan Sudjana (1988).
5. Pengertian tiga jalur pendidikan
a. Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk ke dalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional yang dilakukan secara terus menerus.
b. Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap,ketrampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan dan media masa.
c. Pendidikan non formal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar system persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.
B. O p i n i
Pendidikan non formal dalam birokrasi pendidikan nasional sekarang ini dikelompokkan ke dalam PNFI (pendidikan non formal informal) sebelumnya disebut dengan PLS (pendidikan luar sekolah) yang menampung mereka yang tidak berkesempatan mengikuti pendidikan di sekolah formal. Kegiatan pendidikan tersebut diselenggarakan oleh masyarakat dalam PKBM (pusat kegiatan belajar masyarakat).
Pernah di masa lalu pendidikan NF disebut penmas (pendidikan masyarakat) dan dianggap lebih tua dari pendidikan formal, contohnya kursus-kursus, kepanduan, latihan perang, dan lain-lain yang kemudian menjadi PLS dan ditangani oleh sub dinas PLS. Pada perkembangannya penmas, PLS dan NF bisa menjadi pendidikan formal. Isi PKBM dulu dinamakan dikursmas (pendidikan kursus masyarakat) atau magang di perusahaan. Persamaannya dengan pendidikan formal adalah NF memiliki kurikulum dan berprinsip belajar sepanjang hayat. Masalahnya adalah jika pada pendidikan formal kurikulum oleh setempat (KTSP) pusat hanya menentukan kompetensi dasar, bagaimana dengan NF siapa yang mengesahkan kurikulumnya ?
Jenis-jenis kegiatan pendidikan yang diselenggarakan dalam PKBM adalah sebagai berikut :
a) PAUD (pendidikan anak usia dini) di kober (kelompok bermain)
b) Paket A setara Sekolah Dasar
c) Paket B setara Sekolah Menengah Pertama
d) Paket C setara Sekolah Menengah Atas
e) KF (keaksaraan fungsional) yaitu pemberantasan buta huruf yang fungsional dengan kehidupan (life skill)
f) Kursus-kursus
g) TBM (Taman Bacaan Masyarakat)
h) KBU (kelompok belajar usaha)
Sedangkan SLB (Sekolah Luar Biasa) tidak termasuk pendidikan non formal. SLB bisa dilakukan pada berbagai jenjang pendidikan formal :
• Untuk TK ada TKLB (Raudhatul Anfal : NU, Bustanul Anfal: Muhammadiyah)
• Untuk SD ada SDLB
• Untuk SMP ada SMPLB
• Untuk SMA ada SMALB
Fungsi guru di PKBM dilakukan oleh tutor yang harus dibedakan dengan guru pamong pada SMP terbuka. Kualifikasi tutor ditetapkan dengan jelas oleh pemerintah. Tutor bisa berasal dari guru sekolah atau masyarakat. Kurikulum dan proses belajar di KBM lebih longgar dibanding dengan di sekolah formal . Sayangnya EWMP tutor sangat rendah.
Organisasi pendidikan NF (non formal) di tingkat kecamatan adalah PKBM, di tingkat Kabupaten adalah SKB (sanggar kegiatan belajar) dan di provinsi adalah P2PNFI yang dulunya dinamakan BPKB (balai pengembangan kegiatan belajar) yang berfungsi mengordinir program pendidikan NF di tingkat kabupaten. P2PNFI berada di bawah binaan direktorat jendral PNFI.
Gap dalam praktek (idealita vs realita)
Ada banyak pertanyaan mengenai program paket C karena siswa langsung ujian dan lulus dengan mengeluarkan sejumlah biaya. Memang siswa yang tidak lulus UAN tidak belajar lagi hanya ikut ujian, tetapi mereka yang mengikuti program persamaan tetap harus mengikuti proses belajar mengajar meskipun tidak seketat pada sekolah formal.
Berkaitan dengan mutu maka quality control harus tetap dilakukan. Pada PKBM tetap harus ada manajemen mutu, meskipun orientasi program pendidikan adalah pada persoalan yang berkembang pada masyarakat. Pada tingkat nasional sudah ada badan akreditasi pendidikan non formal.
Meskipun pendidikan NF sangat dibutuhkan masyarakat terutama di Jawa Barat yang RLS (rata-rata lamasekolah) barumencapai 7,4 tahun namun dirasakan kurang mendapat perhatian pemerintah. Pendidikan NF ada yang dibantu APBN/APBD ada yang disubsidi dankebanyak adalah dibiayai sendiri.
Apresiasi dari pemerintah dan masyarakat juga masih kurang.
Sulit bagi lulusan pendidikan NF untuk dapat diterima menjadi PNS atau masuk ke PTN. Ada pula opini keliru bahwa lulusan pendidikan formal lebih sukses dibanding dengan pendidikan NF.
Memang ada yang berpandangan bahwa pendidikan NF sekarang sudah maju, medianya beragam karenanya tidak serta merta menjadi tanggungjawab pemerintah. Mereka pesimis jika dibiayai pemerintah, mungkin bisa dengan mencari sponsor Luar Negri : dari Jepang misalnya
Trend yang terjadi di kota besar seperti Bandung misalnya, pendidikan NF berkembang menjadi pendidikan formal tanpa menghentikan pendidikan NF nya. Mereka bergerak dari sebuah bimbingan belajar masuk PTN kemudian mendirikan PT (perguruan tinggi) baik berupa universitas, sekolah tinggi maupun Politeknik.
C. Rencana implementasi
1. Pendidikan non formal berintegrasi dengan kegiatan lembaga-lembaga lain. Demikian banyak instansi pemerintah, perusahaan dan lembaga swadaya menyelenggarakan program-program pendidikan non formal, khususnya pelatihan. Pelatihan yang diselenggarakan mencakup pre-service, in-service, dan social service training.
a. Pre-service training dilakukan dalam mempersiapkan calon pegawai/karyawan yang akan memasuki suatu institusi.
b. In-service training dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pegawai/karyawan suatu institusi.
c. Social-service training dilakukan oleh institusi untuk memberikan layanan kepada kelompok, lembaga,atau komunitas yang menjadi sasarannya dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
2. Pendidikan nonformal membina dan mengembangkan relevansinya dengan pendidikan formal. Relevansi dengan pendidikan formal dilakukan pendidikan nonformal melalui fungsi suplemen, komplemen, substitusi atau integrasi.
a. Fungsi suplemen adalah untuk melengkapi pendidikan formal dengan mata-mata pelajaran yang berorientasi pada potensi lingkungan dan tidak tercantum pada kurikulum yang telah ditetapkan. Muatan local dan kecakapan hidup dihasilkan dalam rangka fungsi suplemen ini.
b. Fungsi komplemen adalah untuk menambah wawasan dan kemampuan peserta didik pendidikan formal dengan tambahan materi pelajaran yang telah diperoleh, seperti bimbingan belajar/tes dan pembelajaran perorangan.
c. Fungsi substitusi adalah untuk menggantikan peran pendidikan formal bagi mereka yang karena sesuatu alasan, tidak dapat mengikuti pendidikan formal. Paket A, B dan C setara merupakan realisasi fungsi ini.
d. Fungsi integrasi adalah untuk menggabungkan program pendidikan nonformal dengan pendidikan formal dalam satu kesatuan system, seperti pendidikan terpadu, sekolah plus dan sekolah unggul.
3. Pendidikan nonformal meningkatkan perannya dalam mengentaskan kemiskinan. Kemiskinan structural,natural dan cultural dapat diatasi apabila dimulai dengann penyadarann dan pembelajaran yang berhubungan dengan motivasi, penngetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari, selanjutnya dikembangkan alternative baru yang lebihh member keuntungan ekonomi di luar mata pencaharian yang mereka lakukan. Selanjutnya, pendidikan nonformal mengembangkan kemampuan mereka untuk hidup berorganisasi dan mengembangkan ekonomi dalam kerangka pembangunan masyarakat.
4. Pendidikan nonformal lebih berorientasi pada pembinaan kewirausahaan. Pendidikan yang mengintegrasikan kegiatan beloajar dengan berusaha dalam bidang industry kecil, perdagangan, dan jasa sesuai dengan kebutuhan belajar dan potensi lingkungan pada dasarnya telah menyentuh pembekalan kewirausahaan. Pendidikan nonformal membelajarkan peserta didik untuk memiliki kemampuan kemandirian dalam berusaha dengan mentalitas dan motivasi yang kuat, menguasai ketrampilan (skills) tertentu, mampu memasarkan produk, mempunyai akses dengan lembaga permodalan dan membinan jejaring (networking).
II. PENDIDIKAN BERBASIS UNGGULAN LOKAL (Engkoswara, hal.1225-1260)
A. Esensi
Pendidikan berbasis unggulan local merupakan ilmu dan aplikasi pendidikan yang implementasinya dipengaruhi oleh tempat di mana ia dipergunakan dan digunakan untuk mengembangkan unggulan local sejalan dengan kebijakannasional yaitu otonomi daerah yang bernuansa nasional dan global ( Koswara, 2007:1256.
Unggulan local atau kandungan local adalah kondisi dan kekuatan yang ada di lokasi dan daerah tertentu yang satu sama lain berbeda tetapi masih dalam keutuhan nasional dan global, ika bhinneka tunggal. Misalnya, Ternate terkenal dengan bambu batik, Manonjaya dengan salak, Jepara dengan ukiran atau Manado dengan kain kerawang.
Karakteristik :
1. Adanya inovasi
Jabatan pengawas untuk sekolahdan penilik untuk pendidikan luar sekolah (PLS) akan lebih produktif dilakukan dalam bentuk penggerak pendidikan berbasis masyarakat desa (PPBMD). Penggerak dalam arti motivator, fasilitator atau pemimpin pendidikan supaya masyarakat pendidikan di desa binaannya mampu mengelola pendidikan di desa dan sekitarnya.
PPBMD mampu memimpin sumber daya pendidikan di antaranya mampu mendorong orang tua untuk menyekolahkan anaknya minimal tampat pendidikan dasar, mendorong peserta didik untuk belajar mandiri dan sungguh-sungguh, mendorong orang peduli terhadap pendidikann di desanya dan mendorong tenaga kependidikan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara professional.
2. Identifikasi dan kecenderungan
PPBMD mampu mengidentifikasi dan mengetahui kecenderungan desa binaannya. Jumlah penduduk, agama, keadaan lahan pertanian, mata pencaharian, budaya dan dinamika system nilai yang meliputi hidup bermoral dan berakhlak mulia sebagai penjabaran dari kehidupan yang beriman, semangat kerja dan semangat mengikuti pendidikan.
3. Pengelolaan pendidikan berbasis masyarakat desa
Di desa minimal ada dua komponen utama : satuan pendidikan persekolahan (TK, SD, MI) dan atau yang setara SMP/MTs (Paket B). Program Paket B adalah satuan pendidikan lanjutan SD, setara
SMP/MTs terpadu antara pendidikan agama, pengetahuan dan teknologi, ketrampilan sebagai muatan local.
Secara garis besar struktur Program Paket B sebagai berikut :
1) Tujuan. Program Paket B diharapkan peserta didik tamat setara SMP/MTs, mampu hidup bermasyarakat dengan baik dan bagi mereka yang mampu dapat melanjutkan ke SMA/K atau yang sederajat.
2) Peserta Didik. Anak-anak yang tidak melanjutkan ke SMP/MTs (negri atau swasta) dengan berbagai alasan di antaranya memang NEM rendah dan kekurangan biaya. Mereka sekolah dengan system tutorial dan tidak dipungut bayaran.
3) Kurikulum.
(1) Pendidikan umum. Berlaku bagi semua anak dan yang diutamakan ialah pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, budaya disertai pendidikan wiraswasta.
(2) Pendidikan keilmuan dan ketrampilan. Terdiri atas pendidikan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS, disertai kemungkinan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Pendidikan individual. Berupa muatan local yang menjadi pilihan perorangan, di antaranya kecakapan tanaman hias, cabe paprika, dekorasi, jahit menjahit dan border, peternakan sapi domba dan ayam, makanan khas daerah,mencukur dan perdagangan sayur mayur. Pelaksanaan pendidikan individual dilakukann melalui system titip di tempat mitra kerja.
4) Tenaga Kependidikan. Kepala sekolah menjadi kunci dalam mengadministrasikan sumber daya yaitu merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi sumber daya manusia (tenaga kependidikan, murid, pemakai jasa, orang tua murid dan komite sekolah), sumber informasi terutama kurikulum dan kegiatan ekstra kelas, fasilitas dan dana pendidikan.
5) Fasilitas dan biaya pendidikan. Yayasan Amal Keluarga menyediakan fasilitas dan dana disediakan oleh mitra kerja dan bantuan pemerintah.
6) Mitra kerja. Mitra kerja adalah anggota masyarakat yang mempunyai perkerjaanatau perusahaan yang mau membantu sekolah untuk melaksanakan praktik pendidikan muatan local. Mitra kerja yang ada dewasa ini : petani tanaman hias, cabe paprika, dekorasi,ternak sapi, ternak domba, ternak ayam, makanan khas daerah, menjahit, membordir, perdagangan sayur mayur, dan cukur.
B. Opini
Ilmu pendidikan memiliki subyek penelitian yang khas yaitu fenomena atau situasi pendidikan di mana dalam proses perkembangan peserta didik terjadi interaksi antara pelajar atau peserta didik dengan pendidik, sedangkan pendekatan yang dipergunakann adalah minimal perpaduan antara pendekatan filosofis dan empiris. Hasil kedua pendekatan itu akan berupa suatu teori pendidikan.
Pendekatan filosofis bukan hanya mempertanyakan tentang hakikat dan tujuan hidup manusia (human nature and destiny) tetapi juga tentang kemungkinan pendidikan dalam arti kemampuan manusia berkembang dan menerima pengaruh dari luar terutama secara etik sehingga pertumbuhan dan perkembangan manusia itu dapat diarahkan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, berdasarkan potensi dan sifat-sifat bawaan seorang peserta didik sebagai makhluk social dan sebagai individu.
Pendekatan empiris mempertanyakan persyaratan-persyaratan teknis termasuk penciptaan situasi pendidikan, segala upaya dan alat pendidikan yang sesuai dan efektif dalam membantu mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
Peneropongan filosofis menghasilkkan asumsi-asumsi dasar tentang hakekat dan tujuan hidup manusia, tentang sifat-sifat dan potensi manusia untuk berkembang dan menerima pengaruh dari luar dan nilai serta norma yang dipergunakan dalam mengarahkan perkembangan itu, dalam arrti untuk mencapai tujuan pendidikan. Peneropongan empiris menghasilkan teori-teori tentang situasi dan kondisi, proses belajar-mengajar serta alat-alat atau sarana prasarana yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam khasanah filsafat pendidikan, sekurang-kurangnya terdapat lima pandangan dominan :
1. Perenialisme, yaitu filsafat pendidikan yang memiliki keyakinan bahwa pengetahuan merupakan dasar pokok bagi pendidikan
2. Esensialisme, yaitu filsafat pendidikan yang memandang fungsi sekolah sebagai lembaga penerus warisan budaya dan sejarah kepada generasi penerus
3. Progresivisme, yaitu filsafat pendidikan yang menekankan pentingnya pemberian ketrampilan dan alat kepada individu yang diperlukannya untuk berintegrasi dengan lingkungan yang selalu berubah. Pendidikan adalah kehidupan itu sendiri dan bukan suatu masa persiapan untuk hidup.
4. Rekonstruksionisme, yaitu filsafat pendidikan yang berpandangan bahwa dalam suasana perkembangan teknologi yang amat cepat,pendidikan harus mampu melakukan rekonstruksi masyarakat dan membangun tatanan dunia baru selaras denggan perubahan teknologi itu. Pendidikan harus memandang ke depan.
5. Eksistensialisme, yaitu filsafat pendidikan yang sangat menghormati martabat manusia sebagai individu yang unik dan memperlakukan individu sebagai pribadi.
Teori-teori tentang pendidikan yang datang dari luar dan banyak digunakan, baik secara langsung atau tidak langsung antara lain adalah sebagai berikut:
1. Teori pendidikan naturalistic yang dikembangkan J.J. Rousseau.
2. Terori-teori pendidikan yang dikembangkan oleh Pestalozzi, Montessori, Decroly dan Froberl.
3. Gagasan-gagasan Rabindranath Tagore.
4. Teori pendidikan fenomelologiis yang dikembangkan M.J. Langeveld.
5. Teori pendidikan yang bersifat pragmatis-instrumentalistik yang dipelopori oleh John Dewey.
6. Teori pendidikan behavioristik.
7. Teori pendidikann holistic humanistic.
Penggunaan dan penerapan teori-teori dan gagasan pendidikan dilaksanakan sendiri-sendiri, yaitu dalam memecahkan persoalan-persoalan khusus.hal ini mengakibatkan praktek pendidikan yang terpilah-pilah. Misalnya dalam mengembangkan program kurikulum sekolah dilaksanakan dengan menggunakan prisinsip perilaku, di pihak lain strategi belajar-mengajar dikembangkan dengan dasar teori holiistik-humanistik. Hal ini mengandung bibit kesimpangsiuran dalam pelaksanaannya di lembaga pendidikan.
Apabila hendak menggunakan teori-teori dan gagasan-gagasan itu secara sistemik, tidak ada jalan lain, selain terlebih dulu menata teori-teori dan gagasan itu secara sistemik, tidak ada jalan lain, selain terlebih dahulu menata teori-teori dan gagasan-gagasan itu dalam bentuk teori pendidikan atau ilmu pendidikan Indonesia sendiri.
Engkoswara berpandangan bahwa struktur kurikulum harus berbasis kompetensi hidup, yang minimum meliputi :
1. Pendidikan umum bagi semua. Kurikulum berisi budaya utama yang wajib diikuti oleh semua orang tanpa kecuali. Moral dan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari,minimal hidup bersih, sehat, jujur, toleran, disiplin, menghargai pemimpin yang baik, berikhitiar dengan ikhlas dan berpandanga ke depan (civic responsibilities). Misal : pendidikan agama, budaya dasar, olah raga dan kesehatan serta pendidikan bahasa.
2. Pendidikan keilmuan dan kecakapan hidup. Budaya profesi bagi kelompok-kelompok sebagai makhluk social. Budaya berusaha, belajar dan bekerja yang dilandasi ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal untuk mengembangkan diri (social responsibilities). Mata pelajaran yang bisa disampaikan misalnya : MIPA, IP
S, Bahasa atau ilmu komunikasi.
3. Pendidikan penyerta. Pendididikan budaya kreatif terpuji secara individual untuk membekali karakteristik atau kekhasan masing-masing. Kekhasan itu diharapkan mampu menampilkan priibadi-pribadi terpuji yanhg terbaik dan bernilai estetik dalam kebersamaan yang menjadi tanggungjawab pribadi masing-masing (personal responsibilities). Misalnya : berenang,music klasik, memelihara kelinci, bertanam bunga, computer atau bahasa asing.
C. Rencana Implementasi
1. Pemerintah melalui Dinas Pendidikan sedia mengadakan inovasi Kebijakan Pengelolaan Satuan Pendidikan. Pendidikan yang dikemukakan di atas bukan hal yang baru tetapi sedikit inovatif, di antaranya : Bila SMP/MTs belum ada, terapkan SMP terbuka, Program Paket B atau membuka kelas 7 (setara kelas 1 SMP/MTs) untuk menampung anak-anak yang tidak dapat melanjutkan ke SMA/K di luar desanya.
2. Menyiapkan penggerak pendidikan berbasis desa (PPBMD). PPBMD harus dipersiapkan sehingga menjadi administrator pendidikan yang baik. Seorang PPBMD dapat bertugas untuk 2-4 desa yang berdekatan. Ini mempunyai arti bahwa di Jawa Barat yang mempunyai 7290 desa/kelurahan memerlukan minimal 1842 orang PPBMD dan Indonesia yang berjumlah 69255 buah desa/kelurahan (62561 desa dan 6695 kelurahan) memerlukan 17388 orang PPBMD. Mereka direkrut dari pengawas dan penilik pendidikan yang ada atau mereka yang mendapat pendidikian sarjana pendidikan bidang Administrasi Pendidikan. Mereka dibekali dengan dasar-dasar keahlian administrasi/manajemen pendidikan baik pada tingkat makro yaitu pedesaan maupun pada tingkat messo atau kelembagaan dan mikro atau metodologi pendidikan. PPBMD menyiapkan tenaga kependidikan dengan mengintensifkan institusi yang ada selama ini ialah Kelompok Kerja Guru (KKG) atau Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S). sudah barang tentu dibekali dinamika kelompok terutama untuk menggerakkan anggota masyarakat menjadi peduli pemerataan, mutu dan relevansi pendidikan.
3. Jaringan informasi dan komunikasi pendidikan.
Ada baiknya pada tingkat desa ada jaringan informasi dan komunikasi yang berkaitan dengan bimbingan studi, keterlantaran pendidikan, beasiswa atau kemungkinan pendidikan lanjutan.
4. Daya dukung.
Kepala desa/kepala kelurahan adalah factor pendukung utama adanya gerakan pengelolaan wajar dikdas berbasis desa. Keterbukaan Kepala Dinas Pendidikan berserta aparatnya terhadap PPBMD. Masyarakat peduli pendidikan dan profesionalisme tenaga kependidikan. Sudah barang tentu dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan UU Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut bayaran.
Melalui inovasi semacam ini, diyakini Wajar Dikdas tuntas menyongsong tahun 2010 di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar