Pendidikan
nasional (Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional) mempunyai visi sebagai berikut :
Terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warganegara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Dengan
visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut :
1.
mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi
seluruh rakyat Indonesia;
2.
membantu
dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini
sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3.
meningkatkan
kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan
pembentukan kepribadian yang bermoral;
4.
meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikann sebagai pusat pembudayaan
ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar
nasional dan global; dan
5.
memberdayakan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi
daerah dalam konteks Negara Kesatuan RI.
Penetapan visi
dan misi tersebut mengandaikan perlunya sebuah model manajemen stratejik. Model
manajemen stratejik berdasarkan Model Manajemen Strategis (Hunger &
Wheelen, 2003: 109) secara garis besar terdiri dari empat langkah : pertama, environmental scanning (analisis
lingkungan) yang terdiri dari analisis lingkungan eksternal (ALE) dan analisis
lingkungan internal (ALI). Kedua, strategy
formulation (perumusan strategi) yaitu kegiatan perumusan misi, menentukan
tujuan, membuat strategi, dan membuat
kebijakan. Ketiga, strategy
implementation (menjalankan strategi yang telah dibuat) yaitu menyusun
program, menganggarkan, serta membuat prosedur. Keempat, evaluation and control (evaluasi dan pengawasan) yaitu kegiatan
monitoring terhadap kinerja organisasi kemudian melakukan koreksi yang
diperlukan.
Dalam model manajemen stratejik
yang dibuat Hunger dan Wheelen (2003:
109) penganggaran pendidikan menjadi
bagian dari strategy formulation karena penganggaran merupakan sebuah kebijakan
yang harus dirumuskan dan strategy
implementation karena penganggaran merupakan konsekuensi dari implementasi
suatu program, itu berarti penganggaran
merupakan bagian integral dari
keseluruhan model.
Pandangan
lain berasal dari Hill, Jones dan Galvin (2004:30) yang mengatakan bahwa
komponen utama proses manajemen stratejik adalah:
(1) defining the mission and major goals of the
organization;
(2) analyzing the
external and internal environments of the organization;
(3) choosing strategies that aligns (or fit) the
organization’s strengths and weaknesses with external environmental
opportunities and threats;
(4) adopting organizational structures and control
systems to implement the organization’s chosen strategy; and
(5) evaluating
strategy as part of the feedback process.
Bagaimana
sebuah organisasi memilih strategi, banyak orang berpandangan bahwa strategi
merupakan hasil dari proses perencanaan rasional ditentukan oleh dominasi top
manager, tetapi Hill dkk (2004:6) berpandangan bahwa strategi bisa
dihasilkan oleh perencanaan stratejik yang terdiri dari enam langkah :
(1)selection of the corporate mission and major
corporate goals; (2) analysis of the organization’s external competitive environment
to identify the organization’s opportunities and threats; (3) analysis of the
organization’s internal operating environment to identify the organization’s
strengths and weakness; (4) selection of strategies that build on the organization’s
strengths and correct its weakness, to take advantage of external threats; (5)
strategy implementation; and (6) strategy evaluation (as a part of the feedback
process).
Meskipun demikian Hill mengingatkan bahwa
perencanaan stratejik sering gagal
(2004: 32) karena eksekutif tidak merencanakan ketidakpastian (uncertainty) dan karena perencana menara
gading (ivory tower planners) tidak
membumi (lose touch with operating
realities).