Menurut Sa’ud dan Sumantri
(2007:1118) upaya pemerataan dan perluasan kesempatan pendidikan dasar di
Indonesia tidak hanya bernuansa kuantitatif melainkan juga kualitatif. Strategi
perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan dasar yang bermutu dijadikan
sebagai wahana untuk aktualisasi asas pendidikan sepanjang hayat ( life long education).
Secara etimologi dalam Kamus
Ilmiah Popular mutu dapat diartikan sebagai kualitas; derajat; tingkat dan
dalam bahasa Inggris berasal dari kata quality
artinya kualitas. Secara terminologi mutu di definisikan oleh para ahli sebagai
berikut :
Goetsch dan Davis dalam buku Total Quality Management (Subardiman et. al., 2009: 7 ).mendefinisikan kualitas merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Mutu merupakan ide yang
dinamis, sedang definisi-definisi yang kaku sama sekali tidak akan membantu.
Makna mutu yang demikian luas juga sedikit membingungkan pemahaman kita. Akan
tetapi beberapa konsekuensi praktis yang signifikan akan muncul dari
perbedaan-perbedaan makna tersebut.
Menurut Sallis, Edward ada beberapa konsep tentang
mutu (Subardiman et. al., 2009: 7
). Pertama mutu sebagai konsep
absolut. Dalam konsep ini kualitas atau mutu adalah pencapaian standar
tertinggi dalam suatu pekerjaan, produk, dan layanan yang tidak mungkin
dilampaui. Kedua mutu sebagai konsep
relatif. Dalam konsep ini kualitas atau mutu masih ada peluang untuk
peningkatan. Kualitas atau mutu adalah sesuatu yang masih dapat ditingkatkan.
Akan tetapi jika dalam tahap peningkatan itu pelaksanaan sebuah pekerjaan telah
mencapai standar tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya maka pekerjaan
tersebut berkualitas. Ketiga adalah
kualitas atau mutu menurut pelanggan. Dalam definisi ini mutu sebagai sesuatu
yang memuaskan dan melampaui keinginan
dan kebutuhan pelanggan. Peters berpendapat bahwa definisi yang
dikemukakan oleh pelanggan sangat penting, karena Peters menemukan kenyataan
bahwa pelanggan akan membayar lebih untuk mutu yang baik, tanpa menghiraukan
tipe produknya.
Dari beberapa definisi diatas,
dapat disimpulkan bahwa mutu merupakan keunggulan dari sebuah produk barang
atau jasa yang dihasilkan melalui proses kerja yang telah terencana dengan
baik. Mutu atau kualitas merupakan tujuan akhir dari sebuah proses panjang yang
dilakukan oleh organisasi. Mutu merupakan jaminan dari sebuah lembaga kepada
pelanggannya. Pelangganlah yang akan menentukan apakah lembaga tersebut mutu
produknya (barang atau jasa) baik atau buruk. Karena mereka adalah raja, yang
dapat memilih dan menentukan barang mana yang akan dibeli atau dimanfaatkan.
Untuk itu sebuah lembaga harus menjaga kualitas atau mutu yang telah ada atau
meningkatkan agar lebih baik untuk menjaga eksistensi mereka agar tidak di
tinggalkan oleh pelanggannya.
Para pelanggan (konsumen, consumer) dapat melakukan protes
terhadap produsen apabila merasa dirugikan karena pihak produsen ternyata
memberikan produk yang kurang bermutu. Protes
para pelanggan bisa menjadi sebuah gerakan yang dinamakan konsumerisme. “Consumerism consist of all those activities
that are undertaken to protect the rights of consumers” (Hughes dan Kapoor,
1985: 4 dalam Alma & Hurriyati, 2007:33).
Dari beberapa definisi diatas
tentang mutu atau kualitas ada beberapa elemen dasar bahwa sesuatu dikatakan
berkualitas, yakni: 1) Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan; 2) Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan
dan 3) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap
berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain).
Dalam konteks pendidikan
pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam
"proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti;
bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi
sesuai kemampuan guru), dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber
daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah,
dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau
mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik
antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun diluar kelas; baik
konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup susbtansi yang
akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses
pembelajaran.
Berkenaan
dengan mutu pendidikan, hampir semua bangsa-bangsa di dunia ini, tengah
berproses untuk meningkatkan mutu pendidikan di negara masing-masing. Mereka meyakini
bahwa kunci masa depan suatu bangsa ditentukan oleh keberadaan sistem
pendidikan yang berkualitas.
Dalam
peningkatan mutu pendidikan tidak dikenal sesuatu praktek yang semudah teori, seperti yang disitir oleh Lewin (2008) : “There is nothing to practical as good as a theory”. Pendapat ini
berarti pula, bahwa tidak mungkin ada peningkatan mutu pendidikan tanpa
didasari oleh suatu teori (Subardiman et. al., 2009: 8 ). Peningkatan mutu pendidikan
memerlukan teori, namun implementasinya tidak akan bisa mulus dan semudah teori
yang ada. Sebab peningkatan mutu bersifat dinamis yang amat terkait dengan
berbagai faktor atau variabel.
Peningkatan
mutu pendidikan tidak bisa melepaskan diri dari intervensi politik. Memang
pendidikan khususnya sekolah bukan lembaga atau organ politik, namun kebijakan
pemerintah yang harus dilaksanakan adalah merupakan kebijakan politik.
Peningkatan
mutu pendidikan, dapat disebut sebagai suatu perpaduan antara knowledge-skill, art dan entrepreneurship. Suatu perpaduan yang
diperlukan untuk membangun keseimbangan antara berbagai tekanan, tuntutan,
keinginan, gagasan-gagasan, pendekatan dan praktik. Perpaduan tersebut di atas
berujung pada bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan sehingga terwujud
proses pembelajaran yang berkualitas.
Untuk
menghasilkan kualitas yang baik harus ada kebijakan, proses, sumber daya dan isi pendidikan
terorganisir dan dengan memanfaatkan
nilai-nilai yang tumbuh dalam budaya masyarakat.
UNESCO
memiliki resep bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan diperlukan berbagai kebijakan, yang mencakup
antara lain:
1. Sekolah
harus siap dan terbuka dengan mengembangkan a
reactive mindset, menanggalkan “problem
solving” yang menekankan pada orientasi masa lalu, berubah menuju “change anticipating” yang berorientasi
pada “how can we do things differently”
2. Pilar
kualitas sekolah adalah learning how to
learn, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
3. Menetapkan
standard pendidikan dengan indikator yang jelas.
4. Memperbaharui
dan kurikulum sehingga relevan dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik.
5. Meningkatkan
pemanfaatan information and communication
technology (ICT) dalam pembelajaran dan pengelolaan sekolah.
6. Menekankan
pada pengembangan sistem peningkatan kemampuan profesional guru.
7. Mengembangkan
kultur sekolah yang kondusif pada peningkatan mutu.
8. Meningkatkan
partisipasi orang tua masyakat dan kolaborasi sekolah dan pihak-pihak lain.
9. Melaksanakan
Quality Assurance (UNESCO, 2001).
Pembangunan
pendidikan nasional tidak dapat lepas dari perkembangan lingkungan strategis,
baik nasional maupun global.Berdasarkan Global Information Technology Rank 2008
yang dilansir baru-baru ini oleh World
Economic Forum, di bidang teknologi derajat penguasaan teknologi informasi
di Indonesia tergolong rendah. Indonesia berada di peringkat ke-76. Peringkat
tersebut masih kalah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara
lainnnya seperti Signapura (5), Malaysia (26), Thailand (40) dan Vietnam (73).
Dilihat dari bidang ekonomi, Global
Competitiveness Report 2003-2004 menempatkan Indonesia pada peringkat bawah
untuk ranking indeks daya saing pertumbuhan, yakni 72 dari 102 negara atau
jatuh dari tangga ke-66 (2002 - 2003) dan ranking indeks daya saing bisnis
berada pada ranking 60 atau turun dari tahun sebelumnya di posisi 62. Korupsi
hanyalah salah satu indikator lemahnya daya saing pertumbuhan. Ada lingkungan
makro, yakni stabilitas makro dan peringkat kredit yang masuk sebagai komponen
utama. Untuk lingkungan makro, kedudukan
Indonesia justru paling rendah di semua negara ASEAN yang berada pada peringkat
64 dibandingkan dengan Malaysia (11), Singapura (2), Thailand (26), danVietnam
(45). Dalam stabilitas makro, posisi Indonesia tetap di bawah rata-rata, yakni
di ranking 69 sedangkan peringkat kredit malah melorot hingga ranking 80.
Lembaga publik, yang menjadi indikator bagi daya saing pertumbuhan tidak
berbeda jauh dengan indikator lain. Masih di bawah negara Asia Tenggara, yakni
di peringkat 76.
Pendidikan harus
dibangun dalam keterkaitannya secara fungsional dengan berbagai bidang
kehidupan yang memiliki persoalan dan tantangan yang semakin kompleks. Dalam dimensi sektoral tersebut, pembangunan
pendidikan tidak cukup hanya berorientasi pada SDM dalam rangka menyiapkan
tenaga kerja. Pembangunan pendidikan nasional juga harus dilihat dalam perspektif pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Dalam perspektif demikian, pendidikan harus lebih berperan dalam membangun
seluruh potensi manusia agar menjadi subyek yang berkembang secara optimal dan
bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan nasional.
Pemerintah
Provinsi Jawa Barat berupaya meningkatkan mutu pendidikan di Daerah melalui
berbagai kebijakan sebagai berikut :
1.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas
sarana dan prasarana pendidikan
2.
Memenuhi kekurangan guru pada pada
berbagai jenjang pendidikan serta meningkatkan kinerja professional guru
disertai peningkatan kesejahteraannya
3.
Meninjau ulang muatan lokal pada kurikulum
SD, SLTP dan SLTA serta PT.
4.
Mengkaji bidang pendidikan menengah
dalam rangka persiapan memasuki pasar kerja
5.
Memberikan bantuan dan kemudahan
fasilitas bagi siswa dan mahasiswa tidak mampu yang berprestasi
6.
Meningkatkan minat baca tulis bagi siswa
dan mahasiswa
7.
Mengembangkan sistem informasi pendidikan (Renstra Jawa Barat,
2001-2005)
Goal dari
upaya-upaya peningkatan mutu melalui pelbagai kebijakan tersebut adalah
meningkatkan Indeks Pendidikan yang merupakan salah satu komponen dari Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di samping Indeks Kesehatan dan Indeks Daya Beli.
Konsep IPM dikembangkan oleh United
Nations Development Program (UNDP) berdasarkan teori paradigma pembangunan
manusia seperti dinyatakan Ul Haq (1985) yang mengatakan bahwa tujuan pokok
pembangunan adalah memperluas pilihan-pilihan manusia (Kartasasmita, 1997: 17).