Kebijakan
publik (public policy) diartikan
sebagai upaya pemerintah dalam memilih aktivitas untuk dilakukan atau tidak
dilakukan. “Public policy is whatever
governments chose to do or not to do” (Dye, 1976:1). “Kebijakan publik
merupakan tindakan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang dipilih oleh
otoritas dalam upaya mengatasi masalah” (Pal, 1996:2). Public policy is what the government say to do or not to do. It is the
goals of purpose of government program (Edwards dan Sharkanxy dalam Islamy,
1994:18). “Kebijakan pada dasarnya mengandung makna target and means (sasaran dan cara kerja)” (Allen, 1992 : 3).
Sumianto
(2008:15) mengatakan bahwa dalam setiap kebijakan publik paling tidak
mengandung empat unsur yang harus diperhatikan, yaitu (1) unsur masalah, (2)
tujuan dan (3) cara kerja atau pemecahan masalah dan (4) otoritas publik
(pemerintah).
Penetapan kebijakan (policy) harus dilakukan berdasar prosedur yang logis. Patton dan
Sawicki (1986:26) mengemukakan prosedur analisis kebijakan yaitu : (1) verify define and detail problem; (2)
establish evaluation criteria; (3) identify alternatif policies; (4) evaluate alternatif
policies; (5) display and select among alternatif policies; (6) monitor policy
outcomes. Sedangkan prosedur analisis kebijakan menurut Dye (1987:24)
adalah: (1) identifying problems; (2)
formulating policy proposals; (3)legitimating policies; (4) implementing
policies dan (5) evaluating policies. . Jones (1989:11) berpandangan
prosedur analisis kebijakan sebagai berikut: (1) problem identification; (2) formulation; (3) legitimation; (4)
implementation dan (5) evaluation.
Dunn (2003:25) menyarankan prosedur analisis kebijakan adalah perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan penilaian yang dikaitkan dengan pembuatana kebijakan yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan.
Dunn (2003:25) menyarankan prosedur analisis kebijakan adalah perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan penilaian yang dikaitkan dengan pembuatana kebijakan yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan.
Dye
dalam Understanding Public Policy memberikan perhatian terhadap pertanyaan
bagaimana pemerintah membuat kebijakan, mengapa mereka melakukannya, dan apa
perbedaan yang dibuatnya. Studi kebijakan berfokus pada penggambaran dan
penjelasan kebijakan pemerintahan secara luas. Studi-studi yang terakhir lebih
berkonsentrasi pada wilayah kebijakan yang khusus seperti pendidikan,
pertahanan dan lingkungan. Sedangkan
Wahlke menyatakan bahwa penjelasan pada umumnya berdasar pada teori
kelompok kepentingan, teori elit, teori
pilihan rasional (yang berasumsi bahwa pembuat keputusan menggunakan
perencanaan rasional untuk memaksimalkan tujuan) atau teori incrementalism (yang berpegang bahwa
keputusan dicapai melalui proses tawar menawar diantara kepentingan-kepentingan
yang bersaing dan evolve incrementally (Encyclopedia
Americana Vol. 22 , 2001:350)
Lane
(1993:225) berpendapat bahwa persoalan utama kebijakan publik adalah
pertentangan antara kebijakan dengan pelaksanaannya dalam kenyataan, sehingga
analisis kebijakan publik diarahkan untuk mendapatkan gambaran tentang
kesesuaian antara tujuan kebijakan dan penerapannya.
Implementasi
merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Jones, Charles
O. (1984) dalam Syaukani & Rasyid
(2002:295) merumuskan implementasi sebagai “ a process of getting additional resources so as to figure out what is to be done”. Implementasi
menurut Wildavsky (1990) mencakup aktivitas sebagai berikut :
Organization : the establishment or
rearrangement of resources, units, and methods for putting program into effect;
Interpretation : translation or program language into acceptable and
feasible plans and directives; Application : the routine provision of
services, payments or other agreed upon program objectives or instruments
(Wikipedia, the free encyclopedia diunduh 24
November 2010 ).
Menurut
Rondinelli dan Cheema (1983:30) ada
dua pendekatan dalam proses implementasi kebijakan yang perlu dipilih sebelum
kebijakan diimplementasikan, yaitu : (1) the
compliance approach, dan (2) the
political approach. Pendekatan yang pertama menganggap implementasi
kebijakan itu tidak lebih dari soal teknik, rutin. Implementasi kebijakan
dianggap sebagai suatu proses pelaksanaan yang tidak mengandung unsur-unsur
politik dan perencanaannya sudah ditetapkan sebelumnya oleh para pimpinan
politik (political leaders).
Pendekatan yang kedua sering disebut
sebagai pendekatan politik yang mengandung “administration
as an integral part of the policy making process in which politics are refined,
reformulated, or even abandoned in the process of implementing them”.
Grindle
(1980: 7-11) berpandangan bahwa kegagalan implementasi kebijakan dipengaruhi
dua hal, isi kebijakan (content of policy)
dan konteks penerapan kebijakan (contexs
of implementation). Isi kebijakan dapat diidentifikasi sebagai berikut : interest affected (kepentingan siapa
yang terlibat), type of benefits
(macam-macam manfaat), extent of change envisioned (sejauh mana
perubahan akan diwujudkan), site of
decision making (tempat pembuatan keputusan), program implementator (siapa yang menjadi implementator) dan resources
committed (sumber daya yang disediakan). Sedangkan konteks implementasi
dapat diidentifikasi sebagai berikut : power,
interest and strategy of actors involved (kekuasaan, kepentingan, dan
strategi para aktor yang terlibat); institutions
and regime characteristics (karakteristik lembaga dan rejim); serta compliance and responsiveness (sesuai
dengan kaidah dan tingkat responsif).
Kebijakan
melibatkan banyak sekali kepentingan yang berbeda. Stakeholders (pemangku kepentingan) dapat dikategorikan ke dalam
dua kelompok besar , yaitu yang ada dalam lingkungan pemerintahan dan yang
berada di luar lingkungan pemerintahan.
Tabel 1 Stakeholders
Dalam Kebijakan Otonomi Daerah
Di Dalam Pemerintahan
|
Di Luar Pemerintahan
|
Presiden
Menteri
dan Yang Setingkat
Birokrat
di Departemen
Gubernur
Birokrat
Provinsi
Bupati/Walikota
dan Wakilnya
Birokrat
Kabupaten
|
DPR
DPRD
Provinsi
DPRD
Kabupaten dan Kota
Partai
Politik
Pengusaha
Nasional (KADIN, GAPENSI, INKINDO)
LSM/NGO
Pengusaha
Lokal
Lembaga
Internasional (IMF, World Bank, UNDP, ADB)
|
Sumber :
Syaukani dkk. (2002:305)
Pada
pihak lain Edwards (1980 : 9-10) beranggapan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah implementasi kebijakan yaitu faktor komunikasi, sumber
daya, sikap (disposisi) dan struktur birokrasi—standard operating procedures (SOP).
Ada
beberapa kelompok kebijakan pendidikan, yaitu : (1) kebijakan yang berkenaan
dengan bidang garapan pendidikan terutama dalam hubungannya dengan kurikulum,
ketenagaan, peserta didik, pembiayaan, sarana dan prasarana pendidikan dan
bidang garapan lainnya yang bersifat kekhususan (2) berkenaan dengan
kelembagaan yang di dalamnya ada faktor-faktor individual dan keseluruhan
sistem kependidikan atau bagian dari lembaga pendidikan itu; (3) berkenaan
dengan prosedur atau proses manajemen, seperti halnya perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, evaluasi dan
pelaporan serta pertanggungjawaban (Sumianto 2008:18).
Analisis
kebijakan mengkaji tentang konsep, kerangka kerja, pendekatan, model, bentuk,
metode, teknik dan proses analisis kebijakan dan pengelolaan pendidikan dasar. Asumsi-asumsi
teoretik dan empirik dalam mengkaji permasalahan dan strategi peningkatan
manajemen akuntabilitas pada tingkat pusat, daerah, dan satuan pendidikan
diperkenalkan sebagai upaya peningkatan mutu, produktivitas dan pengembangan
pendidikan dasar di Indonesia.