Minggu, 30 September 2012

Kebijakan Publik

Kebijakan publik (public policy) diartikan sebagai upaya pemerintah dalam memilih aktivitas untuk dilakukan atau tidak dilakukan. “Public policy is whatever governments chose to do or not to do” (Dye, 1976:1). “Kebijakan publik merupakan tindakan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang dipilih oleh otoritas dalam upaya mengatasi masalah” (Pal, 1996:2). Public policy is what the government say to do or not to do. It is the goals of purpose of government program (Edwards dan Sharkanxy dalam Islamy, 1994:18). “Kebijakan pada dasarnya mengandung makna target and means (sasaran dan cara kerja)” (Allen, 1992 : 3).
Sumianto (2008:15) mengatakan bahwa dalam setiap kebijakan publik paling tidak mengandung empat unsur yang harus diperhatikan, yaitu (1) unsur masalah, (2) tujuan dan (3) cara kerja atau pemecahan masalah dan (4) otoritas publik (pemerintah).
Penetapan  kebijakan (policy) harus dilakukan berdasar prosedur yang logis. Patton dan Sawicki (1986:26) mengemukakan prosedur analisis kebijakan yaitu : (1) verify define and detail problem; (2) establish evaluation criteria; (3) identify alternatif policies; (4) evaluate alternatif policies; (5) display and select among alternatif policies; (6) monitor policy outcomes. Sedangkan prosedur analisis kebijakan menurut Dye (1987:24) adalah: (1) identifying problems; (2) formulating policy proposals; (3)legitimating policies; (4) implementing policies dan (5) evaluating policies. . Jones (1989:11) berpandangan prosedur analisis kebijakan sebagai berikut: (1) problem identification; (2) formulation; (3) legitimation; (4) implementation dan (5) evaluation.
 Dunn (2003:25) menyarankan prosedur analisis kebijakan adalah perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan penilaian yang dikaitkan dengan pembuatana kebijakan yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan.
Dye dalam Understanding Public Policy  memberikan perhatian terhadap pertanyaan bagaimana pemerintah membuat kebijakan, mengapa mereka melakukannya, dan apa perbedaan yang dibuatnya. Studi kebijakan berfokus pada penggambaran dan penjelasan kebijakan pemerintahan secara luas. Studi-studi yang terakhir lebih berkonsentrasi pada wilayah kebijakan yang khusus seperti pendidikan, pertahanan dan lingkungan. Sedangkan  Wahlke menyatakan bahwa penjelasan pada umumnya berdasar pada teori kelompok  kepentingan, teori elit, teori pilihan rasional (yang berasumsi bahwa pembuat keputusan menggunakan perencanaan rasional untuk memaksimalkan tujuan) atau teori incrementalism (yang berpegang bahwa keputusan dicapai melalui proses tawar menawar diantara kepentingan-kepentingan yang bersaing dan evolve incrementally (Encyclopedia Americana Vol. 22 , 2001:350)
Lane (1993:225) berpendapat bahwa persoalan utama kebijakan publik adalah pertentangan antara kebijakan dengan pelaksanaannya dalam kenyataan, sehingga analisis kebijakan publik diarahkan untuk mendapatkan gambaran tentang kesesuaian antara tujuan kebijakan dan penerapannya.
Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Jones, Charles O.  (1984) dalam Syaukani & Rasyid (2002:295) merumuskan implementasi sebagai “ a process of getting additional resources so as to figure  out what is to be done”. Implementasi menurut Wildavsky (1990) mencakup aktivitas sebagai berikut :


Organization : the establishment or rearrangement of resources, units, and methods for putting program into effect; Interpretation : translation or program language into acceptable and feasible plans and directives; Application : the routine provision of services, payments or other agreed upon program objectives or instruments (Wikipedia, the free encyclopedia diunduh 24 November 2010 ).
Menurut Rondinelli dan Cheema (1983:30) ada dua pendekatan dalam proses implementasi kebijakan yang perlu dipilih sebelum kebijakan diimplementasikan, yaitu : (1) the compliance approach, dan (2) the political approach. Pendekatan yang pertama menganggap implementasi kebijakan itu tidak lebih dari soal teknik, rutin. Implementasi kebijakan dianggap sebagai suatu proses pelaksanaan yang tidak mengandung unsur-unsur politik dan perencanaannya sudah ditetapkan sebelumnya oleh para pimpinan politik (political leaders). Pendekatan yang kedua  sering disebut sebagai pendekatan politik yang mengandung “administration as an integral part of the policy making process in which politics are refined, reformulated, or even abandoned in the process of implementing them”.
Grindle (1980: 7-11) berpandangan bahwa kegagalan implementasi kebijakan dipengaruhi dua hal, isi kebijakan (content of policy) dan konteks penerapan kebijakan (contexs of implementation). Isi kebijakan dapat diidentifikasi sebagai berikut : interest affected (kepentingan siapa yang terlibat), type of benefits (macam-macam manfaat),  extent of change envisioned (sejauh mana perubahan akan diwujudkan), site of decision making (tempat pembuatan keputusan), program implementator (siapa yang menjadi implementator) dan  resources committed (sumber daya yang disediakan). Sedangkan konteks implementasi dapat diidentifikasi sebagai berikut : power, interest and strategy of actors involved (kekuasaan, kepentingan, dan strategi para aktor yang terlibat); institutions and regime characteristics (karakteristik lembaga dan rejim); serta compliance and responsiveness (sesuai dengan kaidah dan tingkat responsif).
Kebijakan melibatkan banyak sekali kepentingan yang berbeda. Stakeholders (pemangku kepentingan) dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok besar , yaitu yang ada dalam lingkungan pemerintahan dan yang berada di luar lingkungan pemerintahan.


Tabel  1  Stakeholders Dalam Kebijakan Otonomi Daerah

Di Dalam Pemerintahan

Di Luar Pemerintahan
Presiden
Menteri dan Yang Setingkat

Birokrat di Departemen
Gubernur
Birokrat Provinsi
Bupati/Walikota dan Wakilnya
Birokrat Kabupaten
DPR
DPRD Provinsi
DPRD Kabupaten dan Kota
Partai Politik
Pengusaha Nasional (KADIN, GAPENSI, INKINDO)
LSM/NGO
Pengusaha Lokal
Lembaga Internasional (IMF, World Bank, UNDP, ADB)

Sumber : Syaukani dkk. (2002:305)
Pada pihak lain Edwards (1980 : 9-10) beranggapan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi masalah implementasi kebijakan yaitu faktor komunikasi, sumber daya, sikap (disposisi) dan struktur birokrasi—standard operating procedures (SOP).
Ada beberapa kelompok kebijakan pendidikan, yaitu : (1) kebijakan yang berkenaan dengan bidang garapan pendidikan terutama dalam hubungannya dengan kurikulum, ketenagaan, peserta didik, pembiayaan, sarana dan prasarana pendidikan dan bidang garapan lainnya yang bersifat kekhususan (2) berkenaan dengan kelembagaan yang di dalamnya ada faktor-faktor individual dan keseluruhan sistem kependidikan atau bagian dari lembaga pendidikan itu; (3) berkenaan dengan prosedur atau proses manajemen, seperti halnya perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, evaluasi dan pelaporan serta pertanggungjawaban (Sumianto 2008:18).
Analisis kebijakan mengkaji tentang konsep, kerangka kerja, pendekatan, model, bentuk, metode, teknik dan proses analisis kebijakan dan pengelolaan pendidikan dasar. Asumsi-asumsi teoretik dan empirik dalam mengkaji permasalahan dan strategi peningkatan manajemen akuntabilitas pada tingkat pusat, daerah, dan satuan pendidikan diperkenalkan sebagai upaya peningkatan mutu, produktivitas dan pengembangan pendidikan dasar di Indonesia.